Nabire, Jubi TV– Nepina Duwitau, anak berusia 6 tahun, yang tertembak di bagian tangan saat terjadi kontak tembak antara aparat Operasi Damai Cartenz, dalam hal ini Satuan Brimob di pos samping Bank Papua Sugapa, dengan kelompok TPNPB-OPM Kodap VIII pimpinan Undius Kogoya pada Senin (8/4/2024), kini menjalani perawatan medis di ruang ICU RSUD Nabire, Provinsi Papua Tengah.
Nepina Duwitau kelahiran Kampung Yokatapa, Sugapa, Intan Jaya pada 16 Maret 2018 itu ketika ditemui Jubi sedang dijaga oleh mamadenya yang ikut turun ke Nabire menggunakan pesawat udara pada Selasa (9/4/2024). Mamanya Agustina Sondegau masih ada di Intan Jaya menjaga tiga buah hatinya yang masih kecil-kecil.
Pilipus Duwitau, ayahanda Nepina Duwitau kepada Jubi di depan ruang ICU RSUD Nabire menceritakan aksi saling tembak antara aparat keamanan dengan TPNPB-OPM terjadi ketika mereka sedang berada di rumah anak Ronal Ronaldus Sondegau (anak 13 tahun yang meninggal dunia di tempat kejadian dalam peristiwa yang sama) karena bapaknya, Felix Sondegau meninggal dunia.
“Hari itu Senin (8/4/2024), kami memasak makanan dan mau berdoa tujuh malam, karena Aita (Bapak) Felix Sondegau, bapaknya Ronal meninggal dunia. Jadi kami sama-sama ada di rumah itu,” kata Pilipus Duwitau, Kamis (11/4/2024).
Mendengar rentetan tembakan senjata yang tak henti-hentinya, maka semua orang yang ada di halaman rumah masuk ke dalam rumah guna melindungi diri atau bersembunyi agar tidak terkena terjangan peluru.
Duwitau menggendong anak keempatnya yang masih balita. Sedangkan anak Ronal Ronaldus Sondegau bersandar di papan. Sedangkan anak Nepina Duwitau duduk di ujung kaki Ronal. Dua anak lainnya berada di sekeliling ayahnya dan warga lain memenuhi rumah itu.
“Peluru pertama langsung masuk ke dalam rumah, kena anak Ronal punya kepala, darah tampias dan kena kami semua. Anak Ronal langsung kejang-kejang. Peluru kedua kena anak Nepina, langsung kena tangan kiri. Tiga jari terputus, tembus telapak. Langsung pingsan, darah berhamburan,” katanya menceritakan.
Anak Ronal, kata dia, nampak mata putih, semua orang yang ada di dalam rumah berteriak minta pertolongan dengan menyebut nama “Aita Emo, Tuhan Allah tolong-tolong!”.
“Kami semua teriak minta tolong, Aita Emo (Tuhan Allah) tolong, tolong, tolong! Kami malas tahu dengan bunyi senjata. Mamanya Ronal langsung peluk, langsung pangku di paha. Kami teriak, apa salah kami. Kami ini rakyat biasa, tidak salah apa-apa,” kata Pilipus Duwitau menceritakan sambil mencucurkan air mata.
Tak lama kemudian, lanjut dia, Brimob yang berada di pos samping Bank Papua sudah ada di halaman rumah tersebut dan masuk ke dalam rumah dan langsung melakukan pertolongan pertama dengan cara membawa kedua korban anak ke RSUD Intan Jaya.
“Pas kami lagi teriak, ada yang menangis, ada yang berdoa dalam rumah itu, anggota Brimob tiba-tiba ada di halaman rumah. Mereka langsung masuk dan bawa kedua anak (Ronal dan Nepina) ke rumah sakit,” ujarnya.
Kerabat juga ikut sama-sama aparat ke RSUD yang jaraknya sekitar 250 meter dari tempat kejadian. Setibanya di sana, tim medis langsung melakukan penanganan, namun anak Ronal tak bisa ditolong, sementara Nepina dirawat sehingga keesokan harinya diterbangkan ke Nabire berdasarkan surat rujukan.
“Memang anak Ronal sudah ‘habis’ (meninggal dunia) di tempat, tapi aparat paksa bawa,” katanya.
Ia juga mengatakan, ibundanya Ronal sempat marah kepada anggota Satuan Brimob yang melakukan foto terhadap kedua anak itu.
“Pas di rumah sakit Intan Jaya, Ronal punya mama marahi Brimob. Anak saya sudah meninggal tapi pura-pura dibawa ke sini, kalian stop foto-foto!” katanya menirukan ucapan Mama Ronal.
Nepina Duwitau di ruang ICU RSUD Nabire
Ketika wartawan Jubi memasuki ruang ICU RSUD Nabire bersama Pilipus Duwitau, ayahanda Nepina, nampak seorang petugas medis sedang memasang cairan infus. Sementara mamanya Nepina sedang memangku anak Nepina.
Anak yang tak berdosa itu, tangan kirinya dibungkus ferban. Ada juga di kaki kiri dan otak kecil bagian kiri, di lehernya diikatkan daun adat. Ia nampak tak berdaya, sangat lemas. Ia dipakaikan popok bayi tanpa baju.
“Anak, anak, Nepina ayo bangun,” kata Mamadenya berulang. Ia kerapkali membuka mata namun tak lama, masih belum bisa buka mata lama-lama.
Pelan-pelan mamadenya membangunkan Nepina, namun sulit untuk bergerak.
“Kita melakukan penanganan, tapi anak susah makan,” ujar seorang petugas medis yang sedang bantu Nepina.
