Otsus selama 20 tahun belum optimal di Papua Barat. Kewenangan daerah sangat terbatas.
Manokwari, Jubi TV – Keberhasilan otonomi khusus tidak dapat diukur hanya dengan besaran anggaran yang dikucurkan pemerintah pusat. Desentralisasi atau pendelegasian kewenangan dan urusan pemerintah ke daerah juga mutlak untuk mengefektifkan tujuan dari otonomi khusus.
“Pelaksanaan Otsus [Otonomi Khusus] Papua dan Papua Barat selama 20 tahun ini belum optimal di Raja Ampat. Setiap [pengajuan] rancangan perdasus [peraturan daerah khusus] terganjal dengan berbagai peraturan [dari pemerintah pusat],” kata Wakil Bupati Raja Ampat Orideki Iriano Burdam.
Burdam menyatakan itu saat Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Otonomi Khusus Papua Barat, di Manokwari, pekan lalu. Dia menyatakan industri pariwisata di Raja Ampat semestinya dapat dikelola secara mandiri oleh masyarakat dan pemerintah daerah setempat. Akan tetapi, intervensi pemerintah pusat masih sangat kuat sehingga pengembangannya kurang optimal.
“Pengalaman ini jangan terulang lagi untuk 20 tahun ke depan. Kuatnya intervensi pemerintah pusat mengakibatkan pelaksanaan program belum optimal,” tegasnya.
Sejumlah pemerintah kabupaten dan kota di Papua Barat mengeluhkan hal serupa. Mereka berharap pemerintah pusat memberikan kewenangan lebih luas dalam mengembangkan potensi daerah.
“Potensi sumber daya alam belum dapat dikelola secara mandiri dan lestari oleh masyarakat adat. Mereka harus menunggu perizinan dari kementerian dan lembaga nonkementerian,” kata Bupati Pegunungan Arfak Yosias Saroi.
Dia melanjutkan salah satu potensi di daerahnya ialah penambangan emas. Potensi itu belum tergarap karena rumit dan berbelit-belitnya perizinanan di pemerintah pusat.
“Pengurusan izin pengelolaannya butuh proses panjang hingga ke kementerian. [Pengajuan izin] bahkan terganjal oleh aturan pemerintah puat,” keluh Saroi.
Penerapan Otsus Papua mendapat kritikan keras dari sejumlah kalangan. Berbagai aksi digelar masyarakat di Tanah Papua dan sejumlah daerah di Indonesia. Mereka menolak perpanjangan masa pemberlakuan Otsus di Papua dan Papua Barat.
Akan tetapi, pihak Jakarta berkukuh dan menganggap Otsus merupakan solusi terbaik bagi Rakyat Tanah Papua. DPR RI pun akhirnya mengesahkan revisi Undang Undang Otsus Papua dan Papua Barat pada Juli tahun lalu.
Kebijakan tersebut lagi-lagi mendapat reaksi keras dari berbagai kalangan. Mereka menilai Undang Undang baru itu justru makin mengekang dan memangkas kekhususaan Papua. Kekhususan yang dipangkas itu, di antaranya penghapusan aturang tentang pendirian partai politik lokal. Selain itu, pemekaran wilayah tidak mesti lagi mendapat rekomendari dari Majelis Rakyat Papua, atau Majelis Rakyat Papua Barat.
Amalkan Pancasila
Sementara itu, Deputi Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) Paulus Waterpauw berkeyakinan konflik tidak akan terjadi di Tanah Papua apabila penyelenggara pemerintahan setempat memahami dan mengamalkan Pancasila. Itu karena mereka pasti akan menjalankan tugas dengan baik sebagaimana yang diamanatkan konstitusi Indonesia.
“Penyelenggaraan negara harus memahami dan melaksanakan nilai-nilai Pancasila. Jika mereka memahami dan menjalankannya, [saya] percaya tidak ada permasalahan [di Papua]. Rakyatnya [akan] adil dan makmur,” kata Waterpauw, saat kuliah umum di Universitas Muhammadiyah Sorong, Sabtu pekan lalu.
Mantan Kepala Badan Intelijen Keamanan Polri itu menegaskan Pancasila merupakan ideologi yang mempersatukan seluruh Rakyat Indonesia. Banyak konflik dalam kehidupan berbangsa setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan, tetapi semua itu dapat diatasi berkat Pancasila sebagai perekat persatuan.
Antara melaporkan kuliah umum tersebut diikuti sejumlah pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa di Kota Sorong. Beberapa tokoh masyarakat juga hadir untuk mendengarkan penyampaian materi oleh Waterpauw.
“Kuliah umum ini sebagai salah satu syarat untuk meningkatkan akreditasi Universitas Muhammadiyah Sorong. Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Paulus Waterpauw yang memberikan materi dalam kegiatan ini,” kata Rektor Universitas Muhammadiyah Sorong Muhammad Ali, saat membuka perkuliahan. (*)