Sentani, Jubi TV– Pemerintah Kabupaten Jayapura hingga saat ini masih kesulitan memastikan kondisi kesehatan air di Danau Sentani, apakah dalam keadaan baik dan layak digunakan atau tidak. Hal ini disebab karena minimnya peralatan atau fasilitas penguji.
Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Jayapura Origenes Monim menjelaskan untuk memastikan kondisi seluruh air permukaan di Danau Sentani membutuhkan fasilitas dan peralatan yang memadai atau fasilitas dengan teknologi modern yang bisa memberikan informasi detail kepada publik.
“Selama ini secara sosial-budaya dan setiap saat, baik itu langsung maupun tidak langsung, kita hanya menyampaikan tentang kondisi air di danau ini sedang dialiri oleh limbah, sampah, air, tanah, sisa makanan, sisa plastik dari bengkel, warung makan, hingga perumahan yang bermuara ke Danau Sentani,” ujar Origenes saat ditemui diruang kerjanya di Kantor DLH Kabupaten Jayapura, Gunung Merah Sentani, Jumat (9/8/2024).
Menurut Origenes selama ini dalam pengelolaan kebersihan danau, masyarakat selalu berpikir terbalik bahwa semuanya menjadi tanggung jawab Pemkab Jayapura.
“Hal ini yang perlu juga menjadi atensi kita bersama untuk mengubah cara pandang tersebut,” katanya.
Menurutnya, minimal upaya yang dilakukan Pemkab Jayapura melalui Dinas Lingkungan Hidup adalah secara perlahan terus melakukan inovasi-inovasi dan kerja nyata yang bisa membawa hasil sebagai bahan informasi yang nantinya dijadikan rujukan bersama. Salah satu adalah pemasangan alat dengan aplikasi ‘Sidanau’ oleh BRIN.
“Melalui Kementerian Lingkungan Hidup ada semacam fasilitas yang bekerja secara online (aplikasi) yang bentuk fisiknya sudah diletakkan pada dua titik di Danau Sentani,” katanya.
Aplikasi Sidanau oleh BRIN, kata Monim, berfungsi untuk membaca seluruh pergerakan atau aktivitas air permukaan Danau Sentani. Sidanau memantau tingkat keasaman, suhu, hingga zat dan benda-benda yang berdampak kepada pencemaran air di Danau Sentani.
“Ada dua tempat yang diletakkan sebagai titik pantau aplikasi, di wilayah tengah tepatnya di Kampung ifar Besar dan bagian timur di depan pantai wisata Khalkote,” katanya.
Monim mengatakan Sidanau sudah dipergunakan dalam satu tahun terakhir. Hasil pantauan di dua lokasi tersebut, kondisi Danau Sentani masih tergolong pencemaran rendah.
Berdasarkan pantauan Sidanau, jelasnya, sampah plastik, paling tinggi grafiknya. Sedangkan zat atau cairan lainnya yang disumbangkan melalui septik tank dan drainase masih belum tampak grafiknya.
“Keterbatasan anggaran mengakibatkan kerja-kerja yang berkelanjutan guna pengembangan hasil pantau serta penelitian yang terukur tidak berjalan dengan baik. Sejatinya, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Jayapura harus memiliki satu unit laboratorium khusus untuk pengamatan air permukaan,” katanya.
Monim berharap agar tugas dan kerja-kerja dari dinasnya bisa difasilitasi dengan peralatan yang mumpuni, secara khusus bagi Danau Sentani.
“Sehingga keberadaan danau ini bisa diawasi dan dijaga dengan baik dan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat yang tinggal di pinggirnya,” katanya.
Terkait kegiatan menjaga kebersihan Danau Sentani, kata Monim, setiap Minggu ada kerja bakti yang dilakukan, baik di muara sungai maupun di bagian-bagian tertentu danau.
Untuk pengelolaan Danau Sentani, tokoh masyarakat adat Frits Maurits Felle mengusulkan agar Pemkab Jayapura membuat peraturan daerah (perda) yang secara khusus memproteksi potensi sumber daya alam di wilayah tersebut, khususnya Danau Sentani dan Cagar Alam Siklop.
Menurutnya pesisir Danau Sentani hingga ke bagian tengahnya mengalami tekanan yang sangat berat, seperti banyak sampah dari daratan hingga terjadinya pendangkalan masif.
“Di bagian Dermaga Yahim dampak banjir bandang 2019 tidak dibersihkan dan saat ini sudah menjadi daratan. Lalu di beberapa titik dari kampung Ifar Besar hingga Nendali terjadi pendangkalan, tumpukan pasir halus mengakibatkan air danau menjadi kabur,” katanya.
Menurut Felle, dasar Danau Sentani berdasarkan laporan beberapa lembaga, termasuk LIPI (kini BRIN) menyebutkan bahwa dasar danau dipenuhi dengan sendimen dan endapan tanah setiap tahun naik setinggi satu meter lebih.
Setelah peristiwa banjir bandang pada Maret 2019, kata Felle, sudah pasti ratusan hingga ribuan kubik tanah dan pasir disertai sampah, serta berbagai jenis kayu dan batu sudah masuk dan mengendap di dasar danau.
“Paling tidak ada seperti unit pelaksana teknis dinas yang ditugaskan khusus untuk mengawasi seluruh aktivitas yang berlangsung di Danau Sentani, selain aturan perdagangan yang ditetapkan,” ujarnya.
Pemerhati dan pegiat lingkungan di Kabupaten Jayapura, Manase Bernard Taime, mengatakan dampak banjir bandang dan cuaca pada musim hujan yang intens mengakibatkan sampah perkotaan menumpuk atau bermuara ke Danau Sentani.
“Sebelum banjir bandang dan setelah banjir bandang, kita pernah membersihkan sampah yang membentang di danau ini, ibarat dua hingga tiga lapangan sepak bola lebarnya tumpukan sampah mengapung,” katanya.
Manase menyebutkan hingga saat ini belum ada aturan serta format yang baik untuk menangani sampah perkotaan di Danau Sentani, meski setiap pagi ada petugas yang membersihkan tumpukan sampah di sepanjang jalan utama. Menurutnya sistem drainase di Sentani juga tidak ramah lingkungan. Drainase hanya dibangun begitu saja tanpa diketahui aliran akhirnya di mana. Akibatnya ketika hujan deras meluap ke jalan raya dan mengalir ke sungai besar yang muaranya ke Danau Sentani.
“Secara terus-menerus kita bisa melihat bagaimana sampah perkotaan itu bermuara ke danau, demikian juga sampah-sampah lainnya seperti sampah dari tukang jual ikan laut di pinggir jalan, kandang babi di kompleks pemukiman dekat dengan sungai besar, dan juga dari pasar, warung, bengkel, pabrik tahu, dan masih banyak lagi yang lainnya,” ujarnya.
Berdasarkan laporan sidanau.brin.go.id, laju erosi Danau Sentani per tahun adalah 9.725 ton dan tingkat sedimentasi 90 ton. Sedangkan luas Daerah Tangkapan Air 666.500 hektare dan luas Danau Sentani 9.200 km persegi dengan keliling danau 100 km. Danau Sentani memiliki 17 (sungai) saluran masuk dan hanya memiliki satu saluran keluar. (*)
Artikel ini sudah terbit di Jubi.id