Nabire, Jubi TV– Komisi Penanggulangan Aids (KPA) kabupaten Nabire menyatakan kasus Infeksi Menular Seksual (IMS) di 15 distrik se Nabire sangat tinggi. Di tahun 2024 ini kasus IMS menjadi tertinggi di Provinsi Papua Tengah. Sedangkan kasus HIV/AIDS menduduki peringkat teratas dalam kasus-kasus IMS.
Hal itu diungkapkan oleh ketua KPA Nabire, Paula S. Pakage kepada Jubi, penderita IMS di Nabire cukup bervariasi. Namun, penyumbang terbanyak berasal dari kalangan usia produktif mulai dari belasan tahun hingga dua puluhan tahun dan keluarga yang sedang dalam bermasalah atau pisah ranjang.
“IMS per tahun 2023 ada 2051, tapi sekarang jumlah kunjungan per bulan Maret 2024 sebanyak 3553. Pasien IMS yang ditemukan 828, kasus IMS yang ditemukan 843, terus yang diobati 823. Ulkus genital 10. Dites sifilis atau raja singa sebanyak 3220 kasus. Sifilis positif 699 kasus. Dari kasus sifilis geopositif sebanyak 15 kasus. Jadi kasus ini juga sudah berkembang. Populasi umum ada muda-mudi, orang kelompok dewasa seperti keluarganya bermasalah, itu lebih domina,” kata Paula S. Pakage, Selasa, (2/4/2024).
Pakage juga mengungkapkan adanya IMS bagi ibu hamil yang telah berkunjung ke tempat layanan kesehatan berjumlah 2051. “Ibu hamil yang positif sifilis sebanyak 139 kasus, ibu hamil positif dan diobati 109 diobati, yang lain tidak tahu,” ujarnya.
Data tersebut, ia mengungkapkan didapatkan pihaknya dari 11 layanan kesehatan atau pemeriksaan HIV/AIDS di Nabire yang menjadi mitra KPA kabupaten Nabire. Menurut dia, secara keseluruhan di Nabire memiliki 35 layanan kesehatan yang terdiri dari 11 layanan mandiri, empat layanan satelit atau konsultasi ke RSUD Nabire dan sisinya tak memiliki layanana.
“Ini data terbaru per Maret 2024. Semua data ini kami dapatkan dari RSUD Nabire, Puskesmas Nabire Kota, Puskesmas Bumi Wonorejo, Puskesmas Karang Tumaritis, Puskesmas Karang Mulia, Puskesmas Samabusa, Puskesmas Siriwini, Puskesmas Nabarua, Puskesmas Kali Bumi, Puskesmas Wanggar Sari dan Poliklinik St. Rafael Bukit Meriam,” katanya.
Sementara empat layanan satelit di Nabire diantaranya Puskesmas Kali Bobo, Puskesmas Sanoba, Puskesmas Lagari dan Puskesmas Kimi hasil pemeriksaannya dirujuk ke RSUD Nabire. Yang belum ada layanan layanan HIV adalah Poliklinik TNI Angkatan Darat, Puskesmas Lokodimi, Puskesmas Yaro, Puskesmas SP 3 Wadio dan 14 Puskesmas lainnya.
IMS merupakan berbagai infeksi yang dapat menular dari satu orang ke orang yang lain melalui kontak seksual. Semua teknik hubungan seksual baik melalui vagina, dubur, atau mulut baik berlawanan jenis kelamin maupun dengan sesama jenis kelamin bisa menjadi sarana penularan penyakit kelamin.
Infeksi Menular Seksual dapat terjadi pada siapapun dengan perilaku resiko tinggi, yaitu usia 20 – 34 tahun pada laki-laki, 16 – 24 tahun pada Wanita, 20 – 24 tahun pada pria dan Wanita. Multipartner PSK (Pekerja Seks Komersial), pecandu narkotik, homo seksual, terjadinya infeksi menular seksual dapat dipengaruhi beberapa faktor yaitu seks tanpa pelindung, berganti-ganti pasangan seksual , berhubungan seksual di usia dini, penggunaan obat-obatan terlarang.
