Manokwari, Jubi TV– Sidang kasus dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) pengkondisian hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Papua Barat, memasuki babak baru di Pengadilan Tipikor Manokwari, Papua Barat. Sederet pejabat pemerintahan satu per satu sudah dihadirkan sebagai saksi.
Kepala daerah dan mantan kepala daerah yang telah memberikan kesaksian di persidangan di antaranya eks Penjabat (Pj) Bupati Sorong, eks Wali Kota Sorong, Bupati Sorong Selatan, Pj Bupati Tambrauw, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Raja Ampat, serta Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Barat Daya. Selain itu, ada sejumlah Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) mulai dari Kabupaten Sorong, Kabupaten Sorong Selatan, Kota Sorong, Kabupaten Tambraw, Kabupaten Teluk Bintuni, dan Papua Barat Daya.
Pada Senin (10/6/2024), Pengadilan Tipikor Manokwari menggelar sidang dengan agenda pemeriksaan saksi dari pemerintah daerah (pemda). Kali ini, saksi-saksi yang dihadirkan dari pihak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Raja Ampat, Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Barat Daya, dan dua auditor BPK.
Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Helmin Somalay SH MH, bersama Hakim Anggota Pitayanto SH dan Hermawanto SH. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi hasil pemeriksaan di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kepada saksi yang terdiri dari Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Raja Ampat.
Kepala BPKAD Kabupaten Raja Ampat Jalali mengaku memerintahkan Bendahara BPKAD Kabupaten Raja Ampat Daryanto untuk memberikan sejumlah uang, kepada tim auditor BPK yang melakukan pemeriksaan di daerah itu. Sebelumnya, Jalali juga sudah pernah diperiksa oleh KPK.
“Total uang yang diberikan Rp120 juta masing masing [awalnya] Rp40 juta dan [berikutnya] Rp80 juta diberikan oleh Daryanto kepada tim [auditor] BPK,” kata Jalali saat sidang di Pengadilan Tipikor Manokwari, Senin (10/6/2024).
Pemberian uang kepada tim auditor BPK tersebut, terkait pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Uang yang diberikan bersumber dari anggaran makan dan minum.
Sekda Kabupaten Raja Ampat Yusuf Salim juga memberi kesaksian bahwa pemda pernah kedatangan tamu dari Pimpinan BPK RI Wilayah VI. “Saat itu pemda melayani mereka dengan fasilitas speed boat,” katanya.
Selain itu, saksi yang turut dihadirkan yakni Bendahara Dinas Kesehatan (Dinkes) Papua Barat Daya, dan Kepala Bagian (Kabag) Umum Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi Papua Barat Daya. Bendahara Dinkes juga diduga telah memberikan sejumlah uang kepada tim auditor BPK.
Akan tetapi, dalam kesaksiannya Bendahara Dinkes Papua Barat Daya AN mengaku, tidak pernah menyerahkan uang kepada auditor BPK meski dikonfrontir dengan auditor tersebut di ruang sidang. Padahal dalam keterangan saksi dari BPK menyebutkan, mereka menerima uang yang diserahkan oleh Bendahara AN saat berada di salah satu hotel di Sorong.
Hakim meminta auditor BPK melihat sekali lagi wajah Bendahara AN untuk memastikannya. Auditor BPK mengaku bahwa benar dia (AN) yang menyerahkan uang Rp100 juta kepada auditor BPK.
“Saya tidak pernah memberikan uang atau menemui auditor BPK,” kata Bendahara AN yang bersikukuh menolak kesaksian auditor BPK.
Ia juga mengaku tidak pernah menemui BPK secara perseorangan. Namun ia mengakui menemui tim auditor BPK dalam sebuah kegiatan terkait pemeriksaan LKPD.
“Panglima” dan “Jenderal” dalam kasus
Pengadilan Tipikor Manokwari masih dengan majelis hakim yang sama, kembali menggelar kasus terkait pada Selasa (11/6/224). Agenda sidang kali ini menghadirkan saksi-saksi para auditor BPK, kepala daerah, sekretaris daerah (sekda), dan sejumlah kepala OPD.
Saksi tim auditor BPK yang bertugas melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) di Kota Sorong, Papua Barat Daya, sebanyak 6 orang. Para Saksi di antaranya Z sebagai ketua tim, GR, NQ, R, MZ, dan N.
Para saksi tersebut mengakui bahwa menerima sejumlah uang setelah penutupan rangkaian PDTT di Kota Sorong pada Sabtu 11 November 2023 di Hotel Mamberamo. Uang yang diterima berasal dari sejumlah OPD di Kota Sorong. Saksi Z selaku ketua tim pemeriksa mengaku menerima Rp150 juta, kemudian GR mendapat Rp150 Juta, sedangkan empat auditor lainnya menerima kisaran Rp28 juta hingga Rp30 sampai Rp40 juta.
Sedikit gambaran untuk sidang kedua ini, dugaan kasus tipikor pengkondisian hasil temuan BPK ini, merupakan kasus operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Pj Bupati Sorong Yan Piet Mosso, Kepala BPKAD Every Sigindifo, dan staf keuangan di Setda Kabupaten Sorong Maniel Syafli. Ketiga terpidana ini telah menerima vonis hakim.
Sementara tiga terdakwa lain yang eks Kepala Perwakilan BPK Patrice dan Ketua Tim Pengendali Abu Hanifa, serta Ketua Tim David Patasaung saat ini masih menjalani proses sidang di Pengadilan Tipikor Manokwari. Ketiga terdakwa dari BPK Perwakilan Papua Barat menjalani masa tahanan di Lapas Kelas IIB Manokwari, sedangkan tiga terpidana sebelumnya ditahan di Rutan Polda Papua Barat.
