“Mahasiwa tidak menyelesaikan studi tepat waktu karena uang semester terlambat dibayarkan, jadi harus ditunda,”
Jayapura, Jubi TV – Rapat selama dua jam pada Sabtu, 9 April 2022 itu dihadiri oleh mahasiswa Papua yang sedang studi di Amerika Serikat dan Kanada. Mereka tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Pelajar (IMAPA) Amerika Serikat-Kanada.
Dalam rapat daring itu para mahasiswa Papua menyampaikan keresahan karena beasiswa pendidikan dan biaya hidup mereka tak kunjung dibayarkan. Mereka juga menyampaikan nasib 84 mahasiswa yang dipulangkan Pemerintah Provinsi Papua melalui Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia.
Perubahan Kedua Undang-Undang Otsus No. 21 Tahun 2001, PP Nomor 106 Tahun 2021, dan PP No.107 tahun 2021 ikut mempengaruhi pemberdayaan beberapa sektor, di antaranya sektor pendidikan.
Dalam bidang pendidikan terjadi pengalihan 10 persen dana pendidikan yang dikelola Pemprov Papua kepada pemerintah kabupaten dan kota di Provinsi Papua.
Ada sekitar 250 mahasiswa yang sedang melanjutkan studi di Amerika Serikat dan Kanada. Bagi mahasiswa keterlambatan pembayaran akan sangat berpengaruh pada proses studi mereka. Jika tak dibayarkan segera, maka mereka terancam tidak bisa mengikuti perkuliahan dan tentu ikut memperpanjang masa studi mereka.
Sementara dalam penerimaan beasiswa ada perjanjian yang mengharuskan mahasiswa menyelesaikan studi tepat waktu sesuai dengan jenjang pendidikan yang mereka ambil.
“Mahasiwa tidak menyelesaikan studi tepat waktu karena uang semester terlambat dibayarkan, jadi harus ditunda,” kata Dimision Kogoya, presiden IMAPA USA-Kanada.
Kogoya mengatakan seharusnya pihak BPSDM (Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia) Pemprov Papua secepatnya merespon keluhan mahasiswa yang ada di luar negeri, karena itu tanggung jawab mereka.
Padahal, kata Kogoya, mahasiswa yang studi secara rutin melaporkan progres perkuliahan mereka kepada pihak BPSDM Papua.
“Kita kirim ke e-mail, mungkin dong sudah ganti baru. E-mail BPSDM selalu ganti tiap tahun. Hal ini harus diinformasikan kepada mahasiswa, itu tanggung jawab mereka,” ujarnya.
Kogoya menyampaikan sejak Januari 2022, biaya hidup yang seharusnya diterima oleh mahasiswa Papua di Amerika Serikat dan Kanada belum diberikan oleh Pemerintah Provinsi Papua. Ia meminta agar pihak BPSDM Papua agar mempercepat proses pengiriman uang saku dari bulan Januari hingga Juni kepada seluruh mahasiswa di AS dan Kanada.
”Terhitung hampir empat bulan mahasiswa Papua yang berada di Amerika dan Kanada hidup tanpa biaya yang seharusnya menjadi hak mereka dan terancam terlantar,” ujarnya.
Mahasiswa Papua di Amerika Serikat, Ilse Abisay mengaku sudah sejak Januari 2022 belum menerima kiriman uang saku sama sekali dari BPSDM Papua. Ia berharap segera dikirimkan karena sangat membutuhkan untuk membeli kebutuhan makan dan kebutuhan lain-lainnya.
“Kalau bisa BPSDM segara kirim di bulan ini (April), tapi langsung dikirimkan dengan beberapa bulan ke depan,” kata Ilse Abisay, mahasiswa di Amerika Serikat.
Tak ada kejelasan
Pada Desember 2021 mahasiswa Papua yang berkuliah di Amerika Serikat dan Kanada menerima surat yang dikeluarkan oleh Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Provinsi Papua perihal pemulangan 84 mahasiswa Papua yang belum menyelesaikan studi.
Dari 84 mahasiswa tersebut, 62 mahasiswa sedang menempuh studi sarjana strata satu, 20 jenjang magister, dan 2 orang jenjang foundation atau kelas persiapan untuk strata satu.
Menurut Kogoya, Pemerintah Provinsi Papua mengambil keputusan sepihak memulangkan para mahasiswa tanpa berdiskusi dan mendengar alasan mengapa mahasiswa tersebut belum selesai.
Hingga saat ini, kata Kogoya, belum ada penjelasan detail dari pihak pemerintah provinsi melalui BPSDM. “Kami sangat prihatin atas situasi yang sedang terjadi,” ujarnya.
Menurut Kogoya pihaknya telah melakukan upaya-upaya untuk berdialog mengenai pemulangan mahasiswa dengan kepala bidang BPSDM Provinsi Papua secara langsung, baik melalui KBRI Washington DC, KJRI Chicago, maupun KBRI Ottawa, Kanada, tetapi upaya mereka belum mendapatkan jawaban untuk menyelesaikan persoalan.
Kogoya mengatakan sebanyak 14 mahasiswa dari 84 mahasiswa yang masuk dalam daftar pemulangan telah mendapatkan donasi untuk menyelesaikan pendidikan mereka yang tersisa satu semester. Sedangkan mahasiswa lainnya belum mendapatkan kejelasan dan pertanggungjawaban dari pemerintah pusat dan Provinsi Papua.
Hal itu mengakibatkan enam mahasiswa telah kembali ke Indonesia dan sebagian dalam proses pemulangan.
“Kami menyadari bahwa situasi ini terjadi karena dampak perubahan situasi politik di Indonesia. Namun, kami berharap situasi politik yang terjadi tidak menyebabkan kami sebagai mahasiswa kehilangan hak kami untuk menempuh pendidikan dengan maksimal,” ujarnya.
Daniel Game mengatakan BPSDM Papua tidak pernah mengajak mahasiswa yang dipulangkan untuk berdiskusi terlebih dahulu menanyakan alasan mereka terlambat lulus. Game termasuk dalam 84 mahasiswa yang dipulangkan Pemerintah Provinsi Papua, sebab tidak menyelesaikan studi tepat waktu.
“Seharusnya melakukan dialog dengan semua mahasiswa yang terlambat menyelesaikan kuliah,” katanya.
Walaupun demikian, Game tidak kembali dan memilih menyelesaikan studinya. Ia terlambat menyelesaikan studi, salah satunya alasan karena pandemi Covid-19 yang berdampak pada proses perkuliahan.
Ia termasuk 14 mahasiswa yang mendapatkan donasi untuk menyelesaikan kuliah. Saat ini Game sedang dalam proses meraih gelar magister. (*)