“Jaksa Penuntut Umum belum maksimal memenuhi hak atas kesehatan Malvin dan Zode sebagaimana perintah Pasal 58 KUHAP,”
Jayapura, Jubi TV– Pengadilan Negeri Jayapura pada Selasa (19/4/2022) menunda sidang pembacaan dakwaan bagi delapan pengibar bendera Bintang Kejora di GOR Cenderawasih. Persidangan itu ditunda karena kondisi kesehatan para pengibar Bintang Kejora itu tidak memungkinkan untuk mengikuti persidangan.
Koordinator Ligitasi Koalisi Penegak Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Papua, Emanuel Gobay menjelakan sidang pembacaan dakwaan bagi delapan kliennya—Melvin Yobe (29), Melvin Fernando Waine (25), Zoded Hilapok (27), Devion Tekege (23), Yosep Ernesto Matuan (19), Maksimus Simon Petrus You (18), Lius Kitok Uropmabin (21), dan Ambrosius Fransiskus Elopere (21)—seharusnya berlangsung Selasa.
Gobay menyatakan sidang itu ditunda karena kliennya sakit. Menurut Gobay, Malvin Yobe dan Zode Hilapok dalam keadaan sakit saat pelimpahan para tersangka pengibar Bintang Kejora dari penyidik Kepolisian Daerah Papua kepada Jaksa Penuntut Umum pada 30 Maret 2022. Pasca itu, Jaksa Penuntut Umum telah mendaftarkan perkara Melvin Yobe dan kawan-kawan ke Pengadilan Negeri (PN) Jayapura dengan nomor perkara 132/Pid.B/2022/PN Jap.
Perkara hukum dalam kasus pengibaran Bintang Kejora di GOR Cenderawasih pada 1 Desember 2021 lalu itu seharusnya mulai disidangkan pada Selasa.
“Mereka [menjalani] pemeriksaan kesehatan di LP [Abepura], dan mereka dinyatakan reaktif [COVID-19], sehingga sidang perdana delapan pengibar Bintang Kejora ditunda hingga 10 Mei 2022,” kata Gobay pada Selasa.
Gobay menyatakan Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua selaku tim penasehat hukum delapan pengibar bendera Bintang Kejora itu sudah mendatangi LP Abepura pada 15 April 2022. Mereka bertemu Melvin Yobe dan kawan-kawan, dan menanyakan kondisi kesehatan kedelapan pengibar Bintang Kejora itu.
“Dalam pertemuan itu, Zode Hilapok menyampaikan bahwa dokter LP Abepura telah memeriksa dan memberikan obat, dan telah mengambil sampel lendir untuk diperiksa di laboratorium. Namun, saat itu belum ada hasil [pemberiksaannya],” kata Gobay.
Gobay menjelaskan Melvin Yobe yang juga sakit saat dilimpahkan kepada jaksa belum menjalani perawatan kesehatan. Gobay menyatakan Jaksa Penuntut Umum juga tidak pernah mengunjungi Melvin Yobe dan kawan-kawan, termasuk untuk mengecek kondisi kesehatan mereka.
“Jaksa Penuntut Umum belum maksimal memenuhi hak atas kesehatan Malvin dan Zode sebagaimana perintah Pasal 58 KUHAP,” kata Gobay.
Meski persidangan itu ditunda dan surat dakwaan belum dibacakan, Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua terus menyiapkan pembelaaan terhadap delapan pengibar Bintang Kejora yang dijerat dengan pasal makar itu. Gobay menyatakan, jika mengacu kepada surat dakwaan yang disusun Jaksa Penuntut Umum, Melvin Yobe tujuh orang kawannya diadili dalam satu berkas perkara yang sama.
“Jaksa Penuntut Umum dalam surat dakwaan mendakwakan 2 dakwaan. Pertama, dakwaan primair yang menyatakan perbuatan para pengibar bendera Bintang Kejora itu melanggar pasal 106 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Kedua, dakwaan subsidair yang menyatakan perbuatan mereka melanggar Pasal 110 ayat (1) KUHP,” kata Gobay.
Gobay menyatakan dalam pembelaannya, Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua akan menegaskan bahwa kontroversi sejarah integrasi Papua merupakan salah satu akar masalah Papua, yang telah dimandatkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua (UU Otsus Papua) untuk diselesaikan dengan pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).
Pembelaan itu akan disampaikan agar penegak hukum berhenti mengkriminalisasi ekspresi politik Orang Asli Papua dengan pasal makar yang diterapkan serampangan.
“Sampai saat ini pemerintah belum membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi untuk melakukan klarifikasi sejarah sesuai dengan perintah Pasal 46 ayat (1) dan ayat (2) huruf a UU Otsus Papua,” kata Gobay.
Ia menambahkan, frasa “melakukan klarifikasi sejarah Papua” dalam UU Otsus Papua menunjukan bahwa adanya pengakuan hukum terhadap fakta kontroversi sejarah Papua yang harus diselesaikan oleh pemerintah.
“Dengan demikian, penangkapan delapan mahasiswa pengibar Bintang Kejora di GOR Cenderawasih pada 1 Desember 2021 dan penetapan mereka sebagai tersangka makar menunjukan fakta bahwa Negara melalui pemerintah tidak menjalankan perintah Pasal 46 ayat (1) dan ayat (2) huruf a UU Otsus Papua. Penggunaan pasal makar itu membungkam ruang Orang Papua yang merayakan sejarah Papua yang diakui UU Otsus Papua,” kata Gobay. (*)
Aritekel ini telah terbit di Jubi.id dengan Judul: Sidang 8 pengibar Bintang Kejora ditunda karena alasan kesehatan