Nabire, Jubi TV– Papuan Voices menggelar pemutaran dan diskusi film dokumenter. Acara ini adalah puncak dari Pelatihan Pembuatan Film Dokumenter di Nabire, 24 – 28 April 2023. Acara digelar di salah satu kafe di Nabire, Sabtu malam, 29 April 2023. Dihadiri 25 orang, termasuk dua orang yang menjadi tokoh dalam dua film dokumenter.
Adapun dua film yang diputar dan didiskusikan yaitu “Berbuah Merah” dan “Selektif Omnivora”. Dua film tersebut digarap selama 3 hari oleh 5 orang peserta yang dibagi dalam dua kelompok.
“Jadi, hari pertama itu kami mulai dengan perkenalan, lalu masuk ke materi pelatihan. Hari kedua kami masuk ke pengenalan alat, jenis-jenis shoot gambar, dan praktek pengambilan video. Video yang kami rekam itu kemudian dicek bersama dua fasilitator. Mereka kasih tau, salahnya dimana, hal-hal apa yang harus diperhatikan lagi dan seterusnya. Selanjutnya hari ketiga, keempat dan kelima, kami mulai pembuatan film,” kata Jebulon Bunai, salah satu peserta pelatihan..
Jembulon menjelaskan, hal pertama yang dilakukan sebelum pembuatan film adalah sama-sama mengumpulkan ide cerita, yang kemudian dipilih 2 dari beberapa ide cerita yang muncul. Dua ide cerita itulah yang dikembangkan menjadi ide utama film, siapa tokohnya, dibuatkan sinopsis, susun pertanyaan wawancara dan aktivitas yang dilakukan tokoh, kemudian menyusun storyboard.
Sekilas, film pertama dengan judul “Berbuah Merah” bercerita tentang Despince Yumai, seorang sarjana tata boga di Nabire yang mencoba mengembangkan buah endemik Papua (yaitu buah merah), menjadi satu produk pangan dalam bentuk sambal yang bisa dikonsumsi oleh masyarakat luas. Sementara film kedua “Selektif Omnivora”, bercerita tentang Meli Badii, anak muda di Nabire yang sudah 11 tahun tidak mengkonsumsi nasi beserta beberapa produk industri makanan dan minuman lainnya.
Asrida Elisabeth, dari Papuan Voices menerangkan, Papuan Voices adalah komunitas film maker di tanah Papua yang fokus memproduksi dokumenter berdurasi pendek tentang manusia dan tanah Papua, dengan tujuan mengangkat cerita-cerita tentang Papua dari sudut pandang orang Papua sendiri.
“Ada tiga kegiatan yang rutin dilakukan oleh Papuan Voices, yaitu Pelatihan Pembuatan Film Dokumenter, Festival Film Papua, dan Pemutaran Film. Dengan adanya beberapa peserta dari Nabire yang ikut pelatihan sampai terakhir menghasilkan karya ini, kami berharap ke depannya makin banyak generasi muda Papua yang terlibat. Yang sudah tahu, ajarkan lagi kepada yang belum tahu,” kata Asrida melalui rilis kepada Jubi, Minggu, 30 April 2023 .
Selain itu, peserta lain bernama Yanuarius Anouw, mengapresiasi Papuan Voices yang mana menyelenggarakan pelatihan yang dilakukan bahkan dalam beberapa hari hingga menghasilkan karya. “Kita berikan apresiasi kepada Papuan Voices untuk pelatihan ini. Karena di zaman digital seperti sekarang, kalau kita mau angkat cerita tertentu, advokasi atau kamoanye tentang masyarakat adat atau hutan adat, itu lebih cocok dengan video dokumenter seperti ini. Karena orang cenderung mau mendapatkan informasi dari medium video ketimbang baca berita,” katanya.
Anouw, yang juga adalah Direktur Bentara Papua ini meminta kepada Papuan Voices, tetap mengadakan pelatihan serupa. Sehingga banyak orang, terutama anak muda terlatih dan mengangkat banyak cerita ke publik dalam bentuk film dokumenter. Sebab film dokumenter mampu membuat penonton mengetahui hal-hal unik di sekitarnya, bisa memantik penonton untuk merefleksikan ulang realita di sekitarnya karena film dokumenter bisa jadi cermin realitas, dan film dokumenter juga punya kekuatan untuk mendorong perubahan.
Hal tersebut langsung ditanggapi Asrida dari Papuan Voices, dan pihaknya sangat terbuka sekali untuk kerjasama berkaitan dengan bikin pelatihan-pelatihan, dan juga pemutaran film. Sebab hal-hal baik harus disebarluaskan untuk kehidupan yang lebih baik. Asrida juga mengatakan, sebagian besar film dokumenter karya teman-teman Papuan Voices bisa diakses secara gratis di channel YouTube Papuan Voices. (*)
Artikel ini sudah terbit di jubi.id dengan judul: Papuan Voices gelar pemutaran dan diskusi dua film dokumenter