Jayapura, Jubi TV– Potensi konflik di wilayah tambang emas tradisional ilegal pada sejumlah kabupaten di Tanah Papua dinilai cukup tinggi. Namun pemerintah terkesan melakukan pembiaran. Pemerintah dinilai tidak serius melakukan penertiban di wilayah tambang emas ilegal, meski tak jarang terjadi konflik di wilayah itu.
Pernyataan tersebut dikatakan anggota Komisi Bidang Pemerintahan, Politik, Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Keamanan DPR Papua, Laurenzus Kadepa.
Kadepa menyatakan hal itu berkaitan dengan penyerangan dan pembunuhan tujuh penambang emas tradisional di Kali I, Distrik Seradala, Kabupaten Yahukimo, Provinsi Papua Pegunungan, pada Senin (16/10/2023).
Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat atau TPNPB pun menyatakan bertanggung jawab terhadap penyerangan itu.
“Saya turut berduka bagi tujuh orang pekerja tambang yang terbunuh. Bagi keluarga semoga selalu diberi kekuatan. Yang kedua, Papua sangat marak dengan aktivitas tambang emas liar atau ilegal, namun terkesan pemerintah melalukan pembiaran begitu saja. Padahal jika dilihat potensi konflik di daerah tambang ini sangat tinggi,” kata Kadepa saat menghubungi Jubi melalui panggilan teleponnya, Kamis (19/10/2023).
Menurutnya, selain berpotensi konflik, tambang emas ilegal juga menyebabkan kerusakan alam dan hutan yang serius.
“Saya selama ini terus bersuara tentang penutupan semua tambang ilegal yang ada di Tanah Papua,” ucapnya.
Katanya, pada 2018 silam, ia mendesak Pj Gubernur Papua saat itu, Soedarmo, turun langsung ke Korowai, Kabupaten Boven Digoel, yang kini masuk Provinsi Papua Selatan, untuk melihat aktivitas tambang ilegal di sana.
Ini berdasarkan aspirasi masyarakat Korowai ketika itu melalui Pendeta Trevor. Para forum komunikasi pemerintah daerah Provinsi Papua ketika itu turun ke lokasi.
“Sayangnya langkah itu tidak diikuti oleh gubernur dan bupati di Papua. Bagi saya kehadiran tambang liar seperti ini banyak dampak negatifnya, sehingga harus ditutup,” ujarnya.
Laurenzus Kadepa juga meminta kepada aparat keamanan dan TPNPB yang terlibat konflik bersenjata tidak terus membunuh warga sipil dengan berbagai alasan.
“Setop bunuh rakyat sipil apapun alasannya. Saya heran, selama ini ada rakyat sipil ditembak oleh TPNPB dibilang karena bagian dari intelijen aparat. Sebaliknya jika TNI/Polri tembak rakyat sipil, dibilang karena bagian dari TPNPB, OPM, dan lainnya. Ini sangat berbahaya sekali. Jika pemerintah tidak mencari solusi, akan berbahaya bagi kehidupan masyarakat di Papua,” kata Kadepa.
Sebelumnya, Juru Bicara TPNPB, Sebby Sambom, mengatakan Pasukan Khusus TPNPB Kodap III Ndugama dan Kodap XVI Yahukimo bertanggung jawab atas penyerangan di tambang yang berada di Kali I, Distrik Seradala, Kabupaten Yahukimo, Provinsi Papua Pegunungan.
“TPNPB Organisasi Papua Merdeka bertanggung jawab atas pembunuhan itu,” kata Sambom.
Sambom menyatakan tambang emas di Distrik Seradala itu adalah tambang emas ilegal. Dia juga menyampaikan tuduhan bahwa ada intelijen TNI yang menjadi pekerja tambang di Yahukimo itu.
Menurut Sambom, pihaknya telah berulang kali memperingatkan warga sipil untuk meninggalkan daerah konflik bersenjata, karena TPNPB tidak akan berkompromi dan menembaknya.
Sambom menyatakan pihaknya kembali menuntut pemerintah segera membuka ruang dialog untuk mencari solusi atas konflik bersenjata di Tanah Papua.
“Kami TPNPB meminta negara segera buka ruang berunding dengan bangsa Papua, guna mencari solusi. Sekali lagi, kami TPNPB tidak main-main,” katanya. (*)
Artikel ini sudah terbit di jubi.id dengan judul: Kadepa: Tambang emas ilegal berpotensi menimbulkan konflik