Manokwari, Jubi TV – Mantan Wali Kota Sorong Lambertus Jitmau dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan dugaan manipulasi hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK Papua Barat, Selasa (28/5/2024). Jitmau dihadirkan bersama empat saksi lain untuk didengar keterangannya seputar proses audit dan pelayanan terhadap para auditor BPK.
Dalam persidangan untuk terdakwa Kepala BPK Papua Barat Patrice Sihombing tersebut, jaksa maupun kuasa hukum terdakwa menyinggung dua dugaan korupsi yang ditengarai melibatkan Jitmau saat menjadi wali kota. Dugaan korupsi tersebut ialah pada pengadaan alat tulis kantor di Pemerintah Kota (Pemkot) Sorong dan pinjaman sebesar Rp3 miliar untuk RSUD Kota Sorong.
“Saudara saat meminjam Rp3 miliar, dan Rp 2,6 miliar itu, atas nama pribadi, atau sebagai wali kota?,” kata Yan Christian Warinussy kepada Jitmau. Warinussy ialah kuasa hukum terdakwa Patrice.
Jitmau pun menjawab dia tidak pernah mengurusi pengadaan alat tulis kantor (ATK). Pinjaman sebesar Rp2,6 miliar untuk pengadaan ATK dan Rp3 miliar untuk RSUD menurutnya, juga sudah dikembalikan ke kas daerah. Pengembalian dana tersebut berdasarkan rekomendasi BPK terhadap hasil pemeriksaan laporan keuangan daerah
“Sebagai Wali kota, saya tidak mengurusi pengadaan ATK. Saat pengadaan [pada 2016], saya juga sedang cuti karena berkampanye sebagai calon wali kota untuk masa jabatan kedua,” kata Jitmau dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Manokwari, tersebut.
Jitmau juga menyatakan dia tidak pernah diperiksa Kejaksaan Negeri (Kejari) Sorong sehubungan dugaan korupsi pengadaan ATK. Pernyataannya itu menjawab pertanyaan kuasa hukum dari David Patasaung, Ketua Tim Pemeriksa BPK.
Tunggu audit BPK
Yan Warinussy, seusai sidang mengatakan dugaan korupsi dalam pengadaan ATK di Pemkot Sorong masih diselidiki Kejari Sorong. Tim penyidik menunggu hasil audit BPK untuk memastikan unsur kerugian negara dalam pengadaan itu.
“Pengadaan ATK dan barang cetakan dilakukan pada 2017 di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Sorong. Nilai pengadaannya sebesar Rp8 miliar dari APBD Kota Sorong,” kata Warinussy.
Menurutnya, Kejari Sorong telah meningkatkan status pemeriksaan terhadap perkara tersebut, dari penyelidikan menjadi penyidikan pada 2021. Penyelidik saat itu telah memeriksa 20 saksi, termasuk Jitmau.
Namun, penanganan kasus tersebut tidak pernah lagi terdengar kabarnya setelah Kejari Sorong dan jaksa yang menangani perkara itu dimutasi. Pemutasian tersebut diduga akibat tindakan mereka yang memeriksa saksi-saksi dalam dugaan korupsi pengadaan ATK Pemkot Sorong.
“Sudah sekitar 3 tahun, hasil pemeriksaan BPK masih juga belum jelas rimbanya. BPK seharusnya terbuka dalam memberi penjelasan tentang hasil audit mereka,” ujar Warinussy.
Menurutnya, Kejari Sorong juga telah melayangkan surat permintaan terhadap hasil audit tersebut kepada BPK Papua Barat pada 30 Juli 2021. Namun, mereka tidak kunjung memberinya sehingga Kejari Sorong tidak bisa melanjutkan penyidikan.
“Korupsi pengadaan ATK diduga melibatkan sejumlah pejabat Pemkot Sorong. Karena itu, BPK harus menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan mereka supaya Kejari Sorong dapat melanjutkan penyidikannya,” kata Warinussy. (*)
Artikel ini sudah terbit di Jubi.id