Ia mengatakan, pihaknya hendak memaksa memasangkan infus agar bisa memasok makanan, namun anak Nepina meronta sehingga selang tak bisa dipasang.
“Kalau suruh makan dia tidak bisa makan, makanya kami mau pasang selang, tapi dia tidak mau. Dia tarik selang,” katanya.
Pelan-pelan mamadenya merayu, Nepina akhirnya bisa bangun, namun harus dipangku. Sesekali ia diberikan air putih untuk minum, tapi hanya beberapa tetes saja.
“Ayo minum, Nak,” kata Pilipus pakai bahasa daerah suku Moni.
Di sekeliling mereka masih ada makanan yang disediakan pihak RSUD, namun sama sekali tidak disentuh. Makanan itu bahkan tinggal begitu saja. Ada juga biskuit Marie yang disiapkan untuk dimakan, tapi sama sekali juga tidak disantap.
Sesekali mamadenya adukan biskuit Marie pakai air putih, lalu dikasih makan, tak banyak yang dikunyah. Ia tetap saja tolak.
“Pak wartawan, dia (Nepina) tidak bisa makan. Kami coba bikin biskuit cairkan pakai air tapi tidak bisa makan. Mungkin masih sakit,” ujar Pilipus sambil kasih minum air Aqua pakai sedotan.
Ayahnya mengatakan Nepina bakal sembuh cepat, sebab ia tak bersalah terhadap konflik bersenjata di Intan Jaya.
“Saya sepenuhnya serahkan kepada Tuhan Yesus, Dia yang berkuasa atas kami. Tuhan Yesus yang tahu kehidupan kami, kami tidak bersalah. Anak saya akan sembuh,” ujarnya.
Respon Direktur RSUD Intan Jaya dan Direktur BLU RSUD Nabire
Direktur RSUD Intan Jaya Kristianus Tebai yang dikonfirmasi Jubi mengatakan, setelah dilakukan penanganan awal langsung dirujuk ke BLU RSUD Nabire.
“Alat dan tenaga medis kami terbatas, kami langsung buat rujukan. Besoknya kirim ke Nabire,” kata Tebai.
Untuk itu, data yang berkaitan dengan pasien tersebut telah disertakan bersama surat rujukan, karena itu Tebai menyarankan wartawan Jubi lebih lanjut meminta kepada pihak BLU RSUD Nabire.
“Kami sertakan dalam surat rujukan, nanti Pak Wartawan bisa hubungi pihak Rumah Sakit Nabire. Semua [data] lengkap sudah kirim,” ujarnya.
Direktur BLU RSUD Nabire dr Frans FC Sayori yang dikonfirmasi Jubi melalui WhatsApp justru menyarankan menghubungi humasnya melalui jaringan sosial media (Instagram dan Tiktok) BLU RSUD Nabire.
Penyampaian dokter Sayori ini persis sama dengan kasus pemerkosaan terhadap dua perempuan yang diduga dilakukan kelompok massa aksi anti militerisme pada Jumat (5/4/2024).
Wartawan Jubi telah melakukan ‘direct message’ atau DM melalui akun Instagram blursudnabire, justru dibalas dengan mengatakan akan ditindaklanjuti kepada pimpinan BLU RSUD Nabire.
“Terima kasih sudah menghubungi kami, pesan dan keperluan bapak akan kami tindaklajuti kepada pimpinan, berhubung saat ini sedang Hari Raya Idul Fitri. Kami mohon waktunya untuk melakukan konfirmasi kepada pimpinan. Terima kasih, salam sehat,” balas akun Instagram blursudnabire.
Bantuan Pemprov Papua Tengah belum diterima
Pilipus Duwitau mengatakan, dirinya sudah mendengar informasi bahwa ada bantuan dari Pemerintah Provinsi Papua Tengah, namun ia mengaku sejauh ini masih belum menerima bantuan tersebut.
“Saya sudah dengar ada bantuan dari pemerintah, tapi masih belum sampai di tangan,” katanya.
Ia mengatakan, ada keluarganya sedang mengurus bantuan tersebut, sementara dirinya masih sibuk dengan buah hatinya yang terbaring lemas di ruang ICU.
“Katanya harus proses, jadi tidak tahu, ada keluarga pergi urus. Tapi sampai hari ini belum sampai di tangan saya,” ujarnya.
Diberitakan Jubi sebelumnya, Pj Gubernur Papua Tengah Ribka Haluk di Kota Jayapura, Selasa (9/4/2024) mengatakan dua peristiwa itu mendapat perhatian serius dari Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Provinsi Papua Tengah dengan mengunjungi para korban, memberikan bantuan, hingga menanggung seluruh biaya rumah sakit bagi Nopina Duwitau.
“Jadi tidak benar jika ada tanggapan bahwa Pemprov Papua Tengah melakukan pembiaran terhadap dua kasus itu,” katanya.
Haluk mengatakan, terkait kasus dua anak yang terkena tembakan saat terjadi kontak tembak antara aparat keamanan dengan kelompok bersenjata TPNPB di Intan Jaya.
“Satunya memang meninggal dunia dan yang masih hidup langsung kita bantu evakuasi ke Rumah Sakit Nabire dan kami pemerintah juga sudah santuni,” ujarnya.
Terkait kasus kekerasan yang terjadi di wilayahnya, Haluk mengatakan telah meminta kepada pihak keamanan agar mengusut tuntas kasus-kasus tersebut.
“Biarlah aparat keamanan yang bekerja mengusut tuntas kasus tersebut,” katanya. (*)
Artikel ini sudah terbit di jubi.id