Menurut Pakage, data tersebut diperoleh berdasarkan penderita IMS yang memeriksakan diri ke Puskesmas atau rumah sakit. Maka tidak menutup kemungkinan jumlah penderita IMS lebih banyak.
“Ini karena angkanya tidak diketahui, lantaran sedikit penderita yang memeriksakan diri. Padahal di Nabire sudah banyak tempat yang menyediakan layanan IMS. Tapi IMS ini seperti fenomena gunung es, artinya bisa jadi penderita yang tidak terdata jauh lebih banyak,” ujar Paula.
Kasus HIV/AIDS pada pekerja seks perempuan di lokalisasi
Belum lama ini Dinas Kesehatan kabupaten Nabire, KPA, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) dan penanggung jawab lokalisasi Nabire melakukan pertemuan sebanyak dua kali. Pertama tanggal 15 Maret 2024 dan kedua tanggal 20 Maret 2024. Dalam pertemuan tersebut dibicarakan adanya kasus HIV/AIDS di lokalisasi yang berada di Samabusa, Distrik Teluk Kimi Nabire.
Pakage mengatakan, dalam pertemuan tersebut selain masalah HIV di area lokalisasi juga dibicarakan adanya kasus IMS dan HIV/AIDS positif di wilayah kepulauan. “Sampai di kepulauan angka IMS dan HIV positif empat kasus,” ucapnya.
“Selanjutnya pemeriksaan IMS dan sosialisasi penggunaan kondom di lokalisasi. Jadi kami menindaklanjuti dan turun ke lokalisasi. Kami buat sosialisasi wajib menggunakan kondom. Setiap pekerja seks perempuan yang masuk ke Nabire wajib melakukan pemeriksaan IMS dan HIV sebelum melayani tamu,” katanya.
Pihaknya juga sudah membuat kesepakatan para pihak bahwa jika terbukti reaktif HIV/AIDS akan dipulangkan setelah mendapatkan perawatan oleh Dinas Kesehatan dan Puskesmas.
“Pekerja seks perempuan yang datang ada 100 orang, terus pemerikasaan IMS dan AIDS secara berurutan. Pertama ada 25 orang yang periksa, dari jumlah itu ada yang positif HIV/AIDS. Dan sisanya menyusul pemeriksaan. Mereka ini akan dipulangkan setelah mendapatkan perawatan,” katanya.
Ia menjelaskan, kasus HIV/AIDS sebelumnya berjumlah 9.375 kini sedang menuju ke 10.000. “Yang melakukan pemeriksaan atau berobat itu hanya 1218, selebihnya tidak tahu, yang berobat pun putus berobat,” katanya.
Ia menegaskan, pihaknya telah kordinasi dengan Kepala Dinas Kesehatan Nabire untuk melakukan monitoring di panti pijat, café dan karaoke. “Bila perlu harus melakukan pemeriksaan lagi,” ucapnya.
Selama ini, kata dia, pihaknya tak henti-henti melakukan sosilisasi di pemukiman warga, di sekolah seperti SMA juga merekrut relawan tingkat kampung, kelurahan, distrik se Nabire. Per distrik ada dua orang. Saat ini berjumlah 27 orang.
“Kami ada gerakan baru, macam di KPR penandatangan kesepakatan menolak seks bebas dan miras. Dan sudah ditandatangi oleh 4 RT, 1 RW dan kelurahan Siriwini. Ini kami mau jadikan percontohan untuk seluruh Nabire. Kami jalankan ini dulu, setelah itu masuk ke kelurahan atau kampung lainnya. Ini untuk menyadarkan masyarakat, jadi kami pelan-pelan melakukan itu,” ujarnya.
Guna mewujudkan semuanya, perlu ada dukungan dari Pemda apalagi berkaitan dengan masalah kemanusiaan. “Saya sudah menghadap kepada Bappeda dan Sekda Nabire supaya bisa dianggarkan,” ucapnya.
Ia berharap semua pihak di kabupaten Nabire maupun pemangku kepentingan di provinsi Papua Tengah bersama memerangi penyakit yang mudah menular ini. “Siapa mau bertanggung jawab? Mari kita sama-sama bergandengan untuk perangi penyakit ini,” katanya. (*)
Artikel ini sudah terbit di jubi.id