Jubi TV– Langkah Gubernur Papua, Lukas Enembe membentuk Tim Hukum dan Advokasi untuk Keadilan, Demokrasi, dan HAM di Tanah Papua dikritisi aktivis Hak Asasi Manusia asal Papua, Natalius Pigai. Menurut Pigai, lebih baik dana yang dialokasikan untuk tim itu digunakan untuk membantu Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Papua dan WALHI Papua.
Hal itu dinyatakan Natalius Pigai saat dihubungi Jubi melalui panggilan telepon pada Sabtu (6/3/2022). Pigai menyatakan pada dasarnya dia mendukung pembentukan tim advokasi hukum dan kebijakan yang dibentuk Gubernur Papua, namun ia menilainya itu bukan langkah terbaik untuk mengadvokasi persoalan Papua.
Baca berita terkait, https://jubitv.id/gubernur-lukas-enembe-bentuk-tim-hukum/
“Lebih tepat lagi jika Pemerintah Provinsi Papua memberi fasilitas termasuk pembangunan Kantor LBH Papua dan Walhi yang memperjuangkan keadilan hukum, HAM serta kelestarian lingkungan,” kata Pigai.
Mantan komisioner Komnas HAM RI itu membandingkan kondisi Kantor LBH Papua dengan Kantor LBH Jakarta yang belantai empat dan dibangun Gubernur DKI Jakarta melalui dana hibah. “Pemerintah Provinsi Papua juga memikirkan keadilan bagi rakyat Papua,” ucapnya.
Sebelumnya, Gubernur Papua mengumumkan pembentukan Tim Hukum dan Advokasi untuk Keadilan, Demokrasi, dan HAM di Tanah Papua. Tim itu dibentuk untuk melakukan advokasi hukum dan kebijakan Pemerintah Provinsi Papua yang berkaitan dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (UU Revisi UU Otsus Papua).
Tim itu diketuai Saor Siagian, dan diperkuat dua anggota yakni, Stefanus Roy Rening dan Usman Hamid. Belakangan, Usman Hamid mengumumkan dirinya mengundurkan diri dari jabatannya selaku anggota membentuk Tim Hukum dan Advokasi untuk Keadilan, Demokrasi, dan HAM di Tanah Papua.
Ketua tim advokasi itu, Saor Siagian mengatakan pihaknya sangat prihatin adanya tekanan maupun ancaman kriminalisasi terhadap Gubernur Papua. Oleh karena itu, pihaknya akan mendorong adanya perlindungan hukum dan jaminan keamanan bagi Gubernur Papua.
“Tidak tertutup kemungkinan kami juga akan menempuh langkah advokasi hukum litigasi dan non-litigasi,” kata Siagian.
Siagian menjelaskan tim advokasi serupa juga pernah dibentuk Gubernur Papua untuk mengadvokasi kasus pembunuhan Pendeta Yeremia Zanambani yang terjadi pada 19 September 2020. Tim itu dikenal sebagai Tim Kemanusiaan Kasus Kekerasan Terhadap Tokoh Agama di Intan Jaya.
Siagian menyatakan pihaknya akan terus mendorong agenda reformasi sektor keamanan dan perlindungan bagi korban pelanggaran HAM di Tanah Papua.
“Kami akan mendorong tindaklanjut kebijakan itu agar korban melihat keadilan. Juga demi menjaga reformasi institusi, baik TNI, POLRI, maupun BIN yang berperan di Tanah Papua serta agar ada jaminan ketidakberulangan. Kami diberi kuasa untuk melakukan pendampingan hukum, pemberian keterangan dan atau klarifikasi pada setiap instansi yang terkait dengan masalah hukum maupun politik hukum di Tanah Papua, terutama dalam kerangka kebijakan otonomi khusus dan perlindungan hak-hak Orang Asli Papua,” kata Siagian. (*)