Jayapura, Jubi TV– Asosiasi Majelis Rakyat Papua atau MRP se-Tanah Papua telah dibentuk dalam pertemuan di Timika, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah pada 24-25 April 2024. Pembentukan asosiasi itu tindak lanjut dari pelaksanaan rapat koordinasi seluruh MRP yang diadakan di Sorong, Papua Barat Daya pada 28 Maret 2024.
Dalam pertemuan asosiasi MRP disepakati beberapa pokok pikiran MRP se-Tanah Papua berdasarkan masukan dan aspirasi masyarakat Orang Asli Papua di seluruh Tanah Papua, terutama dalam memperjuangkan hak-hak dasar OAP yang belum diproteksi dalam Undang-Undang Otonomi Khusus.
Ketua Majelis Rakyat Papua Tengah Agustinus Anggaibak dalam sambutannya yang diikuti Jubi dari live streaming di kanal Youtube seputarpapuatv, Rabu (24/4/2024) mengatakan lembaga MRP merupakan lembaga representasi kultur Orang Asli Papua yang dibentuk berdasarkan UU No. 21/2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua yang diubah dengan UU No.1/2008, kemudian UU No. 2/ 2021.
“Tujuan lahirnya Undang-Undang Otsus bagi Papua merupakan hak politik, ekonomi, sosial, budaya, hak adat, dan hak asasi manusia secara umum,” katanya.
Menurut Anggaibak setelah kurang lebih 23 tahun penyelenggaraan otonomi khusus di Tanah Papua realitanya kurang, bahkan tidak berjalan sesuai dengan roh otsus, yang mendorong lahirnya undang-undang tersebut.
Selain undang-undang itu dalam pelaksanaannya tidak berjalan sesuai dengan amanahnya, sisi lain terdapat pula hal-hal yang kurang, bahkan tidak mengakomodir hak-hak dasar OAP.
“Sehingga dipandang perlu adanya pokok-pokok pikiran baru yang berpihak terhadap OAP dalam rangka penyempurnaan Undang-Undang Otonomi Khusus dan peraturan pelaksanaannya,” katanya.
Dari kondisi ini, tambahnya, menjadi motivasi para pimpinan dan anggota MRP se-Tanah Papua untuk membentuk asosiasi pimpinan MRP sebagai sarana untuk memperjuangkan hak-hak dasar OAP yang belum diproteksi dalam Undang-Undang Otonomi Khusus sehingga UU Otsus tersebut bisa disempurnakan.
Ia mengatakan dalam memperjuangkan hak-hak dasar OAP yang belum terakomodir dalam UU Otsus dipandang perlu melakukan penyamaan persepsi untuk mempersiapkan hal-hal yang terkait dengan perubahan dan diperjuangkan secara bersama ke pemerintah pusat.
Dari pandangan itu, katanya, dapat menunjukkan pentingnya pembentukan asosiasi sebagai salah satu wadah yang sangat penting dan strategis untuk memperjuangkan secara bersama guna terwujudnya hak-hak dasar Orang Asli Papua.
“Mengingat pentingnya pembentukan asosiasi MRP se-Tanah Papua, maka diharapkan melalui pertemuan tersebut dapat menghasilkan pokok-pokok pikiran yang menjadi bahan bagian kita untuk disampaikan kepada pemerintah pusat dan DPR RI di Jakarta,” ujarnya.
Akan temui Presiden secepatnya
Wakil Ketua I Majelis Rakyat Papua Pendeta Robert Josias Horik menyampaikan pokok-pokok pikiran untuk memperkaya dari hasil sembilan rekomendasi yang telah diputuskan bersama pada 28 Maret 2024 di Sorong, Papua Barat Daya.
Ia menjelaskan rekomendasi atau pokok-pokok pikiran yang menjadi keputusan didasari dasar hukum, yaitu UU Otsus. Kemudian UU No.10/2026 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Wali Kota. Selanjutnya UU No.7/2017 tentang Pemilihan Umum, UU No. 2/2011 tentang Partai Politik, dan undang-undang tentang pembentukan Majelis Rakyat Papua tiap provinsi.
Kemudian PP 106/2001 tentang Kewenangan dan Kelembagaan Pelaksanaan Kebijakan Otonomi Khusus Provinsi Papua, hasil rapat koordinasi pimpinan MRP se-Tanah Papua bersama anggota DPR Papua Fraksi Otonomi Khusus Provinsi Papua dan Papua Barat, serta hasil rapat koordinasi pimpinan MRP se-Tanah Papua, tenaga ahli, tim perumus tentang pembentukan panitia pelaksanaan rapat kerja asosiasi MRP se-Tanah Papua 2024.
“Pokok pikiran dalam semangat dalam pemenuhan dan jabatan politik Orang Asli Papua di Provinsi Papua sesuai Pasal 28 ayat 3 dan 4 Undang-Undang No.21/2021, selanjutnya diatur dalam Peraturan Pemerintah No.54/2004 tentang Majelis Rakyat Papua Pasal 13,” katanya.
