Sentani, Jubi TV– Sanggar Seni Robonghollo di Sentani menggelar kegiatan restorasi sagu di hutan sagu Kampung Sereh, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua pada Rabu (30/10/2024). Kegiatan yang melibatkan sejumlah pihak itu dilakukan sebagai bentuk kepedulian terhadap kondisi tanaman sagu di Kabupaten Jayapura.
Ketua Sanggar Seni Robonghollo Jimmy Ondikleuw saat memberikan kata sambutan mengatakan kegiatan restorasi sagu yang dilakukan sanggarnya meliputi perawatan pohon sagu, penanaman bibit pohon sagu, serta pelestarian sagu sebagai sumber pangan lokal dan bentuk mitigasi bencana terhadap dampak perubahan iklim.
Ondikleuw mengatakan sagu sebagai tanaman budaya bagi masyarakat Papua, khususnya di Kabupaten Jayapura, keberadaannya terancam secara perlahan.
“Belasan tahun lalu kita punya cerita tentang sagu yang masih tumbuh di pinggir jalan raya dari arah Sentani menuju Waena hingga Abepura. Cerita itu menjadi fakta bahwa hari ini sudah tidak ada lagi pohon sagu yang tumbuh di pinggir jalan,” ujarnya.
Sanggar Seni Robonghollo, kata Ondikleuw, memilih keluar dari zona nyaman yang sehari-hari disibukkan dengan aktivitas latihan tarian, lagu, sendratari, puisi, dan berbagai kegiatan seni lainnya. “Hanya untuk memastikan bahwa pohon sagu harus tumbuh, dirawat, dan dilestarikan sepanjang masa,” katanya.
Menurutnya, ketika pohon sagu menjadi langka dan tidak diperhatikan dengan baik, maka banyak dampak negatif yang akan timbul dan dirasakan semua orang.
“Pada 2019 ketika terjadi banjir bandang, lokasi Kampung Sereh ini menjadi tempat atau jalur air bah yang turun dari Pegunungan Siklop. Kampung Sereh masih ada sampai saat ini karena hutan sagu,” ujarnya.
Kegiatan Restorasi Sagu, jelas Ondikleuw, melibatkan sejumlah pihak. Ini bagian dari kampanye atau sosialisasi kepada semua pihak agar turut terlibat menanam, merawat, dan melestarikan sagu.
Jimmy Ondikleuw menyorot kegiatan seremonial yang dilakukan pemerintahan maupun komunitas, penggiat sagu, dan pemerhati lingkungan.
“Selalu saja ada bagian lain dari acara tersebut adalah menanam sagu secara simbolis, lalu muncul pertanyaan sudah berapa banyak pohon sagu yang ditanam dan saat ini apakah pohon sagunya masih tumbuh atau sudah mati,” katanya.
Karena itu, kata Ondikleuw, para pegiat seni dan budaya dari Sanggar Seni Robonghollo memilih keluar dari zona nyaman dengan berkomitmen untuk menanam, merawat, dan melestarikan sagu.
“Karena sagu merupakan tanaman budaya, bagi kita sagu sebagai jati diri kita orang Papua,” katanya.
Ia menuturkan, hutan sagu di Kampung Sereh seluas 6 hektare. Sejak dua tahun terakhir pihaknya intens melakukan penanaman bibit pohon sagu. Kini sudah ada ada 100 bibit pohon sagu yang akan ditanami lagi di kawasan hutan itu.
“Program kolaborasi kami dengan berbagai pihak, seperti WWF-Indonesia Program Papua, perusahaan air minum Jayapura, serta sejumlah komunitas, penggiat sagu, dan pemerhati lingkungan,” ujarnya.
Jimmy berharap kegiatan restorasi sagu yang dilaksanakan komunitasnya tidak putus. Juga tidak hanya sampai di hutan sagu Kampung Sereh saja, melainkan bisa dilanjutkan di tempat, lingkungan, dan hutan sagu lainnya yang ada di Kabupaten Jayapura.
“Hasil dari pohon sagu adalah papeda yang nanti sebentar kita makan, itu adalah hasil dari pohon sagu yang ditanam pada belasan tahun lalu. Bisa kita bayangkan apabila kita tidak menanam atau merawat pohon sagu, banyak sekali dampak negatif yang dirasakan,” katanya.
Kepala Kampung Sereh Steven Eluay yang hadir menyambut baik kegiatan Restorasi Sagu yang diinisiasi Sanggar Seni Robonghollo.
Ia mengatakan pertumbuhan pohon sagu selama ini berjalan dengan kepercayaan dan keyakinan terhadap alam di mana pohon sagu itu berada.
“Tetapi yang terpenting dari komitmen saat ini adalah, bagaimana pohon sagu ini bisa tumbuh, dirawat, dan dilestarikan sebagai tanaman budaya yang berfungsi bagi kebutuhan pangan lokal yang merupakan sumber kehidupan bagi seluruh warga kampung,” katanya.
Ia mengatakan Pemerintah Kampung Sereh akan terus memberikan dukungan terhadap ide dan aktivitas yang positif oleh generasi muda di kampung Sereh dan pihak lain yang terlibat secara langsung.
Kegiatan restorasi sagu di hutan sagu Kampung Serah diikuti puluhan siswa SD Bethany School Indonesia Buper Waena Kota Jayapura. Juga hadir utusan dari WWF-Indonesia Program Papua, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Jayapura, Epho The Fenomeno, serta perwakilan komunitas pencinta lingkungan dan penggiat sagu. (*)
Artikel ini sudah terbit di Jubi.id