Jayapura, Jubi TV– Kepala Kepolisian Daerah atau Kapolda Papua Irjen Mathius Fakhiri membenarkan ada sejumlah warga dari Muara Bontoh yang meninggalkan tempat tinggal mereka dan berlindung ke empat lokasi di wilayah perkotaan Dekai, Ibu Kota Kabupaten Yahukimo, Provinsi Papua Pegunungan. Namun, Fakhiri menyatakan ratusan warga Muara Bontoh itu bukan pengungsi.
Hal itu dikatakan Fakhiri di Kota Jayapura, Provinsi Papua pada Jumat (8/9/2023). Menurut Fakhiri, apa yang dilakukan masyarakat yang selama ini menetap di pinggiran Distrik Dekai, hanyalah mengamankan diri ke daerah yang lebih aman, karena takut menghadapi gangguan kelompok Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB).
“Jadi tidak ada pengungsian. Masyarakat hanya mengamankan diri, dan sudah ditangani Kepolisian Resor Yahukimo,” katanya.
Fakhiri mengatakan, berdasarkan informasi jumlab warga yang mengamankan diri sebanyak 40 kepala keluarga, dan tersebar di empat titik, yakni Komplek SMKN 1 Dekai, Komplek Pasema Sosiaal KM 2, Perumahan Sosial KM 4, dan Kompleks Silimo Kali Merah.
“Saya sudah sampaikan, nanti Kasat Intel dan Kasat Binmas bisa membantu Wakapolres agar bisa menjembatani dengan pemerintah setempat, sehingga masyarakat merasa tidak ditinggalkan,” ujarnya.
Fakhiri menyatakan pihaknya telah menyampaikan ke setiap kepala kepolisian resor dan pemerintah daerah di wilayah rawan gangguan keamanan susah dijangkau, dan jauh dari pengawasan aparat keamanan untuk membawa warganya ke dalam kota supaya mudah dikontrol.
“Ini sudah saya sampaikan. Jadi apa yang dilakukan masyarakat yang selama ini tinggal di sekitar Dekai lebih memilih untuk mengamankan diri karena merasa takut,” katanya.
Saat ditanya soal adanya laporan masyarakat yang menyampaikan rumah dan hewan ternak mereka dibakar dan dibunuh, Kapolda Fakhiri menegaskan belum menerima adanya laporan itu. “Belum belum,” katanya singkat.
Muara Dekai adalah wilayah permukiman yang terletak di pinggiran Distrik Dekai. Warga yang bermukim di Muara Bontoh sebenarnya adalah warga yang berasal dari sembilan distrik berbeda yang mengungsi karena konflik antar warga yang terjadi pada tahun 2019.
Sejak 21 Agustus 2023, mereka terpaksa mengungsi lagi ke Dekai untuk menghindari eskalasi konflik bersenjata antara kelompok bersenjata Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat dan aparat keamanan TNI/Polri. Eskalasi konflik bersenjata itu terjadi pasca penyerangan Pos Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan atau Satgas Pamtas Yon 7 Marinir TNI AL di Kampung Baru, Distrik Dekai, yang menewaskan prajurit Marinir, Pratu Agung Pramudi Laksono (27).
Pada 6 September 2023, koordinator pengungsi di Dekai, Wahyu Heluka menyatakan ada 674 warga Muara Bontoh yang telah mengungsi ke kawasan perkotaan Dekai pasca kontak tembak 21 Agustus 2023. Mereka tersebar di empat lokasi yang ada di kawasan perkotaan Dekai, dan telah menerima sejumlah bantuan dari Pemerintah Kabupaten Yahukimo, namun belum mendapat pelayanan kesehatan.
Heluka menyatakan ada 12 pengungsi yang tengah sakit. “[Sampai sekarang] belum ada tenaga medis yang datang memberikan pelayanan kesehatan warga yang berada di posko pengungsian. Kami berharap Pemerintah Kabupaten Yahukimo segera memberikan bantuan pelayanan kesehatan kepada warga yang berada di pengungsian di Dekai,” katanya.
Menurutnya, warga Muara Bontoh itu telah kehilangan harta benda mereka saat mengungsi. Haluka mencatat sejumlah 12 rumah warga di Muara Bontoh telah dibakar, dan enam ayam ternak warga ditembak.
“Jadi kami turun langsung ke lapangan dan mendata. Ada sebanyak enam ekor ayam yang ditembak, lalu ada dua ekor ternak babi yang terbakar bersama rumah [pemiliknya]. Sejumlah 15 ekor ternak babi mati karena tidak dikasih makan saat pemiliknya meninggalkan lokasi [karena mengungsi],” kata Heluka. (*)
Artikel ini sudah terbit di jubi.id dengan judul: Kapolda Papua sebut warga Muara Bontoh yang mengungsi ke Dekai bukan pengungsi