Jayapura, Jubi TV – Fasilitas Pelabuhan Tol Laut Depapre yang terletak di Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua terbengkalai dan rusak. Padahal proyek yang dibangun Kementerian Perhubungan pada 2015 hingga 2020 itu dibangun dengan biaya Rp175 miliar.
Hal itu disampaikan Koordinator Administrasi dan Umum Aliansi Demokrasi untuk Papua atau AlDP, Antoni Ibra Nalaki di Kota Jayapura, Provinsi Papua, pada Jumat (10/11/2023). “Kaca-kaca gudang, kantor, [pos] keamanan di pelabuhan sudah pecah. Lalu crane atau alat bantu pengangkat kontainer itu juga sudah berkarat [dan dibiarkan] begitu saja,” ujarnya.
Ibra mengatakan proyek Kementerian Perhubungan itu dibuat untuk membuka rute baru Tol Laut dengan kode T-19. Rute Tol Laut T-19 itu digadang-gadang meningkatkan aksesibilitas dan konektivitas di wilayah Papua dan Papua Barat.
Akan tetapi, Ibra mengatakan pelabuhan peti kemas itu hanya melakukan aktivitas bongkar-muat pada Januari 2021 hingga Juli 2021. “Bongkar muat hanya terjadi sekitar dua kali dan setelah itu dipalang masyarakat adat. Kondisi pelabuhan peti kemas diresmikan oleh Presiden Jokowi itu sebuah bentuk dari kegagalan dari pembangunan itu,” katanya.
Pada awal November 2023, tidak ada aktivitas di Pelabuhan Tol Laut Depapre. Area pelabuhan itu telah dipenuhi rumput. Gudang, kantor dan pos keamanan tampak tidak terurus, dipenuhi coretan tulisan, kaca jendela pecah dan berserakan di tanah. Selain itu crane untuk mengangkut kontainer telah berkarat, dan dipenuhi rumput.
Tempat atau lapak berjualan yang dibuat masyarakat sudah lapuk, dan ada tidak memiliki atap. “Maka sebenarnya menjadi peluang penting bagi semua masyarakat adat di wilayah Depapre untuk bisa mendapatkan lapangan pekerjaan bagi masyarakat adat. Tapi pada akhirnya sampai hari ini pelabuhan itu tidak beroperasi,” kata Ibra.
Ibra menyatakan Pelabuhan Tol Laut Depapre tidak bisa beroperasi lantaran bermasalah sejak proses perencanaan, pembangunan, hingga pengelolaan. Ibra mengatakan pelabuhan yang sebenarnya belum memenuhi standar dan belum siap untuk beroperasi dipaksakan untuk beroperasi, dan akhirnya operasional pelabuhan itu tidak berjalan.
“[Misalnya] gudang penyimpanan itu kan terbengkalai dan juga tidak sesuai, [kalau] kita merujuk pada standar internasional [pelabuhan peti kemas]. Di dalam laporan AlDP sendiri itu kan ada aturan untuk merujuk bagaimana standar pengoperasian pelabuhan itu,” ujarnya.
Ibra mengatakan Pemerintah Provinsi Papua, Pemerintah Kabupaten Jayapura, Pelni, Pelindo dan dinas terkait harus duduk bersama untuk mengevaluasi operasionalisasi Pelabuhan Depapre. Ia juga menegaskan masyarakat adat setempat harus dilibatkan dalam pengelolaan pelabuhan tersebut. “Mengevaluasi kembali sehingga [bisa melakukan] renovasi pelabuhan itu,” katanya. (*)
Artikel ini sudah terbit di jubi.id dengan judul Dibangun dengan anggaran Rp175 miliar, Pelabuhan Tol Laut Depapre terbengkalai