Pendeta Robert Josias Horik mengatakan reformasi dan demokrasi Orang Asli Papua sejak 1925 hingga 2024 dalam pendekatan pembangunan, injil, pendidikan, ekonomi, hukum dan Hak Asasi Manusia, sosial-budaya dan politik berdasarkan hasil pengamatan dan hasil observasi lapangan terindikasi jauh dari harapan.
“Entah siapa yang salah, siapa yang benar, tetapi kenyataannya demikian, sehingga perlu dibangun paradigma baru dan parameter yang transparan, terukur dan berkelanjutan,” ujarnya.
Bertolak dari latar belakang tersebut, tambahnya, MRP bersama Fraksi Otonomi Khusus DPR Papua dan DPR Papua Barat menyikapi situasi pemenuhan hak politik OAP merasa terpanggil untuk menyelenggarakan rapat koordinasi sebagai gagasan keberlanjutan dan menjadi wadah aspirasi, koordinasi, dan komunikasi secara maksimal dan bekelanjutan.
“Kita melihat urgensi pengusulan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Pasal 28 UU No. 2/2021 adalah rekrutmen partai politik di provinsi dan kabupaten/kota di wilayah Papua dilakukan dengan memprioritaskan OAP,” ujarnya.
Karena itu dalam diskusi bersama pimpinan MRP se-Tanah Papua, MRP Provinsi Papua selaku provinsi induk menyampaikan bahwa MRP telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 2 tahun 2024 tentang Pemenuhan Hak Politik OAP dalam rangka pemilihan legislatif 2024.
“Di mana pada Pasal 28 disebutkan bahwa partai politik dalam perekrutan caleg harus berkoordinasi meminta pertimbangan Majelis Rakyat Papua, namun hal itu tidak berlaku sampai mendekati hari pencoblosan 14 Februari 2024,” katanya.
Itulah sebabnya, lanjut Pendeta Robert Josias Horik, MRP menerbitkan surat keputusan itu. “Bahwa kita memprioritaskan memilih OAP. Apa yang kita inginkan itu jauh dari harapan, karena proteksi itu kita tidak ambil langkah, sehingga di forum ini sebagai momentum untuk bersama-sama kita bersatu,” katanya.
Untuk itu, tambahnya, kata perwakilan dari unsur agama menyebut partai politik dapat meminta pertimbangan dan atau berkonsultasi kepada MRP dalam seleksi atau rekrutmen. “Di mana akan didorong, misalnya dalam pemilihan kepala daerah, minimal mendapat rekomendasi atau pertimbangan dari MRP yang ada di setiap provinsi,” ujarnya.
Menurutnya dalam Pasal 7 UU No. 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menerangkan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama untuk mencalonkan dan dicalonkan sebagai calon Gubernur-Wakil Gubernur, calon Bupati dan Wakil Bupati, serta calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
“Dalam pertimbangan, MRP bersama anggota Fraksi Otonomi Khusus DPR Papua dan DPR Papua Barat menyampaikan aspirasi masyarakat mengenai usulan perubahan melalui penerbitan Perpu atau Peraturan Pengganti Undang-Undang,” katanya.
Seperti halnya usulan dari Provinsi Papua, setiap OAP sebagai warga negara Indonesia berhak memperoleh kesempatan mencalonkan dan dicalonkan sebagai calon Gubernur-Wakil Gubernur, Bupati-Wakil Bupati, Wali Kota-Wakil Wali Kota di wilayah Papua dan Orang Asli Papua.
“Sehingga partai politik dan gabungan partai politik di wilayah Papua mencalonkan OAP sebagai calon kepala daerah dan setiap OAP mencalonkan diri dari jalur perseorangan di Pilkada di wilayah Papua,” ujarnya.
Selain itu, setiap partai politik dan gabungan partai politik mengusung pasangan calon kepala daerah OAP berdasarkan struktur kekerabatan, genealogis, garis keturunan, fasih berbahasa ibu, dan memiliki hak ulayat turun temurun.
“Perubahan dalam undang-undang yang baru, setiap pasangan calon kepala daerah mengenai OAP berdasarkan wilayah adat masing-masing, juga KPU langsung kepada MRP sehingga nanti kita di MRP akan membentuk dua pansus, satu pansus Gubernur dan DPRK, karena MRP juga mempunyai kewenangan merekomendasikan yang akan duduk di fraksi di DPR Papua,” katanya.
Berdasarkan aspirasi kepada MRP, kata Pendeta Robert Josias Horik, masyarakat OAP juga meminta agar setiap calon Gubernur-Wakil Gubernur adalah OAP. Begitu juga Bupati-Wakil Bupati dan Wali Kota-Wakil Wali Kota adalah OAP yang berlaku pada Pilkada Serentak 2024.
“Maka terkait usulan Perpu Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota, Asosiasi MRP se-Tanah Papua akan bertemu dengan Presiden Republik Indonesia dan Presiden terpilih hasil Pemilu 2024 agar menertibkan Perppu. Kita harus bergerak cepat dengan Presiden untuk hal ini agar segera diusulkan,” katanya. (*)
Artikel ini sudah terbit di jubi.id