Nabire, Jubi TV– Ekspresi coret baju usai kelulusan dengan motif Bintang Kejora bukan hal baru di Tanah Papua. Hampir setiap tahun perayaan kelulusan siswa SMP dan SMA selalu ada saja ekspresi coret baju bermotif Bintang Kejora. Selain itu para siswa juga sering menandu guru atau kepala sekolah.
Peristiwa seperti ini lazim dilakukan anak-anak Papua untuk mengekspresikan kebanggan mereka setelah mendengarkan hasil kelulusan. Fenomena seperti ini terjadi hampir di seluruh Tanah Papua. Atas ekspresi siswa itu selalu berujung Tindakan serius dari aparat kepolisian setempat, seperti penangkapan, pemukulan, dan interogasi.
Pada 2024 ini terulang kembali aksi coret baju bermotif Bintang Kejora atau membentangkan bendera Bintang Kejora yang dilakukan siswa di sejumlah tempat di Tanah Papua. Berdasarkan informasi yang dihimpun Jubi.id, perayaan seperti ini terjadi pada Senin 6 Mei 2024 di Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Nabire, Kabupaten Deiyai, Timika, Sorong, dan Yalimo. Perayaan berlangsung setelah pengumuman kelulusan siswa SMA.
Di Deiyai, siswa SMA Negeri 1 Deiyai, Provinsi Papua Tengah setelah mendengarkan hasil Ujian Nasional dan dinyatakan lulus 100 persen, mereka membentangkan bendera Bintang Kejora di halaman sekolah untuk foto bersama. Foto ini menjadi viral di media sosial, seperti Facebook, Instagram, X, dll.
Sedangkan di Nabire, ibukota Provinsi Papua Tengah, sejumlah siswa SMA dan SMK usai mendengar pengumuman kelulusan mereka melakukan aksi jalan kaki di jalan raya. Sebagian dari mereka mencoret baju seragam putih dengan cat pilox dengan motif Bintang kejora.
Aksi mereka itu berujung pada pembubaran paksa oleh polisi. Mereka bahkan ada yang dipukul, dibubarkan dengan tembakan, dan 14 siswa ditangkap. Termasuk seorang mahasiswa Universitas Satya Wiyata Mandala. Kejadian di Nabire tersebut mendapat tanggapan serius dari Lembaga Bantuan Hukum Talenta Keadilan Papua (LBH-TKP) yang berbasis di Nabire.
Direktur LBH-TKP Ricardani Nawipa mengatakan sebanyak 14 pelajar Nabire yang ditahan Polisi Resort Nabire (Polres Nabire) saat berjalan kaki berombongan di jalan raya merayakan kelulusan. Mereka berjalan dari Kali Bobo menuju Bumi Wonorejo. Ke-14 pelajar tersebut telah dibebaskan pada Selasa (07/05/2024) malam setelah menjalani pemeriksaan di Polres Nabire.
“Adik-adik pelajar ada 14 orang telah dibebaskan pada pukul 23:40 Waktu Papua, sementara Darius Goo ditahan sampai pukul 03:00, subuh. Darius Goo adalah mahasiswa Universitas Satya Wiyata Mandala (USWIM) juga ditangkap terpisah di Bumi Wonorejo. Darius itu korban salah tangkap, tetapi aparat kepolisian memukulnya sampai keluar itu muka babak belur, ini perbuatan melanggar hukum,” kata Nawipa kepada Jubi melalui telepon WhatsApp, Rabu (8/5/2024).
Para pelajar yang baru lulus, kata Nawipa, ditangkap dengan alasan mencoret baju dengan motif Bintang Kejora dan logo organisasi Komite Nasional Papua Barat (KNPB).
“Saat itu mereka adik-adik pelajar ini melakukan negosiasi dengan pihak kepolisian, namun mereka (polisi) bersikeras membubarkan aksi konvoi para pelajar dengan alasan coretan bendera Bintang Kejora dan bendera organisasi KNPB di baju seragam SMA,” ujarnya.
Nawipa selaku pendamping hukum para pelajar itu mengatakan aparat kepolisian melakukan penembakan terhadap pelajar menggunakan gas air mata dan diduga melakukan penembakan peluru tajam saat membubarkan para siswa.
“Dari laporan yang kami terima dari adik-adik pelajar bahwa dalam kejadian penangkapan ada yang mengalami luka akibat pemukulan dan saat melakukan pemeriksaan pihak kepolisian Nabire juga memeriksa 14 pelajar dengan cara meminta para pelajar membuka baju, dimintai handphone milik pelajar, serta aksesoris lainnya,” katanya.
Menurut Nawipa para pelajar ditangkap untuk diperiksa, namun ia menilai tindakan polisi telah melanggar Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
“Mereka para pelajar dan mahasiswa itu ditangkap untuk diperiksa dan tindakan itu melanggar UU Hukum Acara Pidana Nomor 8 Tahun 1981,” katanya.
Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari para pelajar itu, kata Nawipa, pihak kepolisian Nabire melakukan penangkapan liar.
“Kami meminta agar aparat kepolisian hentikan penangkapan liar tanpa surat-surat sebagaimana yang diatur di dalam Undang-Undang tentang Kode Etik Kepolisian, Nomor 02 tahun 2002,” katanya.
Nawipa meminta agar semua pihak, termasuk Kepolisian di Nabire untuk mengerti akan hak dan kewajiban warga negara Indonesia. Hak dan kewajiban mengemukakan pendapatnya ke publik sebagaimana yang diatur dalam UUD 1945.
“UUD 1945 pada pasal 28 kan telah menetapkan bahwa hak warga negara dan penduduk untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan maupun tulisan, dan sebagainya, sehingga, bagian ini wajib dimengerti oleh semua pihak, jangan main hakim sendiri,” katanya.
5 Guru SMAN 2 Dogiyai diperiksa 7 Jam
Sementara itu, di Kabupaten Dogiyai, Provinsi Papua Tengah imbas dari ekspresi siswa-siswi SMAN 2 Dogiyai melakukan aksi coret baju seragam dengan motif bendera Bintang Kejora (BK) usai mendengar kelulusan pada Senin (6/5/2024), serta mengarak kepala sekolah Fredy Yobee di jalan raya dengan kursi-tandu berujung pada pemeriksaan terhadap lima guru sekolah itu, termasuk kepala SMAN 2 Dogiyai.
“Benar, kami diperiksa 7 Mei 2024. Kami diperiksa sejak pukul 09.00 sampai pukul 15.00 Waktu Papua. Kami diperiksa selama 7 jam, tempatnya di Polres Dogiyai. Kami dimintai keterangan oleh pihak Polres Dogiyai terkait dengan aksi spontan yang dilakukan siswa-siswi SMA Negeri 2. Kami ditanya seputar itu saja dan sudah diklarifikasi kepala sekolah,” kata seorang guru kepada Jubi melalui telepon.
Ia mengatakan, lima guru tersebut terdiri dari kepala SMA Negeri 2 Dogiyai, wakil kepala Sekolah, Ketua Panitia Ujian Nasional, dan guru pengajar. “Kami dimintai keterangan oleh polisi seputar aktivitas anak-anak yang mencoret baju bermotif Bintang Kejora dan pawai keliling Moanemani, Kabupaten Dogiyai,” katanya.
Sementara itu, Kepala SMA Negeri 2 Kabupaten Dogiyai, Papua Tengah, Fredy Yobee dalam sebuah video yang diunggah di akun tiktok @humasdogiyai dengan nama nama @humaspolresdogiyai menghadirkan lima guru SMAN 2 Dogiyai. Di video itu Yobee mengklarifikasi terkait kejadian itu.
“Saya datang untuk memberikan klarifikasi mengenai pawai yang dilakukan oleh anak-anak SMA Negeri 2 Dogiyai bahwa pawai yang dilakukan bukan kami guru-guru atau saya kepala sekolah yang mendorong mereka untuk melakukan hal itu, tetapi itu spontanitas mereka atau inisiatif mereka atau mereka merasa bangga atau apa, kami pun tidak tahu,” katanya.
Menyangkut siswa SMAN 2 Dogiyai menandunya di kursi dan membawa ke jalan raya, kata Yobee, itu pun bukan kehendaknya untuk menyuruh siswa menandunya.
“Saya pun disuruh naik ke atas kursi yang telah dibuat siswa-siswi, saya memang kemarin menghindari diri dari hal itu, tetapi anak-anak, mereka menaikkan saya di kursi dan kelilingi beberapa jalan,” katanya.
Yobee menjelaskan bahwa awalnya ia berpikir bahwa mereka akan ke mana. Saya pun tidak tahu sehingga saya tahu setelah mereka keliling jalan ada beberapa jalan di ibu kota Kabupaten Dogiyai.
“Hal yang terjadi itu bukan kehendak guru-guru atau kepala sekolah, tapi hal itu murni inisiatif mereka dan spontanitas dari mereka sendiri,” ujarnya.
Yobee mengatakan, soal gambar atau tulisan mengenai bendera Bintang Kejora itu pun ia tidak menyuruh mereka membuat aksi tersebut.
“Kami pun kaget setelah anak-anak mau mendengarkan hasil pengumuman kelulusan mereka. Kami terus terang pada saat kami mau menyampaikan hasil kelulusan, kami sempat sampaikan ke mereka sendiri kemudian orang tua murid. Kalau kami tahu ada coretan semacam begini, kami tidak akan mengadakan acara perpisahan,” katanya mengakhiri pembicaraan dalam video yang dipublikasi Humas Polres Dogiyai itu. (*)
Artikel ini sudah terbit di jubi.id