Jayapura, Jubi TV– Proses Coklit (Pencocokan dan Penelitian) Pemutakhiran Data Pemilih untuk Pilkada 2024 di Papua yang berlangsung dari 24 Juni hingga 24 Juli 2024, ternyata masih menyisakan banyak permasalahan.
Bawaslu Provinsi Papua menemukan bahwa masih ada pemilih di sembilan kabupaten/kota yang belum dicoklit. Ketua Bawaslu Provinsi Papua, Hardin, mengungkapkan hal tersebut dalam wawancaranya pada Senin (29/07/24) saat melakukan uji petik di Distrik Heram, Kota Jayapura.
“Kami telah mengumpulkan data baik dari temuan maupun laporan dari Bawaslu Kabupaten/Kota se-Provinsi Papua terkait pengawasan coklit. Ditemukan bahwa masih ada beberapa Kartu Keluarga (KK) yang belum dicoklit namun sudah ditempel stiker di rumahnya. Contohnya, di Kota Jayapura tercatat lebih dari 15 KK yang belum di coklit tapi sudah ditempel stiker. Di Sarmi, ada sekurangnya 60 KK yang sudah dicoklit namun belum ditempel stiker. Bahkan ada yang sama sekali belum dicoklit dan tidak pernah bisa mengikuti pesta demokrasi sejak 2014,” ungkap Hardin.
Hardin menambahkan bahwa beberapa pantarlih belum menerima Surat Keputusan (SK) dari KPU, sehingga legalitas mereka perlu dipertanyakan.
“Terkait temuan ini, jajaran pengawas hingga tingkat kelurahan/desa telah memberikan saran perbaikan kepada KPU untuk segera ditindaklanjuti,” jelasnya dalam rilis yang diterima Jubi.
Di sisi lain, Yofrey Piryamta N. Kebelen, Kordiv Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat (P2H) Bawaslu Provinsi Papua, menjelaskan berbagai kerawanan yang ditemukan dalam proses coklit.
“Kerawanan tersebut antara lain pantarlih tidak mencoret pemilih yang tidak memenuhi syarat, seperti yang telah meninggal dunia, pemilih ganda, atau yang berubah status menjadi TNI/Polri. Ada juga pantarlih yang tidak datang langsung kepada pemilih dan malah menggunakan jasa pihak lain untuk melakukan coklit,” kata Yofrey.
Yofrey juga menyoroti masalah pantarlih yang tidak menempelkan stiker Coklit untuk setiap KK setelah melakukan coklit dan bahkan ada pantarlih yang mencoret pemilih yang sebenarnya memenuhi syarat. “Beberapa pantarlih juga tidak menindaklanjuti masukan dan tanggapan masyarakat serta rekomendasi pengawas Pemilu,” tambahnya.
Sementara itu, Haritje Latuihamallo, Kordiv Hukum dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Provinsi Papua, menekankan bahwa ada sanksi pidana bagi pelanggaran dalam pelaksanaan coklit.
“Setiap orang yang memberikan keterangan tidak benar mengenai diri sendiri atau orang lain untuk pengisian daftar pemilih dapat dipidana dengan penjara tiga hingga dua belas bulan dan denda tiga hingga dua belas juta rupiah sesuai dengan Pasal 177 UU Nomor 1 Tahun 2015,” jelas Haritje.
Ia juga menambahkan bahwa pemalsuan data dan daftar pemilih dapat dipidana dengan penjara dua belas hingga tujuh puluh dua bulan dan denda dua belas hingga tujuh puluh dua juta rupiah, seperti yang diatur dalam Pasal 177A UU Nomor 10 Tahun 2016. “Jika pelanggaran ini dilakukan oleh penyelenggara pemilihan dan/atau saksi pasangan calon, ancaman pidananya ditambah sepertiga dari pidana maksimum,” kata Haritje.
Haritje juga mengingatkan bahwa anggota PPS, PPK, KPU Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi yang tidak melakukan verifikasi dan rekapitulasi data pemilih dapat dipidana dengan penjara dua puluh empat hingga tujuh puluh dua bulan dan denda dua puluh empat hingga tujuh puluh dua juta rupiah sesuai Pasal 177B UU Nomor 10 Tahun 2016. Selain itu, setiap orang yang menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya dapat dipidana dengan penjara dua belas hingga dua puluh empat bulan dan denda dua belas hingga dua puluh empat juta rupiah sesuai Pasal 178 UU Nomor 1 Tahun 2015.
Pemutakhiran Data Pemilih adalah kegiatan untuk memperbarui data pemilih melalui pencocokan dan penelitian terhadap daftar pemilih yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota dengan bantuan PPK, PPS, dan Pantarlih.
Proses ini mencakup sinkronisasi DP4 dengan DPT Pemilu terakhir dan dapat dilengkapi dengan sumber data lain. Penyusunan Daftar Pemilih dilakukan dengan membagi pemilih untuk setiap TPS paling banyak 600 orang, memperhatikan kemudahan akses, dan tidak memisahkan pemilih dalam satu keluarga pada TPS yang berbeda.
Rekapitulasi daftar pemilih hasil coklit diserahkan kepada KPU Kabupaten/Kota untuk dilakukan rekapitulasi tingkat kabupaten/kota dan kemudian ditetapkan sebagai DPS (Daftar Pemilih Sementara). DPS diumumkan untuk mendapatkan masukan dari masyarakat selama sepuluh hari. Jika ada koreksi, PPS memperbaiki DPS dan menyerahkannya kepada KPU Kabupaten/Kota untuk ditetapkan sebagai DPT (Daftar Pemilih Tetap).
Dengan masih adanya kekurangan dalam proses coklit ini, Bawaslu Provinsi Papua berharap KPU segera menindaklanjuti temuan-temuan tersebut untuk memastikan data pemilih yang valid dan akurat, guna menyukseskan Pilkada 2024. (*)
Artikel ini sudah terbit di Jubi.id