Jayapura, Jubi TV– Massa aksi dari Komunitas Mahasiswa/i Pelajar dan Pemuda Wilayah Kirime (KMP2WK) se-Kota Jayapura menggelar aksi demo di kantor perwakilan Komisi Pemilihan Umum atau KPU Kabupaten Pegunungan Bintang (Pegubin) di Kota Jayapura, Selasa (27/6/2023).
Massa aksi menuntut agar penetapan Daftar Pemilih Tetap atau DPT oleh KPU baru-baru ini harus dibatalkan, karena dianggap ilegal sebab tidak sesuai dengan tuntutan masyarakat yang telah beberapa kali bersuara mengenai hal tersebut.
Penanggung jawab aksi, Pein Lepi, mengatakan Pemerintah Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua Pegunungan, harus segera mengembalikan jumlah penduduk yang mempunyai hak suara khususnya di empat distrik yaitu Weime, Batani, Nongme, dan Teiraplu yang telah dipangkas tanpa sepengetahuan pemilih hak suara.
“Tuntutan kami jelas dan sudah beberapa kali disampaikan baik di Oksibil, ibu kota Pegunungan Bintang, dan di Kota Jayapura, kami sampaikan juga kepada KPU setempat dan secara terbuka maupun kepada pemda,” katanya.
Menurutnya, pemangkasan hak suara masyarakat dan dipindahkan ke daerah tertentu. Bahkan katanya, dalam beberapa waktu lalu pun telah dilakukan mediasi maupun difasilitasi pemerintah daerah, untuk bertemu dengan Direktorat Kependudukan Kementerian Dalam Negeri di Jakarta.
Hal itu dilakukan, sebab telah beberapa kali masyarakat menuntut hal tersebut. Namun pada kenyataannya hal itu tetap diabaikan, dan KPU pun telah menetapkan DPT secara nasional.
“Oleh sebab itu, dalam pernyataan ini kami minta bupati, Dinas Kependudukan, KPU dan Bawaslu Pegunungan Bintang, tolong ditinjau kembali penetapan DPT,” katanya.
Dalam aksi itu, disebutkan pengalihan hak suara masyarakat dari Distrik Weime di DPT sebelumnya yaitu pada 2019 sebanyak 4.346 suara dan untuk Pemilu 2024 menjadi 2.709 pemilih.
Untuk Distrik Nongme dari DPT 2.885 pada 2019 kini menjadi 1.126 suara, Distrik Batani dari 3.712 suara menjadi 1.679 suara, dan di Distrik Teiraplu dari 2.256 menjadi 1.949 suara dengan jumlah DPT 2019 di empat distrik tersebut dari 13.199 menjadi 7.463 suara.
Dalam pernyataan sikap yang dibacakan sekretaris aksi, Ibrakin Kean, menyampaikan jika penetapan DPT secara nasional, KPU Pegunungan Bintang tidak bekerja secara profesional dan dipolitisir lalu mengedepankan kepentingan politik sehingga dianggap ilegal.
Massa aksi juga meminta KPUD tidak melakukan aktivitas di kantor perwakilan di Jayapura sebelum mengembalikan DPT yang telah dipangkas tanpa mendasari alasan yang jelas, sehingga meminta untuk ditinjau kembali penetapan DPT versi pemerintah daerah.
“Jika tidak ada realisasi mengenai tuntutan tersebut, maka masyarakat akan melakukan boikot terhadap pelaksanaan pilkada 2024 apa pun resikonya,” ucap Ibrakin Kean.
Komisioner Divisi Hukum dan Pengawasan yang juga dipercaya sebagai pelaksana harian Ketua KPU Pegunungan Bintang, Ansel Muswok Mabin, yang menerima massa aksi menjelaskan, apa yang telah ditetapkan mengenai DPT tidak dapat dikembalikan.
“KPU hanya sebagai pengguna data dari pemerintah daerah, sehingga apa yang disampaikan itu telah ditetapkan dan tidak dapat diubah kembali,” katanya.
Ia pun mengakui jika selama proses tahapan sebelum ditetapkannya Daftar Pemilih Tetap, KPU telah melakukan sosialisasi kepada penyelenggara tingkat bawah dan juga masyarakat.
Selain itu, sebagai salah satu syarat di pemilihan nanti sudah harus ber-KTP elektronik. Untuk itu KPU pun telah melakukan sosialisasi dan mengajak masyarakat untuk melakukan perekaman.
“Namun kenyataannya dalam daftar pemilih itu banyak ditemukan adanya data ganda, data anomali, dan data yang tidak sepadan dan itu sudah disampaikan dari kementerian maupun KPU RI, sehingga dinyatakan tidak memenuhi syarat. Sehingga membuat beberapa distrik yang DPT 2019 lalu berbeda dengan DPT untuk 2024 nanti,” katanya. (*)
Artikel ini sudah terbit di jubi.id dengan judul: Penetapan DPT Pegubin dianggap ilegal