Jayapura,Jubi TV– Klinik Perkotaan Epeanda, yang terletak di Provinsi Southern Highlands, Papua Nugini (PNG) telah menjadi mercusuar bagi harapan banyak orang, di sana. Klinik in menyediakan perawatan kesehatan terpadu yang memastikan individu menerima layanan klinis holistik dan tepat waktu.
Melalui Proyek Integrasi Kesehatan Seksual & Reproduksi (SRHIP), klinik tersebut telah memperkuat kapasitasnya untuk mendiagnosis dan mengelola HIV dan infeksi menular seksual (IMS) lainnya, menawarkan intervensi yang menyelamatkan jiwa bagi mereka yang membutuhkan. Demikian dikutip jubi.id dari laman internet, insidepng.com, Kamis (10/4/2025).
Salah satu pasien tersebut adalah Marchella Andrew, seorang perempuan berusia 28 tahun dari Karinz, daerah pemilihan Mendi Munhiu. Ia tengah berjuang melawan penyakit misterius yang makin memburuk setiap bulannya. Awalnya, ia menyadari adanya ruam parah di wajah yang menyebar secara agresif di wajah dan tubuhnya.
Setelah mencari pertolongan dari berbagai klinik dan rumah sakit di Provinsi Western Highlands, PNG. Ia telah berulang kali didiagnosis menderita infeksi kulit dan diberi antibiotik serta krim, akan tetapi tidak ada yang berhasil. Karena putus asa mencari pertolongan, ia beralih ke obat-obatan yang dijual bebas, tetapi kondisinya malah semakin memburuk.
Karena penyakitnya tak tertahankan, yang memengaruhi kemampuannya untuk mengurus keluarga dan menjalani kehidupan normal, ia memutuskan untuk pergi ke Mendi, Provinsi Southern Highlands, untuk mencari perawatan medis yang tepat. Di Klinik Perkotaan Epeanda, ia ditangani oleh Nicholas Philip, seorang petugas kesehatan terlatih.
Klinik Perkotaan Epeanda merupakan salah satu dari 13 fasilitas Layanan Kesehatan Gereja Katolik (CCHS) yang melaksanakan Proyek Integrasi Kesehatan Seksual & Reproduksi (SRHIP), sebuah program Pemerintah Australia yang dilaksanakan CCHS dalam kemitraan dengan ASHM, Burnet Institute, dan Igat Hope PNG.
Proyek ini memastikan bahwa fasilitas kesehatan menyediakan layanan holistik dan terpadu, menjangkau mereka yang paling membutuhkan.
Saat melihatnya, Nicholas hampir tidak dapat mengenali wajahnya karena ruam merah dan bengkak yang parah. Merasakan urgensi kondisinya, ia segera mengambil riwayat medisnya dan melakukan tes HIV. Dalam waktu 15 menit, hasilnya reaktif.
Untuk memastikan diagnosis, Nicholas merujuknya ke situs Konseling dan Pengujian Sukarela (VCT) Epeanda, di mana ia menjalani tes lebih lanjut menggunakan alat ABON dan Genie Fast. Kedua hasil tersebut mengonfirmasi bahwa ia positif HIV.
Sesaat, dunianya terasa hening. Beban diagnosis itu sangat berat, tetapi konseling pra-dan pasca-tes Nicholas meyakinkannya bahwa perawatan tersedia dan bahwa ia dapat memulihkan kesehatannya.
Tanpa ditunda, ia mulai menjalani Terapi Antiretroviral atau (ART), bersama dengan obat-obatan untuk IMS, flukonazol, dan albendazol untuk mengatasi infeksi lainnya. Nicholas dengan hati-hati menjelaskan pentingnya kesetiaan pada ART, mempersiapkannya menghadapi potensi efek samping, dan mendorongnya untuk tetap berkomitmen pada pengobatan.
Di balik keberhasilan kasus seperti yang dialami Marchella adalah bimbingan dan bimbingan dari Maria Koke, Mentor Utama untuk layanan HIV dan IMS. Keahliannya telah berperan penting dalam melatih tenaga kesehatan seperti Nicholas, memastikan bahwa mereka memberikan layanan konseling, pengujian, dan pengobatan berkualitas tinggi.
Dua bulan kemudian, Marchella kembali untuk pemeriksaan rutinnya. Perubahannya luar biasa—kulitnya bersih, dia tampak sehat, dan dia lebih energik. Sambil tersenyum, dia mengungkapkan rasa terima kasihnya:
“Saya menikah dengan seorang warga Western Highlands dan memiliki seorang anak. Kami hidup bahagia bersama hingga saya jatuh sakit. Saya mencari pertolongan di banyak klinik dan rumah sakit di Western Highlands, tetapi mereka hanya mengobati gejala-gejala yang saya alami. Baru setelah saya datang ke Epeanda, saya akhirnya menemukan akar penyebab penyakit saya. Saya sangat bersyukur bahwa saya didiagnosis, diobati, dan diberi kesempatan kedua untuk hidup.”
Saat ini, Marchella adalah salah satu dari lebih dari 600 pasien yang secara aktif menerima perawatan di lokasi VCT Epeanda, yang memiliki lebih dari 1.600 klien terdaftar.
Integrasi layanan HIV dalam klinik perkotaan utama telah meningkatkan aksesibilitas terhadap pengujian dan pengobatan, memastikan bahwa lebih banyak orang menerima perawatan tepat waktu dan komprehensif.
Perjalanan hidupnya menyoroti pentingnya pengujian dini dan diagnosis yang akurat. Jika ia terus menerima perawatan simptomatis, kesehatannya akan memburuk, yang berpotensi menyebabkan komplikasi yang mengancam jiwa.
Petugas kesehatan berperan penting dalam memastikan pasien menjalani pemeriksaan yang tepat dan menerima tindakan yang dapat menyelamatkan nyawa. Namun, tantangan tetap ada. Kekurangan alat tes HIV terkadang menunda diagnosis dan pengobatan.
Kekhawatiran kerahasiaan muncul ketika anggota keluarga menuntut untuk mengetahui diagnosis pasien. Hambatan geografis juga mencegah banyak orang mengakses layanan kesehatan tepat waktu.
Untuk memperkuat pemberian layanan, Nicholas dan tim Klinik Perkotaan Epeanda menekankan perlunya pasokan alat tes HIV yang konsisten, pelatihan dan bimbingan berkelanjutan bagi petugas kesehatan, serta perluasan Konseling dan Pengujian yang Dimulai oleh Penyedia Layanan (PICT) bagi semua pasien yang mengunjungi klinik.
Kisah Marchella adalah bukti kekuatan layanan kesehatan terpadu. Kisah ini menjadi pengingat bahwa dengan deteksi dini, perawatan yang tepat, dan perawatan penuh kasih sayang, setiap pasien berhak mendapatkan kesempatan kedua dalam hidup. (*)
Artikel ini sudah terbit di Jubi.id