Sorong, Jubi TV–Mahasiwa afirmasi dan orang tua mendatangi Dinas Pendidikan Provinsi Papua Barat Daya, untuk menuntut pencairan dana yang dijanjikan dinas tersebut.
Orang tua salah satu mahasiswa afirmasi, Joseph Duwit mengungkapkan kekecewaannya kepada Jubi di Sorong, Papua Barat Daya, Jumat (13/12/2024). Duwit mengatakan, mahasiswa dan orang tua sudah tujuh kali mendatangi Dinas Pendidikan sejak 22 November 2024. Namun, jawaban yang diterima selalu sama, yaitu dana belum tersedia.
Bahkan pada pertemuan terakhir, Dinas Pendidikan, melalui Adolof Kambuaya menyatakan bahwa dana belum ada, dan masih menunggu Dana Bagi Hasil (DBH) sebagai sumber pendanaan.
Padahal, kata Duwit, pada Agustus lalu, Dinas Pendidikan mengeluarkan surat edaran. Isinya meminta mahasiswa mengumpulkan dokumen pendukung, seperti, KRS (Kartu Rencana Studi) dan KHS (Kartu Hasil Studi), sebagai syarat pencairan dana. Dijanjikan bahwa dana tersebut akan cair paling lambat pada Oktober. Namun hingga Desember 2024 tidak ada kejelasan.
Beasiswa afirmasi ini terdiri dari dua komponen, yaitu, biaya pendidikan yang dikelola oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) serta LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan), dan biaya hidup yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Namun Mahasiswa afirmasi Papua Barat Daya mengaku, belum menerima biaya hidup yang dijanjikan tersebut.
“Kenapa kami, mahasiswa afirmasi Papua Barat Daya, tidak dianggarkan melalui dana Otsus (Otonomi Khusus) seperti sebelumnya? Padahal, saat masih satu dengan Papua Barat, dana tersebut jelas berasal dari Otsus, dan pencairannya rutin setiap semester,” kata Joseph Duwit.
Koordinator mahasiswa penerima beasiswa afirmasi, Richardo Duwiri mengatakan, pihaknya menuntut pertanggungjawaban dari Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya.
Ia meminta agar pemerintah segera mencairkan dana bantuan biaya hidup, sesuai dengan berkas dan surat edaran yang telah dikeluarkan. Selain itu, mahasiswa juga meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengaudit keuangan dinas terkait.
“Kami menduga ada penyimpangan dalam pengelolaan anggaran ini. Kami juga meminta agar sumber pendanaan biaya hidup kami dikembalikan ke dana Otsus,” kata Richardo Duwiri.
Dia mengatakan, Mahasiswa asli Papua berhak mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari Dinas Pendidikan Provinsi Papua Barat Daya. Jubi berupaya mengkonfirmasi Dinas Pendidikan Provinsi Papua Barat Daya melalui bendahara Nursanti Sesa, Sabtu (14/12/2024) siang, lewat pesan WhatsApp, untuk meminta klarifikasi. Namun, beliau tidak merespons pesan Jubi. Jubi kemudian mengirim pesan kepada beliau pada Sabtu malam, melalui aplikasi yang sama. Namun, Sesa urung memberi balasan. (*)
Artikel ini sudah terbit di Jubi.id