Merauke, Jubi TV– Sekelompok organisasi mahasiswa yang menamakan diri Gerakan Pemuda Papua Selatan Peduli Tanah Adat di Kabupaten Merauke, Papua Selatan mendesak pemerintah untuk mencabut izin operasional PT Indo Asiana Lestari ( IAL) di Kampung Yare, Distrik Fofi, Kabupaten Boven Digoel.
Desakan sejumlah organisasi mahasiswa ini menyusul adanya gugatan masyarakat adat suku Awyu dari Kampung Yere terhadap Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu – DPMPTSP Provinsi Papua ke Pengadilan Tata Usaha Negara – PTUN Jayapura pada Senin (13/3/2023) lalu.
“Pemimpin marga Woro, Hendrikus Franky Woro dan keluarganya menggugat ke PTUN terkait izin lingkungan hidup yang dikeluarkan oleh DPMPTSP Provinsi Papua untuk perusahaan kelapa sawit PT Indo Asiana Lestari,” kata Koordinator Gerakan Pemuda Papua Selatan Peduli Tanah Adat, Mario Mere kepada Jubi di Merauke, Jumat (17/3/2023).
Merespons persoalan yang dihadapi masyarakat adat di Kampung Yere, kata Mere, sejumlah organisasi mahasiswa di Kabupaten Merauke bersatu untuk mendukung masyarakat adat yang tengah menghadapi permasalahan itu. Mereka (kelompok mahasiswa) mendesak Pemkab Boven Digoel untuk segera mencabut izin operasi PT IAL di wilayah tanah adat suku Awyu.
Mahasiswa juga mendesak Pemprov Papua dalam hal ini gubernur dan DPMPTSP untuk segera mencabut Izin Usaha Perkebunan – IUP dan Hak Guna Usaha – HGU PT Indo Asiana Lestari.
“Kami juga menuntut PTUN Jayapura agar memberikan informasi serta memberikan keputusan yang benar-benar adil. Kami juga mendesak pemerintah pusat untuk segera mempercepat pengesahan RUU masyarakat adat,” ujar Mere.
Mere mengungkapkan bahwa organisasi lingkungan yakni Greenpace dalam laporannya yang berjudul “Stop Baku Tipu: Sisi Gelap Perizinan di Tanah Papua” menyebut bahwa PT IAL mengantongi izin lokasi perkebunan kelapa sawit seluas 39.190 hektare sejak 2017.
PT IAL diduga dikendalikan oleh perusahaan asal Malaysia yakni All Asian Agri yang juga memiliki perkebunan sawit di Sabah di bawah bendera perusahaan East West One. PT IAL memperoleh lahan di Kampung Yere dari PT Energy Samudera Kencana, anak perusahaan Menara Group yang sempat bakal menggarap Proyek Tanah Merah di Boven Digoel.
“Upaya masyarakat adat suku Awyu mencari informasi sudah berlangsung sejak awal 2022 lalu yaang dipelopori oleh komunitas cinta tanah adat dan komunitas paralegal. Mereka meminta penjelasan dari sejumlah dinas, baik di kabupaten maupun di provinsi,” tuturnya.
Mere menambahkan, Marga Woro – bagian dari suku Awyu mempersoalkan izin kelayakan lingkungan hidup yang dikeluarkan berdasarkan analisis mengenai dampak lingkungan – Amdal yang bermasalah.
Izin yang dikeluarkan itu tidak mempertimbangkan keadaan masyarakat adat sebagai pemilik hak ulayat tanah adat, dan cacat substansi karena tak disertai analisis konservasi lingkungan.
Penerbitan izin kelayakan lingkungan hidup PT IAL diduga telah melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 2021 tentang penyusunan Amdal, dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Persoalan ini menegaskan bahwa pemerintah dalam hal ini telah gagal memaknai konsep kehidupan masyarakat adat, otoritarianisme agraria, dan deforestasi sebagai salah satu penyebab perubahan iklim,” tutup Mere. (*)
Artikel ini sudah terbit di jubi.id dengan judul: Gabungan Mahasiswa desak pemerintah cabut izin PT IAL di Boven Digoel