Polisi sebaiknya menjalankan tugas mereka menegakan hukum, pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat daripada mencari kambing hitam dalam setiap peristiwa kekerasan di Papua.
Jubi TV – Komite Nasional Papua Barat (KNPB) membantah tudingan Kepolisian Daerah Papua yang menyebutkan adanya dugaan keterlibatan KNPB dalam bentrokan yang terjadi di Dekai, Selasa (15/3/2022). Bentrokan dalam aksi penolakan DOB mengakibatkan dua orang meninggal dunia dan sejumlah lainnya terluka tembak. Selain itu, sejumlah bangunan dibakar oleh massa.
Dalam pernyataannya kepada wartawan salah satu media di Jakarta, Direskrimum Polda Papua Kombes Faizal Ramadhani, menyebutkan Polda Papua menemukan dugaan keterlibatan KNPB dalam bentrokan yang berujung rusuh setelah aksi demo penolakan DOB di Yahukimo itu. Sebelumnya, Kapolda Papua, Irjenpol Mathius D. Fakhiri juga menyampaikan dugaan yang sama karena dalam massa aksi ada beberapa orang yang menggunakan seragam KNPB.
“KNPB Tidak terlibat dalam aksi demo di Yahukimo. Aksi demo di Yahukimo adalah demo rakyat Papua atau solidaritas Tolak Pemekaran Provinsi Baru dan kabupaten/kota,” kata Ones Suhuniap. Juru bicara KNPB Pusat.
Kata Suhuniap, KNPB sejak 2009 sampai dengan saat ini selalu dituduh sebagai pelaku beberapa kasus kekerasan di Papua. Tahun 2021 KNPB dituduh terlibat dalam kasus penyerangan Polsek Kisor di Maybrat. Lalu KNPB juga dituduh menyiapkan aksi gagalkan PON Papua.
“Namun itu tidak terbukti. Masih banyak lagi tuduhan pada KNPB, yang sayangnya hanya asumsi pihak keamanan saja,” kata Suhuniap.
KNPB lanjut Suhuniap bukanlah organisasi gerakan bersenjata. KNPB bergerak dalam kota dan berjuang secara damai.
Ia menambahkan polisi sebaiknya menjalankan tugas mereka menegakan hukum, pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat daripada mencari kambing hitam dalam setiap peristiwa kekerasan di Papua.
“Menuduh KNPB atau mengkriminalisasi KNPB sebagai pihak yang mendalangi kekerasan, tidak akan menghentikan siklus kekerasan di Papua,’ ujar Suhuniap.
Suhuniap juga membantah pernyataan polisi yang menyebutkan aparat terpaksa menindak tegas karena massa sudah mulai melakukan perusakan dan pembakaran rumah kios (ruko). Selain itu, massa juga mulai menyerang anggota polisi. Akibatnya beberapa mengalami luka-luka.
“Bentrokan antara massa dan apparat keamanan itu terjadi karena polisi membubarkan paksa massa aksi dengan tembakan dan gas air mata, setelah ada seseorang yang didapati menggunakan kamera drone untuk memotret massa aksi,”ujar Suhuniap.
Orang ini, lanjut Suhuniap saat dimintai kartu identitasnya, ia menolak. Ia lalu keluar dari massa aksi dan berjalan menuju anggota polisi yang sedang berjaga. Tak lama kemudian terdengar bunyi tembakan dan polisi mulai melontarkan gas air mata. Massa yang mendengar bunyi tembakan membubarkan diri sambal melempar batu pada apparat keamanan.
Saat massa sedang lari membubarkan diri itu, massa mengtahui ada pendemo yang jatuh tertembak. Hal ini menimbulkan kemarahan massa sehingga mereka membakar ruko-ruko di sekitar lokasi demo dan Kantor Infokom.
Kapolda Papua meyakini personelnya telah menjalankan tugas sesuai dengan prosedur saat berusaha menangani massa yang mengamuk dan melakukan perusakan. Meski demikian, Kapolda tetap mengirimkan tim Propam Polda Papua untuk mengecek SOP anggotanya.
“Saya mengirim para pejabat (Dirpropam Polda Papua) untuk melihat apakah SOP yang dilakukan oleh Polres setempat sudah sesuai dengan SOP yang ada di Polri dalam penggunaan kekuatan termasuk langkah-langkah penanganan lain,” kata Kapolda.
Menurut Suhuniap, berdasarkan informasi terakhir yang dikumpulkan masyarakat Dekai korban-korban luka tembak dalam bentrokan tersebut berjumlah sembilan orang. Korban meninggal bernama Yakob Meklok (39) dan Erson Weipsa (21). Korban kritis dan masih menjalani perawatan di RS dekai adalah Anton Itlay (23), Ripen Keroman (20), Omori Bahabol (22). Sedangkan Setti Kobak (23), Lukas Busup (37), Ance Kaningga (17), Luky Kobak (21) dan Miren Omu (22) menjalani rawat jalan. (*)