Jayapura, Jubi TV – Wakil Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, Wempi Wetipo, telah melantik 34 anggota Majelis Rakyat Papua atau MRP, di kantor Gubernur Papua di Kota Jayapura, Selasa (7/11/2023).
Seharusnya anggota MRP sebanyak 42 orang, namun yang dilantik kemarin hanya 34 orang. Delapan anggota yang lain harus dipending dengan alasan perlu pendalaman dan adanya Peraturan Daerah Provinsi atau Perdasi Nomor 5 Tahun 2023, pasal 5 ayat (1, 2, dan 3).
Menurut mantan Bupati Jayawijaya dua periode itu, delapan anggota MRP yang belum dilantik ada dua bagian, pertama yang masuk dalam Pokja Agama karena bertentangan dengan Perdasi Nomor 5 Tahun 2023, pasal 5 ayat (1, 2, dan 3), yang mengatakan bahwa wakil adat, agama, dan perempuan adalah dari provinsi yang bersangkutan.
“Artinya adalah delapan kabupaten dan satu kota dari Provinsi Papua yang terdiri dari suku-suku di wilayah Tabi dan Saireri. Tidak ada diskriminasi, namun Perdasi ini telah mengikat sehingga perlu pendalaman kembali,” kata Wamendagri.
Ia menjelaskan jika pengambilan sumpah janji tetap dilakukan, maka akan memberi celah untuk digugat karena nama-nama yang ada merupakan masuk pada wilayah adat lainnya di Tanah Papua.
“Saya minta Pj Gubernur Papua untuk merevisi kembali terkait Perdasi ini, supaya tidak mengikat kita semua, tidak memberi celah untuk orang menggugat kita. Namun semua itu tergantung Pj Gubernur bersama DPR Papua, apakah ingin direvisi atau tidak,” ujar mantan Wakil Menteri PUPR itu.
Perdasi yang mengikat ini tidak sama seperti di Daerah Otonomi Baru atau DOB lainnya seperti di Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan maupun Papua Barat Daya karena baru terbentuk pemerintahan, sehingga dari suku-suku lain boleh masuk.
Sebagai contoh di Provinsi Papua Pegunungan, GKI mengusulkan untuk mengisi keanggotaan di Pokja Agama diisi calon dari pesisir, karena tidak ada Perdasi atau regulasi yang mengikat.
“Nanti setelah DPR provinsi hasil Pemilu Serentak 2024 baru dilantik, akan ada perdasi yang dibentuk, diikat dulu baru yang lain tidak bisa masuk. Tetapi itu terjadi nanti lima tahun yang akan datang,” katanya.
Provinsi Papua sudah terikat dengan Perdasi yang sudah disahkan pada 2023, sehingga nama-nama yang dipending tidak dapat dilantik, karena pemerintah pusat memutuskan meskipun sudah ada persetujuan gubernur untuk melantik, tetapi tidak dapat dilakukan karena ini dapat memberikan ruang celah bagi orang lain untuk menggugat Perdasi Nomor 5 Tahun 2023.
“Jangan membangun narasi pemerintah pusat menghalangi, menghambat untuk melantik yang sudah ada SK Pj Gubernur Papua. Yang dipending ini perlu ada pendalaman ulang. Jika pendalaman terjadi, berarti Pj Gubernur Papua menyampaikan kepada DPR Papua untuk lakukan revisi bersama Perdasi yang ditetapkan. Tidak ada kebijakan pemerintah pusat untuk mempreteli apa yang telah diseleksi dan dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Papua,” katanya.
Dari delapan anggota MRP yang dipending, terdapat dua nama yaitu atas nama Orpa Nari dan Benny Sweni, yang menurut Wempi Wetipo keduanya merupakan orang yang menolak pembahasan otonomi khusus dan melakukan judicial review di Mahkamah Konstitusi atau MK sehingga proses penundaan Undang-Undang 2/2021 belum dilaksanakan karena keduanya yang merupakan anggota MRP periode sebelumnya yang menggugat.
“Artinya kalau menggugat produk Otsus, terus sekarang masuk kembali keanggotaan MRP yang notabene yang lalu menolak, sehingga harus konsisten, kalau yang lalu kita tolak harusnya tidak boleh masuk karena ini produk tetap sama dari otsus,” ujarnya.
Meski dipending, namun Wempi memastikan namanya tetap ada hanya mengembalikan kepada Pj Gubernur Papua melakukan review ulang terkait dengan keputusan yang telah dikeluarkan.
“Kalau mau Perdasi itu direvisi harus ditetapkan bersama DPR Papua. Kalau memang setuju revisi, maka yang ada nama dalam pendingan itu bisa kita tetapkan kembali untuk dilantik tanpa melibatkan panitia seleksi. Pemerintah pusat hanya ingin semua ini berjalan baik, tidak ada suksesi satu kelompok mana pun,” katanya.
Ia menambahkan penundaan pelantikan anggota MRP bukan hanya terjadi di provinsi induk, melainkan di Papua Tengah pun sama. Dimana, agenda pelantikan Rabu (8/11/2023) sebanyak 14 orang dari unsur agama tidak ada satupun yang akan dilantik.
Hal itu dikarenakan unsur agama Katolik menarik diri untuk tidak ikut dalam daftar, karena pada saat penentuan pansel jumlah umat Katolik di Papua Tengah jauh lebih tinggi, tetapi diberi kuota hanya dua kursi.
“Sehingga menarik diri, makanya saya meminta Mendagri untuk Pokja Agama akan dipending. Kita tidak bisa menunggu karena proses ini terus jalan, makanya saya bilang Pj Gubernur Papua Tengah menjembatani untuk menghadirkan pimpinan gereja untuk bisa mengatur mekanisme yang lebih baik, karena siapa pun yang akan duduk membicarakan untuk kepentingan rakyat Papua,” katanya. (*)
Artikel ini sudah terbit di jubi.id dengan judul Tersandera Perdasi 5/2023, pelantikan 8 anggota MRP dipending dan perlu