Jubi TV– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami soal adanya dugaan aliran sejumlah uang dari para subkontraktor yang mengerjakan proyek di Kabupaten Mimika, Papua.
KPK mendalami hal tersebut melalui pemeriksaan saksi Arif Yahya dari pihak swasta di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (4/3) dalam penyidikan kasus dugaan korupsi di Kabupaten Mimika.
“Didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan aliran sejumlah uang dari para subkontraktor yang mengerjakan proyek di Kabupaten Mimika untuk pihak-pihak yang terkait dengan perkara ini,” ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Senin (7/3-2022) dilansir Antara.
KPK pada Jumat (4/3) juga memanggil dua saksi lainnya, yaitu Mardiansyah dan Mirzanudin masing-masing dari pihak swasta. Namun, keduanya tidak hadir tanpa menyampaikan alasan ketidakhadirannya pada tim penyidik.
Sebelumnya pada Rabu (2/3), KPK juga memanggil tiga saksi dalam penyidikan kasus tersebut, yakni Adrian selaku pegawai accounting PT Kuala Persada Papua Nusantara, Budiyanto Wijaya dari pihak swasta/mantan Anggota DPRD Kota Malang 2009-2014, dan Ariadi selaku wiraswasta.
Untuk saksi Adrian, Ali mengatakan tim penyidik mengonfirmasi terkait dengan administrasi hingga proses keuangan dari PT Kuala Persada Papua Nusantara sebagai salah satu subkontraktor yang mengerjakan proyek pembangunan Gereja Kingmi Mile 32.
Sedangkan saksi Budiyanto tidak memenuhi panggilan dan mengonfirmasi agar dijadwalkan ulang pemanggilan-nya.
“Ariadi (wiraswasta), tidak hadir dan tanpa adanya konfirmasi pada tim penyidik,” ucap Ali.
KPK pun mengimbau untuk para saksi yang tidak hadir agar kooperatif hadir memenuhi panggilan berikutnya dari tim penyidik.
Pada 4 November 2020, KPK menginformasikan sedang melakukan penyidikan kasus dugaan korupsi pelaksanaan dalam pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 Tahap 1 Tahun Anggaran 2015 di Kabupaten Mimika.
KPK saat ini belum dapat menginformasikan secara menyeluruh konstruksi perkara dan siapa saja pihak-pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus tersebut.
Sebagaimana kebijakan pimpinan KPK saat ini bahwa untuk publikasi konstruksi perkara dan pihak-pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka akan dilakukan pada saat telah dilakukan upaya paksa baik penangkapan maupun penahanan terhadap para tersangka.(*)