Jayapura, Jubi TV– Siang itu terdengar suara jangkrik di tengah hutan di jalan menuju pelabuhan peti kemas di Depapre, Kabupaten Jayapura Papua, yang hingga kini proses pembangunannya belum tuntas. Tampak sebuah tanki minyak yang masih berisi solar.
Ada tangga untuk menaiki tanki itu dan solarnya sudah berubah warna menjadi hitam. Banyak lumut yang menempel pada tanki minyak yang diketahui adalah peninggalan tentara Sekutu-Amerika Serikat pada Perang Dunia II, yang hingga kini masih berdiri kokoh.
Itu salah satu dari 23 tanki minyak yang pernah dibangun pasukan Sekutu di Teluk Tanah Merah, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, Papua pada April 1944. Sumber lain menyebut ada 29 tanki minyak. Tetapi fakta di lapangan, jumlah itu semakin berkurang. Di wilayah Depapre hanya terlihat tersisa beberapa saja. Bahkan beberapa mungkin hilang ditelan waktu atau habis di tangan para pencari besi tua.
“Orang-orang tua bercerita waktu itu malam hari tentara Sekutu membangun tanki-tanki dan besok siang sudah jadi kota. Dorang semua [warga kampung] kaget dan bilang kota dalam satu malam,” kata Amos Soumilena, warga Kampung Tablanusu, kepada jubi.id, di Sentani, Kabupaten Jayapura, Selasa (23/8/2022).
Dia juga meragukan jumlah tanki minyak yang masih tersisa. Katanya, perlu dihitung ulang agar tepat. Namun tokoh utusan masyarakat adat dari Tanah Papua dalam Kongres I Masyarakat Adat Nusantara itu tak memungkiri kalau bekas tanki Perang Dunia II di Depapre perlahan hilang satu persatu. Pertama, karena tangan-tangan tidak bertanggung jawab yang membongkar dan mengambil menjadi besi tua. Kedua, mungkin juga hilang karena longsor dan rusak.
“Tapi yang jelas tanki-tanki itu sangat kuat dan masih ada sebagian berdiri kokoh dan tidak karat serta ditumbuhi lumut dan semak belukar,” kata Soumilena.
Menurut Soumilena, hampir sebagian besar tanki ini dibangun di atas tanah adat milik klen Tonggrotouw, klen Soumilena, klen Andatu, klen Banondi, dan klen Yarisetow.
“Semua tanki minyak milik Sekutu ini dibangun di atas tanah klen-klen tersebut,“ katanya seraya menambahkan jelas tidak ada ganti rugi atau bentuk kompensasi karena memang saat itu dalam suasana Perang Dunia II antara Amerika Serikat dan sekutunya melawan Jepang.
Dia menambahkan kini setelah 78 tahun masih tampak tanki minyak sisa peninggalan tentara Sekutu di Depapre.
“Sayang peninggalan sudah ada yang hilang,” katanya seraya menambahkan mestinya barang bernilai sejarah itu dijaga dan dirawat sebagai aset untuk menarik wisata sejarah kisah perang Pasifik di Tanah Papua.
Mac Arthur dan Armada VII
Sebenarnya tentara Jepang dari Armada VIII dan IX pimpinan Vice Admiral Endo dan Panglima Angkatan Darat Jepang Jenderal Inada sudah menguasai Hollandia, kini Jayapura, sejak 19 April 1942 atau setahun setelah pemboman di Pangkalan Militer Amerika Serikat di Pearl Harbour, 7 Desember 1941.
“Jepang mulai membangun jalan raya dari Hollandia [Jayapura] ke Pim sampai ke Sentani,” tulis Arnold Mampioper dalam buku berjudul Jayapura Ketika Perang Pasifik, 1972.
Selanjutnya, tulis mantan beestur di zaman pemerintah Netherlands Nieuw Guinea itu, Jepang juga membangun tiga lapangan terbang di Sentani dan Doyo serta dilengkapi pula dengan meriam penangkis udara.
