Jayapura, Jubi TV– Hutan adalah tempat mengisi ‘dapur’ bagi keluarga. Hutan juga merupakan ‘apotek’ bagi penyembuhan jika anggota keluarga sakit. Perempuan Papua pegang peran utama di sana.
Hal itu dikatakan Koordinator West Papua Feminis Forum atau WPFF, Ester Haluk kepada wartawan Jubi saat diwawancara melalui telepon, Selasa malam (18/6/2024).
Katanya, perempuan Papua adalah sosok yang memelihara kehidupan. Dia yang selalu bergerak di ruang-ruang domestik. Perempuan Papua tahu segala hal yang dapat menunjang keberlangsungan hidup keluarganya.
“Dia [perempuan Papua] sangat tahu tanaman apa yang dijadikan obat, bahkan semua hal yang berhubungan dengan tong punya identitas dan semua itu sumbernya dari hutan,” Haluk.
Menurutnya hutan, perempuan dan deforestasi atau perampasan tanah adat, sangat terhubung kuat. Karena ketiganya menyangkut dengan eksistensi perempuan Papua sebagai sosok yang memelihara kehidupan dan sumber kehidupannya semua dari hutan.
“Jadi hubungannya dengan perempuan sangat kuat, perempuan yang memelihara kehidupan, perempuan yang mengusahakan segala macam. Ambil tanaman dari hutan, anak sakit ambil tumbuhan obat dari hutan, bapak mana pernah tahu tentang apa yang dipakai, perempuan yang selalu berhadapan dengan hal-hal itu,” tuturnya.
Haluk mengatakan perlu disadari oleh masyarakat Papua, tiga hal pokok yang berpotensi menghapus eksistensi orang Papua, menyangkut hidup dan matinya orang Papua sedang berjalan bersamaan yaitu ekosida, etnosida, dan genosida. “Tiga ini kan sedang terjadi dan beriringan di Papua,” katanya.
Haluk yang juga sebagai Sekretaris Departemen Gereja Kingmi di Tanah Papua itu mengatakan, sebagai aktivis yang aktif mengkampanyekan hak-hak orang Papua, terkhusus eksistensi perempuan Papua, dia menilai Papua sedang menuju kepada penghilangan Identitas yang terstruktur dan sangat terencana.
“Hal-hal apa yang membedakan kita dari orang Indonesia yang lain, itu sengaja sekarang sedang dihilangkan secara masif. Sa takutkan generasi yang lahir berikutnya akan tidak tahu sama sekali tentang dong punya identitas, sekarang sudah mulai, sedang terjadi, meskipun belum terlihat jelas,” katanya
Dia menambahkan contoh nyata dari penghapusan Identitas orang Papua yang sedang berlangsung adalah Identitas pakaian adat yang notabene dari setiap suku berbeda-beda. Namun, anak-anak Papua sendiri pun menggunakan pakaian adat itu secara bercampur.
“Ini tidak ada penghormatan terhadap Identitas. Karena memang itu yang sedang sengaja dihilangkan, sesuatu yang khas dan membedakan orang Papua dengan suku bangsa yang lain sedang dimusnahkan ,” tutur Haluk.
Sementara itu, Pendamping Perempuan dan Anak dari Lembaga Bantuan Hukum Tong Pu Ruang Aman, Novita Opki mengatakan, Orang Papua pada umumnya tidak mengikuti fase-fase peradaban yang sempurna karena ketergantungan dengan hutan dan alam sebagai penyedia sumber kehidupan.
“Jadi awalnya kita di Papua ini hidup dalam tatanan masyarakat yang komunal [Kepemilikan bersama atas segala SDA]. Kasih bergantung pada alam, bergantung pada alam yaitu hidup dengan berburu, berkebun kemudian meramu makan bersama-sama,” kata Opki.
Opki menambahkan eksistensi orang Papua juga tampak bergeser setelah kehadiran corak peradaban baru yang dikenal dengan kapitalisme. Dia menambahkan hadirnya kapitalisme juga menggiring sebuah sistem milik negara yang disebut militerisme.
“Sejak1962 pasca masuknya Indonesia ke Papua, beberapa wilayah di Papua ditetapkan sebagai daerah operasi militer dan ada pola kekerasan yang dirasakan masyarakat Papua terutama kelompok rentan seperti perempuan dan anak,”. (*)
Artikel ini sudah terbit di jubi.id