Jayapura, Jubi TV– Luas konsesi perkebunan kelapa sawit mencapai 158.821 hektare di seluruh Tanah Papua. Pembukaan konsesi tersebut menimbulkan persoalan serius terhadap lingkungan dan juga kehidupan masyarakat adat.
Aktivis Greenpeace Indonesia di Papua Samuel Moifilit mengatakan ekspansi besar-besaran perkebunan kelapa sawit menuai banyak permasalahan bagi masyarakat adat setempat. Hutan ulayat mereka hilang padahal kehidupan masyarakat adat sangat bergantung terhadap kelestarian sumber daya alam tersebut.
“Hutan alam di Tanah Papua menjadi sasaran pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit, hutan tanam Industri, dan proyek lumbung pangan [food estate]. Luas perkebunan kepala sawit saja [yang membuka hutan alam di Tanah Papua] sudah mencapai 158.821 hektare,” kata Moifilit, saat dihubungi Jubi pada Kamis (1/2/2024)
Dia mencontohkan kondisi di Merauke. Sekitar 112 ribu hektare hutan alam di kabupaten tersebut rusak akibat berbagai aktivitas industri ekstraktif.
“[Kawasan] hutan di Tanah Papua menjadi salah satu harapan dan paru-paru dunia. Luasnya sekitar 33,7 juta hektare, atau setara 81 persen daratan [di Tanah Papua],” ujarnya.
Dia menjelaskan kerusakan hutan juga mengakibatkan ancaman kepunahan bagi sejumlah flora dan fauna endemik Papua. Selain itu, berdampak terhadap pemanasan global yang memicu perubahan iklim.
“Perubahan iklim memicu [kondisi] cuaca ekstrem yang menyebabkan banjir dan longsor. Ketika lingkungan rusak, hak-hak masyarakat adat juga tercerabut. Maka, dibutuhkan kebijakan pemerintah untuk memulihkan hak-hak masyarakat adat [akibat perusakan hutan] di Tanah Papua,” kata Moifilit.
Menurutnya, perusakan lingkungan pun memicu konflik, dan persoalan sosial-budaya, seperti kemiskinan. Itu lantaran ekspansi perkebunan kelapa sawit juga menggusur dusun sagu yang menjadi sumber pangan utama warga.
“Hal ini [perusakan lingkungan juga] menimbulkan persoalan sosial [pemiskinan terhadap] masyarakat adat. Mereka sering kali menjadi buruh kasar di perusahaan yang menempati tanah [ulayat] mereka sendiri,” ujar Moifilit.
Selain di Merauke, lanjutnya perusakan hutan alam pun terjadi di Kabupaten Sorong, dan hampir sebagian besar daerah di Tanah Papua. Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sorong, misalnya juga menjarah hutan adat sehingga menghancurkan sumber penghidupan masyarakat adat setempat. Wilayah mereka pun kini menjadi rawan bencana akibat peralihan fungsi kawasan. (*)
Artikel ini sudah terbit di jubi.id