Jayapura, Jubi TV– Sebanyak 229 kasus perceraian umat Nasrani di Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura terjadi sepanjang 2023. Sedangkan 273 kasus perceraian terjadi pada umat Islam atau muslim.
Demikian data yang didapatkan Jubi dari Pengadilan Negeri Kelas 1A Jayapura yang menangani kasus perceraian Nasrani pada Kamis (21/9/2023) dan Pengadilan Agama Jayapura Kelas 1A yang menangani kasus perceraian Muslim pada Rabu (20/9/2023).
Humas Pengadilan Negeri Kelas 1A Jayapura Zaka Talpatty SH MH mengatakan dari Januari 2023 hingga September 2023 jumlah kasus perceraian yang sudah selesai sidangnya di Pengadilan Negeri Kelas 1A Jayapura sebanyak 229 kasus. Perinciannya, 115 kasus umat Protestan, 57 Katolik, 50 Pantekosta, dan 7 Advent.
Data perceraian 2023 ini kemungkinan akan bertambah karena tahun ini masih tersisa tiga bulan sembilan hari lagi. Namun dibandingkan kasus tahun sebelumnya, angka ini tidak sampai setengahnya.
Pada 2022 tercatat sekitar 500 perkara persidangan perceraian Pengadilan Negeri Kelas 1A Jayapura. Sebanyak 125 atau 25 persen di antaranya mengajukan sidang gugatan hak asuh anak.
“Sidang perceraian didominasi oleh masalah perselingkuhan,” kata Zaka Talpatty.
Talpatty berharap kasus perceraian umat Nasrani di Kota Jayapura menurun karena dalam agama Kristiani sebenarnya tidak boleh ada perceraian. Ia mengutip Matius 19 Ayat 6 yang berbunyi, “Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.”
“Ini merupakan pengajaran Yesus Kristus yang menguatkan pernyataan ayat-ayat dari Kejadian 1 dan Kejadian 2 yang telah tertulis berabad-abad sebelumnya. Tetapi kembali ke masing-masing manusia yang tercipta di muka bumi ini,” ujarnya.
Perceraian di Pengadilan Negeri Kelas 1A Jayapura ini, tambahnya, hanya melakukan perpisahan negara atau catatan sipil, bukan perpisahan gereja atau agama.
Sementara itu, umat Islam yang melakukan perceraian di Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura pada 2023 atau sejak Januari 2023 hingga pertengahan September 2023 yang tercatat di Pengadilan Agama Jayapura Kelas 1A berjumlah 273 kasus.
Panitera Pengadilan Agama Jayapura Kelas 1A Hasmawati SH mengatakan angka ini masih di bawah kasus tahun sebelumnya atau 2022 sebanyak 381 kasus. Namun kasus tahun ini bisa bertambah karena 2023 masih tiga bulan lebih.
Kasus perceraian muslim yang ditangani Pengadilan Agama Jayapura, katanya, terjadi antara lain karena terkait dengan masalah madat (judi, minuman keras, dan narkoba), meninggalkan salah satu pihak (ditinggalkan), KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga), perselisihan dan pertengkaran, murtad, dan juga masalah ekonomi.
“Tetapi setiap tahun kasus perceraian yang sangat banyak karena perselisihan dan pertengkaran yang berakibat pada hancurnya rumah tangga,” ujarnya kepada Jubi di kantornya di Kotaraja Luar, Distrik Vim.
Perselisihan dan pertengkaran itu, tambah Hasmawati, termasuk juga dipicu oleh perselingkuhan, bertengkar dan tidak memiliki musyawarah untuk mencapai mufakat, serta karena media sosial.
“Sewaktu Covid-19 kasus perceraian yang terbesar akibat faktor ekonomi,” katanya.
Dari kasus perceraian yang terjadi pada 2023 yang melayangkan gugatan hak asuh anak sebanyak 68 kasus atau 25 persen dari 273 kasus.
“Melayangkan gugatan hak asuh anak sendiri tergantung kedua pihak yang bercerai, apakah mau melayangkan atau tidak, karena biasanya yang melayangkan gugatan hak asuh ini karena dia berpisah secara tidak baik atau tidak ada komunikasi dengan baik,” ujarnya.
Hasmawati menambahkan sesuai Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam (KHI) digunakan dalam menentukan hak asuh anak. Pasal ini menyatakan jika anak yang belum berusia 12 tahun maka hak asuh anak akan jatuh kepada ibu. Jika anak berusia di atas 12 tahun, maka anak berhak memilih apakah ingin ikut ibunya atau bapaknya. (*)
Artikel ini sudah terbit di jubi.id dengan judul: Kasus perceraian 2023 di Jayapura: Nasrani 229, Muslim 273