“Artinya, masyarakat adat mesti dilibatkan dalam mekanisme pengelolaan tanah termasuk, sumber daya alamnya. Dalam kaitannya dengan pemanfaatan sumber daya alam skala besar oleh swasta, bentuk-bentuk manfaat yang diberikan dalam penjelasan Pasal 43 ayat 4 UU Nomor 21 Tahun 2001,”
Jayapura, Jubi TV – Kelompok Khusus atau Poksus DPR Papua kini berupaya mendorong rancangan peraturan daerah provinsi atau Reperdasi persetujuan Atas dasar informasi di Awal Tanpa Paksaan atau Padiatapa.
Ketua Kelompok Khusus DPR Papua, John NR Gobai, mengatakan Padiatapa akan mengatur hak-hak masyarakat adat dalam pemanfaatan lahan oleh investor atau pemerintah.
Katanya, Padiatapa juga mengatur proses meminta persetujuan pihak terkait, tanpa paksaan. Didasari penyampaian informasi awal, mengenai kegiatan yang akan dilaksanakan, kemungkinan dampak yang ditimbulkan dan manfaat yang akan diperoleh dari pelaksanaan kegiatan itu.
Katanya, sesuai Pasal 43 ayat 4 Undang Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2001 tentang otonomi khusus Papua, surat izin perolehan dan pemberian hak, diterbitkan sesudah diperoleh kesepakatan dalam musyawarah antara para pihak yang memerlukan tanah dengan masyarakat adat.
“Artinya, masyarakat adat mesti dilibatkan dalam mekanisme pengelolaan tanah termasuk, sumber daya alamnya. Dalam kaitannya dengan pemanfaatan sumber daya alam skala besar oleh swasta, bentuk-bentuk manfaat yang diberikan dalam penjelasan Pasal 43 ayat 4 UU Nomor 21 Tahun 2001,” kata John Gobai melalui panggilan teleponnya kepada Jubi, Minggu (12/6/2022).
Menurutnya, Pasal 43 ayat 4 UU Nomor 21 Tahun 2001 mengatur pemanfaatan yang diberikan pihak swasata dapat berupa pajak kepada pemerintah daerah, royalti kepada masyarakat adat, sewa tanah kepada masyarakat adat sekitar dan masyarakat terdampak.
Anggota Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPR Papua itu mengatakan, kompensasi bagi masyarakat adat dan masyarakat yang terkena dampak.
Saham kepada masyarakat adat dan pemerintah provinsi atau kabupaten/kota. Kontrak bisnis juga diberikan bagi masyarakat sekitar dan donasi Bmbentuk kompensasi lainnya.
“Penentuan atas bentuk dan besarnya kompensasi dan lamanya masa kontrak, harus dimusyawarahkan dan diputuskan berdasarkan kesepakatan dengan prinsip Free, Prior, Informed, Consent atau FPIC,” ujarnya.
Ia mengatakan dalam musyawarah dengan prinsip FPIC, keputusan seharusnya dicapai dengan proses saling meghormati kepentingan masing-masing pihak.
Tanpa ada intimidasi, ancaman, penyuapan, dan pemaksaan, tidak boleh ada hasil yang bersifat pura-pura atau tipuan. Setiap negosiasi harus berlangsung sebelum pemerintah atau investor memutuskan kegiatan apa yang akan mereka laksanakan.
Menginformasikan rencana investasi atau proyek kepada masyarakat. Ini bertujuan memberi waktu kepada masyarakat untuk membaca dan mempelajari, nilai dan mendiskusikan tentang rencana itu.
“Setiap keputusan atau kesepekatan yang dicapai, mestinya dilakukan melalui sebuah proses terbuka dan bertahap. Menghormati hukum adat dan otoritas-otoritas masyarakat,” kata John Gobai. (*)
Berita ini telah ditayangkan di Jubi.id dengan Judul:Poksus DPR Papua upayakan Reperdasi Padiatapa