“Apakah [penambahan pasukan itu] untuk kepentingan masyarakat Papua, apakah untuk kedaulatan negara, atau sebenarnya melindungi perusahaan-perusahaan tambang di Papua,”
Jayapura, Jubi TV– Koordinator Keadilan, Perdamaian, dan Keutuhan Ciptaan atau KPKC Sinode GKI di Tanah Papua, Pdt Dora Balubun menyampaikan pemekaran Papua hanya akan memecah belah Orang Asli Papua.
Menurut Balubun, pemekaran Papua akan menimbulkan konflik kepentingan antara elit-elit politik lokal, yang pada akhirnya mengorbankan masyarakat Papua.
Hal itu disampaikan Pdt Dora Balubun dalam acara Media Briefing Rencana Pemekaran Wilayah, “Langkah Mundur Demokrasi di Tanah Papua” yang diselenggarakan Public Virtue Institute secara daring pada Kamis (14/04/2022).
Balubun mengingatkan sejumlah kabupaten yang akan disatukan menjadi Daerah Otonom Baru (DOB) merupakan daerah konflik yang tidak layak dijadikan DOB.
Pada 12 April 2022, rapat paripurna DPR RI menyetujui tiga Rancangan Undang-undang terkait pemekaran Papua sebagai inisiatif DPR. Ketiga RUU inisiatif DPR itu RUU tentang Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah dan Provinsi Pegunungan Tengah.
Apabila nantinya RUU ini disahkan DPR menjadi UU maka akan ada 5 provinsi di Tanah Papua.
Balubun menyatakan daerah-daerah yang masuk dalam pemekaran merupakan daerah konflik yang sarat dengan kekerasan dan pelanggaran HAM.
Balubun mencontohkan Kabupaten Nduga dan Intan Jaya, yang puluhan ribu warganya mengungsi akibat konflik bersenjata.
Balubun menyampaikan pemekaran Papua tidak bisa dilakukan di tengah pelanggaran HAM, ketimpangan kesejahteraan, ketimpangan keadilan yang sedang dialami rakyat Papua.
“Jadi pemekaran Papua hadiah atau bencana untuk Orang Asli Papua,” ujarnya.
Selain itu, Balubun menyatakan pemekaran dikhawatirkan akan menambah laju migrasi orang dari luar Papua, dan hal itu berpotensi menimbulkan konflik yang baru.
Ia mengingatkan, pembentukan kabupaten baru di Papua pada periode sebelumnya gagal memproteksi Orang Asli Papua, sehingga mereka justru sulit bersaing dengan pendatang yang telah memiliki ketrampilan.
Selain itu, sejumlah kabupaten hasil pemekaran-seperti Kabupaten Nduga atau Intan Jaya-awalnya adalah daerah yang bebas dari konflik. Akan tetapi, setelah dibentuk menjadi kabupaten, wilayah itu justru menjadi daerah konflik bersenjata.
“Kita harus belajar dari kabupaten pemekaran [seperti] Nduga, Intan Jaya, itu bermasalah dalam pemerintahan,” katanya.
Balubun meminta pemerintah pusat memprioritaskan penyelesaian masalah sosial yang terjadi di Papua. Salah satunya adalah masalah pengungsian, yakni di Intan Jaya maupun di Kabupaten Maybrat ketimbangan mengurusi pemekaran.
“Tidak kah (pemerintah pusat) ada hati untuk (mengurus) rakyat Papua, tidak ada kah kepedulian untuk orang asli Papua,” ujarnya.
Miya Irawati dari Public Virtue Institute mengatakan pemekaran akan menjadi pintu bagi TNI untuk menambah satuan teritorial dan pasukannya di Tanah Papua.
“Apakah [penambahan pasukan itu] untuk kepentingan masyarakat Papua, apakah untuk kedaulatan negara, atau sebenarnya melindungi perusahaan-perusahaan tambang di Papua,” tanya Mira. (*)
Artikel ini sudah ditayangkan di Jubi.id dengan Judul, Pemekaran Papua akan Memecah bela Orang Asli Papua