Bersamaan dengan itu pula tentara Jepang menempatkan sebanyak 350 pesawat jenis Zero. Pesawat Mitsubishi A6M Zero adalah pesawat tempur jarak jauh yang dioperasikan Angkatan Laut Kekaisaran Jepang dari 1940-1945. Sekutu menyebutnya Zero semenjak Angkatan Laut Jepang mulai menggunakan pesawat itu pada 1940.
Jepang bertahan di Hollandia sejak April 1942 sampai April 1944. Tepat pukul 10.00 pagi pada 22 April 1944, tentara Sekutu bersama Armada VII di bawah pimpinan General Douglas Mac Arthur menginjakkan kakinya di Hollandia, tepatnya di pantai Hamadi, yang kemudian disebut Inavasie Strand.
Gubernur Netherlands Nieuw Guinea, Prof Dr Jaan van Baal, kemudian membangun tugu peringatan pendaratan tentara Sekutu di Pantai Hamadi.
Amerika menjatuhkan bom dari udara sejak 30 Maret 1944 sampai dengan 16 April 1944. Tentara Jepang tidak siap dan kaget karena serangan mendadak ala Mac Arthur, strategi loncat katak alias island hopping.
Turut serta dalam operasi Rocklese yang didukung oleh 215 kapal di bawah pimpinan Admiral DE Barkley da Lt jenderal RL Eichleberbger.
Jenderal Eichelberger kemudian menulis buku berjudul Jungle Road to Tokyo yang melukiskan kisah mereka membumihanguskan gua-gua Jepang di Biak dengan gasoline dalam merebut wilayah tersebut dengan membangun pangkalan di Pulau Owi.
Pada 22 April 1944, puluhan tanki minyak mulai dibangun di Teluk Tanah Merah, Depapre karena saat itu tentara Sekutu menyerbu lewat dua arah masuk Teluk Humboltd dan juga melalui Teluk Tanah Merah, hingga membangun tanki-tanki minyak di wilayah.
Tentara Sekutu juga menghujani bom di pangkalan angkatan laut. Tempat 340 pesawat jenis Zero di Sentani dihancurkan.
“Kami menyaksikan bagaimana pesawat-pesawat tempur Amerika Serikat melewati permukaan Danau Sentani dan menyerbu pangkalan udara di Sentani. Bom banyak berjatuhan dan kami berhamburan sembunyi di balik dusun-dusun sagu karena bom tidak meledak di situ,” kenang Hans Ohee (86 tahun), warga kampung Asei di tepian Danau Sentani.
Divisi Infantri ke-24 Amerika Serikat lah yang ikut membangun tanki-tanki minyak di Teluk Tanah Merah, Depapre pada 22 April, guna mendukung persiapan menyerbu Biak dan selanjutnya ke Morotai dan Manila Filipina.
Mac Arthur juga membangun rumah dan markas angkatan Darat Amerika Serikat di Ifar Gunung, di bawah kaki Gunung Cycloop atau Dafonsoro serta melihat ke landasan pacu bekas tentara Jepang yang sudah dikuasai Amerika Serikat kala itu.
Lepas dari semua kisah Perang Pasifik di Tanah Papua, jelas merupakan periode baru yang sangat berat, sulit dalam menimpa kehidupan mereka. Memasuki kehidupan dengan disiplin tentara selama pendudukan Jepang, melawan dibunuh perintah kerja paksa harus diterima.
Tanah-tanah adat harus diserahkan untuk kepentingan perang, termasuk tanah tanah adat milik beberapa klen di Depapre. Kota dalam satu malam telah membawa perubahan berarti bagi masyarakat setempat, baik di Depapre maupun seluruh Tanah Papua. (*)
Artikel ini sudah terbit di Jubi.id dengan judul: Tanki minyak peninggalan Sekutu dan kota satu malam di Teluk Tanah Merah