Jayapura, Jubi TV – Pemilu 2024 yang inklusi dan ramah disabilitas, yang menjadi semangat Komisi Pemilihan Umum tahun ini, agaknya menjadi slogan belaka. Pada hari pemungutan suara di bilik tempat pemungutan suara (TPS), pemilih difabel netra mengaku kesulitan.
Meski sudah bersama pendamping, pemilih difabel netra tidak bisa menelusuri sendiri calon pemimpin dan wakilnya di legislative, karena tidak tersedia kertas suara braille.
Mereka bergantung pada pengalaman memilih pada pemilu-pemilu sebelumnya.
Hal ini ditemukan Stefanus Imbiri, Ketua Penyandang Difabel Netra di Kota Jayapura, usai menggunakan hak memilihnya di TPS 039 Polimak 2 Asri, Kelurahan Adipura, Kota Jayapura, Papua, Rabu (14/2/2024).
“Pencoblosan tadi itu semuanya sudah baik cuma kalau untuk kertas suaranya memang ada sedikit menyulitkan karena ada lima. Tapi dari pengalaman saya, saya sudah ingat nama orang, nama partai untuk caleg ya, itu sudah bisa membantu untuk dalam pencoblosan itu bisa cepat. Memang untuk kertas suara kalau boleh untuk pemilihan berikutnya itu harus ada yang berbentuk braille begitu supaya bisa ditelusuri sendiri dan pencoblosan itu bisa berjalan baik,” kata Stefanus Imbiri kepada Jubi.
Stefanus bersama tujuh pemilih difabel netra lainnya juga harus menunggu pada antrian pemilih umumnya.
Padahal, Stefanus mengaku telah menerima informasi dalam sosialisasi yang diberikan KPU tentang adanya kursi-kursi prioritas bagi pemilih rentan, yakni pemilih disabilitas serta ibu hamil, menyusui, dan lansia.
“Dalam sosialisasi sudah disampaikan begitu. Tapi ya tidak tahu juga petugas KPPS ini mengerti itu atau tidak,” kata Stefanus.
Tempat tinggal Stefanus dan ketujuh difabel netra lainnya berjarak sekitar 500 meter. Mereka tinggal bersama puluhan netra lain di bawah naungan Yayasan Humania Papua.
Mereka jalan bersama dengan dipandu masing-masing pendamping. Rata-rata para pendamping merupakan anggota keluarga.
Pendamping Difabel Netra, Yorse Rumsaro yang juga pengelola Yayasan Humania Papua mengatakan, total difabel netra di tempatnya terdapat 78 orang dari 17 kepala keluarga.
Yayasan Humania Papua berdiri sejak 1996 hingga saat ini. (*)
Artikel ini sudah terbit di jubi.id