Jayapura, Jubi TV – Tim Terbang Layang PON Papua belum bisa berlatih untuk mempersiapkan keikutsertaan tiga atlet mereka dalam Pekan Olahraga Nasional atau PON XXI di Aceh – Sumatera Utara pada 8 – 20 September 2024 mendatang. Mereka tak bisa berlatih karena tidak memiliki uang untuk membayar pesawat penarik ataupun menyewa tempat berlatih.
Sejumlah tiga atlet terbang layang Papua lolos ke PON XXI melalui babak kualifikasi atau Pra PON yang berlangsung di Pangkalan Udara Suryadharma Kalijati, Subang, Jawa Barat, pada 2023. Ketiga atlet yang telah lolos PON XXI itu adalah Lina Mardhiana, Andri Abdul Rohman, dan Paul Mnusefer yang juga merangkap sebagai pelatih.
“Sampai saat ini kami belum berlatih karena belum adanya pembiayaan. Sampai hari ini, belum sekalipun atlet kami [berlatih] terbang setelah mengikuti babak kualifikasi atau Pra-PON,” kata Paul Mnusefer.
Terbang layang adalah olahraga dirgantara menerbangkan pesawat tanpa mesin yang sebelumnya mengudara dengan bantuan pesawat penarik. Setelah pesawat terbang layang terbang, barulah pilotnya berlomba menjadi yang terbaik dalam menerbangkan pesawat tanpa mesin masing-masing.
Mnusefer menuturkan ketiadaan biaya berlatih itu sangat berdampak kepada persiapan Tim Terbang Layang PON Papua. Biaya berlatih mereka tergolong mahal, karena latihan itu harus menyewa pesawat penarik. Untuk menggelar pemusatan latihan atau TC, mereka membutuhkan biaya akomodasi atlet serta penyediaan berbagai barang kebutuhan berlatih.
“Sekarang yang tidak ada itu pesawat penarik, bayar pesawat penariknya tidak ada, biaya penginapan. Kami tidak bisa [berlatih secara] mandiri, karena biaya [latihan] cukup besar,” katanya.
Meski belum juga berlatih, Mnusefer masih tetap optimistis timnya bisa bersaing mendapatkan medali emas. Menurutnya, ia bersama Lina Mardhiana dan Andri Abdul Rohman berpengalaman karena memiliki banyak jam terbang.
“Demi nama besar Papua, kami harus tetap optimistis. Yang penting atlet kami bisa diberi kesempatan terbang saja di Aceh. Dari tiga atlet kami, kemungkinan ada medali emas yang bisa kami dapat. Kita akan tetap berjuang demi nama Papua,” ujarnya.
Atlet terbang layang Papua, Lina Mardhiana juga membenarkan jika dia belum berlatih untuk mempersiapkan keikutsertaannya dalam PON XXI, karena belum adanya kucuran dana dari Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Papua. Ia berharap timnya segera mendapatkan kucuran dana untuk latihan, karena waktu pelaksanaan PON XXI semakin dekat.
“Olahraga kami kan berisiko, jadi kalau tidak latihan cukup riskan juga. Tapi mau bagaimana lagi, kami hanya bisa menunggu petunjuk dari KONI [Papua],” katanya.
Lina optimistis Tim Terbang Layang PON Papua dapat memenuhi target medali emas PON XXI. Akan tetapi, ia sangat berharap sebelum Agustus 2024 sudah mulai berlatih di Pangkalan Udara Suryadharma Kalijati, Subang.
“Kalau bisa, secepatnya kami ikut berlatih dengan teman-teman lain yang ada di Kalijati. Sebelum Agustus bagusnya, [dan kini] sudah pertengahan Juli. Tapi saya masih optimistis, kalau [kami] bisa dapat dukungan [dana] secepatnya, kami masih bisa kejar target kami,” ujarnya.
Pada PON XX Papua pada 2021 lalu, Tim Terbang Layang PON Papua menjadi juara umum dengan meraih lima medali emas, satu medali perak, dan satu medali perunggu. Atlet mereka, Andri Abdul Rohman membuat kejutan karena menjadi peraih medali emas pertama bagi Kontingen PON Papua kala itu.
Butuh Rp250 juta
Tim Terbang Layang PON Papua membutuhkan dana Rp250 juta untuk mempersiapkan keberangkatan mereka ke Aceh. Kebutuhan dana itu sudah menghitung ongkos angkut peralatan dan pesawat mereka. Rencananya, mereka akan mengangkut pesawat dan peralatan mereka menggunakan kapal laut ke Medan, dan membawanya ke Aceh melalui jalur darat.
“Kami harus mengangkut pesawat [kami] pulang-pergi menggunakan satu mobil [dengan biaya] Rp81 juta. [Kami akan mengangkut pesawat kami] pakai kapal sampai ke Medan, lalu [pesawat kami] dibongkar di sana, baru kami lewat jalan darat ke Aceh,” kata Mnusefer.
Tim Terbang Layang PON Papua harus membawa sejumlah ofisial, termasuk teknisi ground support dan pilot pesawat penarik. Mereka juga berencana membawa semua pesawat atlet dan pesawat penarik.
“Kalau kami ke sana, kami bawa semua pesawat lengkap, [dan] bawa pesawat penariknya. Kita juga harus bayar penerbang pesawat penarik itu, dan membiayai dua orang ke sana pulang-pergi. Ditambah dengan atlet tiga [orang], dan ground support untuk angkat pesawat, teknisi, kurang lebih [jumlah anggota tim] kami ada 10 orang,” kata Mnusefer.
Ia berharap seluruh peralatan berlomba mereka dikirim lebih awal, karena waktu pengiriman berbagai peralatan berlomba itu diperkirakan mencapai 14 hari. Saat ini, semua peralatan lomba itu telah siap dikirim, dan Tim Terbang Layang PON Papua tinggal menunggu kucuran dana dari KONI.
“Peralatan [yang] kami punya [sudah] ada dan sudah standby. Kami hanya butuhkan biaya pengangkutan ke Aceh untuk PON XXI nanti,” ujarnya.
Mnusefer juga ingin timnya sudah berangkat ke Aceh pada awal Agustus, karena para atletnya butuh beradaptasi dengan kondisi arena Terbang Layang PON XXI di sana.
“Kita berharap awal Agustus sudah di sana, supaya atlet kami bisa berlatih di sana. Atlet kita sangat berpotensi mendapat medali emas. Apalagi tiga atlet kami adalah atlet senior semua. Tapi, kalau kami belum lihat [dan beradaptasi dengan] lokasi bertanding, akan sangat sulit,” katanya.
Ketua Bidang Pembinaan Prestasi KONI Papua, Saharudin Ita memprediksikan terbang layang bisa menyumbangkan medali bagi Kontingen PON Papua. Akan tetapi, ia memperkirakan Tim Terbang Layang PON Papua akan kesulitan mempertahankan gelar juara umum cabang olahraga itu.
“Kalau untuk peluang juara umum [cabang olahraga terbang layang] di PON XXI, itu sangat berat. Kalau [target] dapat medali, pasti mereka dapat. Untuk [target] jadi juara umum atau target tinggi itu memang berat sekali, karena kita tahu bagaimana kondisi kita sekarang,” kata Saharudin Ita. (*)
Artikel ini sudah terbit di Jubi.id