Dalam persidangan, pengakuan sejumlah saksi ini disertai isi percakapan para auditor yang disadap oleh penyidik KPK. Rekaman suara percakapan ini kemudian diputar dalam sidang, yang menggambarkan saksi Z dengan terdakwa David yang menyerahkan uang kepada Kepala Perwakilan BPK Patrice saat itu.
Bahkan ada istilah “Panglima” sebagai sebutan bagi terdakwa Abu Hanifa dan “Jenderal” sebutan untuk terdakwa David. Panggilan itu sebagai bentuk atau cara komunikasi dalam percakapan telepon, yang diperdengarkan di hadapan majelis.
“Bahasa jenderal dan panglima merupakan bahasa candaan yang kami saling baku panggil, kemudian informasi yang saya sampaikan [ini] saya alami langsung. Spontan saja menyebut Pak Patrice menolak, kemudian disampaikan ayo temani saya lagi,” kata saksi Z.
Terdakwa Patrice kemudian menanyakan keterangan saksi Z terkait berapa temuan dalam pemeriksaan PDTT di Kota Sorong. Saksi Z mengatakan bahwa secara garis besar ada 8 aspek temuan, kemudian dirinci lagi terdapat 40 kegiatan.
“Apakah semua temuan sudah ditanggapi entitas dan apakah ada hasil temuan yang dihilangkan, atau ada temuan yang di kurangi?” tanya Patrice kepada saksi Z.
“Tidak ada,” jawab saksi Z.
Terdakwa Patrice juga menanyakan kepada para auditor, terkait apakah ada perintah dari dia untuk meminta uang kepada entitas yang diperiksa. “Pertanyaan ke saudara saksi, apakah saya sebagai kalan (kepala perwakilan)-mu pernah meminta uang, dan apakah saya pernah memerintahkan kepada kamu meminta uang ke pemda?” katanya. Saksi menjawab tidak pernah.
Kemudian ditanyakan lagi oleh terdakwa Patrice, terkait pertemuan di Hotel Panorama Sorong. “Saudara tanyakan kepada saya kalau ada ucapan terima kasih,” kata Patrice.
Kemudian dijawab oleh saksi. “Saya tidak ingat kalimat ada ucapan terima kasih tapi [pertanyaan terkait], ada pengganti operasional ke Pak Kalan,” kata saksi Z.
Kuasa Hukum Abu Hanifa, Bram Wainarisi juga menanyai saksi Z terkait penerimaan uang berjumlah sekitar Rp300 juta, yang akan diserahkan kepada klien Abu Hanifa. “Untuk menerima uang Rp300 juta itu atas perintah atau inisiatif saudara, kemudian dalam tata aturan BPK apakah ada perintah bahwa saudara saksi punya kewenangan meminta atau menerima uang dari entitas?” tanya Bram Wainarisi
“Kewenangan dalam BPK terkait meminta atau menerima [uang] jelas tidak ada,” jawab saksi Z.
Tangisan saksi auditor BPK
Hakim ketua juga memberi pertanyaan kepada para auditor BPK yang menerima uang setelah exit meeting PDTT di Kota Sorong. Para saksi menerima uang hasil ucapan terima kasih dari entitas, sebagai pengganti uang transport dan akomodasi selama pelaksanaan pemeriksaan.
“Saudara tidak boleh menangis, saudara menjelaskan saja,” kata Hakim Ketua Helmin Somalay SH MH kepada saksi N saat menjelaskan pengembalian uang yang diterima kemudian disetor ke kas daerah.
Pembagian uang kepada tim PDTT Kota Sorong dilakukan di lantai 2 Hotel Mamberamo, dan para auditor dipanggil ke kamar ketua tim kemudian uang dibagikan. Pemberian uang berdasarkan senioritas para auditor, bagi auditor yang sudah lama bertugas mendapat porsi lebih dari auditor muda.
“Setelah terima uang kami kembali ke kamar, kami terima malam [setelah exit meeting],” jawab saksi N sembari mengusap air mata.
Uang hasil bagi-bagi tersebut dibawa ke Manokwari pada Minggu 12 November 2023. Ketika masuk hari kerja pada Senin 13 November 2023, tersiar kabar adanya OTT dari tim penyidik KPK. “Saya belum sempat hitung berapa jumlah uang yang dikasih ketua tim,” ucapnya.
Dalam BAP Nomor 11 keterangan saksi menyebut setelah kembali dari Sorong dan menuju Manokwari, saksi N mengaku bingung dengan pemberian uang tersebut. “Setelah mendapat kabar OTT, karena saya bingung, akhirnya saya dapat informasi uang itu disetor kembali ke kas daerah. Minta tolong ke teman, setelah itu disetorkan, kemudian saya minta tolong disetor ke kas daerah uang sebesar Rp30 juta. Jumlah uang diketahui ketika mendapat bukti setoran,” katanya.
Ditanya terkait perjalanan dinas tim BPK, saksi menjelaskan bahwa tim mendapat uang secara legal dari kantor BPK. “Akomodasi transportasi pulang pergi, hak-hak selama pemeriksaan PDTT di Kota Sorong [pada] 12 September hingga 11 November 2023,” katanya.
Pengakuan saksi lainnya terkait penerimaan uang di Hotel Mamberamo, bahwa mereka tidak sempat menghitung jumlah uangnya. Bahkan saat pemberian, mereka tidak menanyakan uang ini dari mana dan untuk apa.
“Saya tidak hitung tetapi setelah dibuka penyidik baru saya lihat ada tiga ikat lembaran seratus ribu [Rp30 juta],” kata saksi NQ.
Sidang akan dilanjutkan dua pekan ke depan, dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi yang dihadirkan oleh JPU dari KPK. (*)
Artikel ini sudah terbit di Jubi.id