Jakarta, Jubi TV – Presiden RI Ir. Joko Widodo menerima delegasi pimpinan Majelis Rakyat Papua (MRP) Provinsi Papua dan MRP Papua Barat (MRPB) di Istana Merdeka pada hari ini, Senin, (25/4/2022).
Dalam pertemuan tersebut hadir pimpinan MRP Timotius Murib (Ketua), Yoel Luiz Mulait (Wakil Ketua I), Benny Sweny (Ketua Panitia Musyawarah MRP), Joram Wambrauw (tenaga ahli MRP) dan Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid. Sementara itu dari MRP Papua Barat hadir Maxsi Nelson Ahoren dan sejumlah pimpinan MRPB lainnya.
Saat menerima delegasi MRP dan MRPB, Presiden didampingi oleh Menkopolhukam Mahfud MD, Mendagri Tito Karnavian, dan Deputi V Kantor Staff Presiden Jaleswari Pramodhawardani.
Kepada Presiden, Timotius menyampaikan apresiasi atas perhatian Jokowi yang telah berkunjung ke Papua selama belasan kali.
“Kunjungan itu amat berharga karena mencerminkan perhatian dan kepedulian Presiden dalam membangun Papua. Namun demikian, MRP menemukan adanya dua masalah. Pertama, MRP menyesalkan proses perubahan UU yang tidak melalui usul rakyat Papua melalui MRP dan DPRP, sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 77 UU Otsus. Substansinya pun banyak merugikan hak-hak orang asli Papua sehingga kami mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi,“ kata Timotius.
Menurut Timotius, Pasal 77 sangat penting agar ada konsultasi dan partisipasi rakyat Papua, sesuai amanat Bapak Presiden tanggal 13 Februari 2020 yang mengajak semua pihak untuk mengevaluasi efektifitas pelaksanaan UU Otonomi Khusus selama 20 tahun.
Timotius menjelaskan, substansi UU hasil perubahan ternyata mengandung banyak pasal yang merugikan hak-hak orang asli Papua. Banyak pasal yang berubah tidak sesuai isi surat Presiden tertanggal 4 Desember 2020 yang mengamanatkan perubahan terbatas tiga pasal: ketentuan umum, keuangan daerah, dan pemekaran wilayah.
Akan tetapi, setelah dibahas DPR RI justru terdapat 19 pasal yang berubah. Menurut kajian MRP, terdapat sembilan pasal merugikan hak-hak orang asli Papua. Karena itulah, MRP Papua dan MRP Papua Barat mengajukan uji materi ke MK.
“Kedua, kami juga menyesalkan pembentukan DOB yang tidak melibatkan MRP sesuai ketentuan Pasal 76 UU Otsus yang menyatakan pemekaran Papua menjadi provinsi-provinsi dilakukan atas persetujuan MRP dan DPRP. Ini artinya tanpa persetujuan MRP dan DPRP, tidak boleh ada DOB, tegasnya.
Ketua Tim Panmus MRP Benny Sweny yang juga turut berbicara kepada presiden menambahkan, dari belasan kali kunjungan Presiden ke Papua, belum pernah satu kali pun mengunjungi MRP yang merupakan rumah rakyat Papua.
“Dalam kesempatan berikutnya, mohon Bapak Presiden agar berkunjung ke MRP, karena lembaga ini adalah rumah rakyat Papua.
Menanggapi aspirasi MRP, Jokowi mengaku heran mengapa proses perubahan UU Otsus dianggap tidak melibatkan partisipasi orang asli Papua. Begitupula materinya yang dianggap bermasalah. Pemerintah menghargai langkah MRP menempuh uji materi ke MK. Pemerintah akan menghargai dan menghormati putusan MK.
“Mengenai proses perubahan kedua UU Otsus, sejauh laporan yang saya terima, telah melibatkan DPR RI dan DPD RI, termasuk DPRP dan MRP. Tetapi jika memang ada materi yang sedang diuji materi di Mahkamah Konstitusi, kami akan menghargai, menghormati, dan patuh apa pun putusan MK,“ kata Presiden.
“Mengenai tuntutan pemekaran provinsi, ini memang sering menjadi aspirasi dari daerah. Hampir setiap saya ke daerah, selalu ada tuntutan untuk pemekaran provinsi. Dalam catatan pemerintah,m tercatat dalam data diperhitungkan kondisi fiskal keuangan negara, termasuk potensi APBD daerah. Jangan sampai membebani APBN,“ jelas Presiden.
“Saya ingin menegaskan bahwa pemekaran provinsi bukan hal yang mudah.Kalau ada yang belum baik, kita harus bicarakan lagi. Silahkan melalui menteri-menteri, dan jika masih tidak puas, saya tetap membuka diri. Mengenai undangan MRP, saya tunggu dan saya akan kunjungi MRP segera,“ kata Presiden kepada MRP.
Usai pertemuan, Usman menyampaikan secara langsung kepada Presiden tentang laporan terbaru Amnesty yang menunjukkan memanasnya situasi di Papua, khususnya Intan Jaya.
“Saya utarakan juga kepada Presiden tentang meningkatnya kehadiran pasukan militer, seiring dengan terjadinya kekerasan dan pelanggaran HAM di Intan Jaya, Papua,“ katanya. (*)