Manokwari, Jubi TV– Kejaksaan Agung Republik Indonesia akan mengajukan kasasi atas putusan majelis hakim Pengadilan Hak Asasi Manusia atau HAM Makassar, Sulawesi Selatan, yang memvonis bebas terdakwa Isak Sattu.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung RI Ketut Sumedana kepada Jubi mengatakan, pihaknya masih memiliki waktu 14 hari sejak putusan.
“Kita masih punya waktu 14 hari sejak putusan untuk mempelajari putusan,” kata Kapuspenkum Kejagung RI, kepada Jubi melalui pesan Whatsaap baru-baru ini.
Dikatakan bahwa pihaknya akan mengajukan upaya hukum. “Sebelum waktu habis menurut UU, kita akan ajukan upaya hukum kasasi,” ucapnya.
Mantan Koordinator KontraS Haris Azhar menyebut sedih membaca atau mendapatkan informasi tersebut (putusan bebas).
“Sedih baca atau dapat info tersebut. Saya terbayang bagaimana orang Papua semakin jauh dari keinginan dihargai sebagai manusia,” ucapnya.
Saat disinggung soal upaya hukum yang dilakukan Kejaksaan Agung melalui Jaksa Penuntut Umum JPU. Haris menyebut bahwa kalau putus bebas, maka yang tersedia adalah kasasi ke MA.
Sebelumnya seperti dilansir dari Kantor berita Antara, Majelis hakim Pengadilan Negeri Hak Asasi Manusia (HAM) menjatuhkan vonis bebas terhadap Purnawirawan Isak Sattu, yang merupakan terdakwa tunggal dalam kasus dugaan pelanggaran HAM berat di Kabupaten Paniai, Papua pada 7—8 Desember 2014.
“Mengadili, satu, menyatakan terdakwa Isak Sattu tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran HAM berat sebagaimana didakwakan dalam dakwaan kesatu dan kedua,” kata Hakim Ketua Pengadilan HAM Sutisna Sawati saat membacakan vonis di PN Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis kemarin.
Kedua, membebaskan terdakwa dari semua dakwaan penuntut umum. Ketiga, memberikan hak-hak terdakwa pemulihan nama baik dan pengembalian harkat serta martabatnya. Keempat menetapkan barang bukti yang ada tidak berlaku lagi. Kelima, membebankan biaya perkara pada negara.
Majelis juga menyampaikan baik terdakwa maupun penuntut umum punya hak menerima atau tidak menerima l, maka dapat melakukan upaya banding, kasasi, atau pikir-pikir.
Sidang tersebut berlangsung selama 3 jam. Dalam hal ini, majelis hakim membacakan putusan setebal 100 halaman dengan pertimbangan-pertimbangan secara bergiliran.
Terjadi perbedaan pendapat dua hakim dari lima hakim yang menyidangkan kasus tersebut. Masing-masing dua hakim karier Sutisna Sawati dan Abdul Rahman Karim, dan tiga hakim ad hoc, yakni Siti Noor Laila, Robert Pasaribu, dan Sofi Rahma Dewi.
Dua hakim menyampaikan bahwa saat kejadian pada 8 Desember terdakwa berstatus perwira penghubung (pabung) bertugas di Kodim 1705/Paniai sesuai dengan dakwaan kesatu, tidak ada pengendalian secara patut serta memenuhi salah satu unsur pembunuhan, dan terjadi pola kekerasan.
Tiga hakim lainnya pertimbangan unsur komando militer sebab sebagai seorang komandan militer tertinggi kala itu pada dakwaan kesatu, sebagaimana yang dipertimbangkan dalam unsur komandan militer, serta dakwaan kedua unsur komandan militer tidak terpenuhi.
Sebelumnya, Isak Sattu dituntut 10 tahun penjara oleh penuntut umum dalam kasus pelanggaran HAM di Kabupaten Paniai, Papua. Atas dakwaan pertama Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b juncto Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf a, Pasal 37 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM).
Dakwaan kedua, Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b jo. Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf h, Pasal 40 UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM.
Kejadian tersebut terkait dengan pembubaran unjuk rasa oleh personel militer dan aparat kepolisian atas protes masyarakat Paniai di Polsek dan Koramil Paniai pada 8 Desember 2014, atas dugaan pemukulan warga oleh aparat pada 7 Desember 2014.
Aparat melakukan pembubaran paksa dengan menembakkan peluru tajam kepada ratusan peserta aksi saat menyerang kantor koramil setempat. Empat orang tewas dalam kejadian itu, yakni Alpius Youw, Alpius Gobay, Yulian Yeimo, dan Simon Degei, serta 10 orang terluka. (*)
Artikel ini sudah terbit di Jubi.id dengan judul: Punya waktu 14 hari, Kejagung bakal kasasi putusan majelis hakim soal kasus Paniai