Sentani, Jubi TV– Pemerintah Kabupaten atau Pemkab Jayapura kembali mengagendakan Festival Danau Sentani pada tahun ini. Mereka menetapkan 19–23 Juni sebagai masa penyelenggaraan festival.
Pemkab Jayapura telah melakukan serangkaian persiapan untuk menyongsong pelaksanaan Festival Danau Sentani (FDS) 2024. Mereka telah membentuk kepanitiaan dan melibatkan sejumlah pemangku kepentingan dalam persiapan teknis maupun saat penyelenggaraan festival.
Penjabat Bupati Triwarno Purnomo mengatakan FDS bertujuan melestarikan kekayaan seni dan budaya serta menggeliatkan wisata daerah. Dia berharap semua pihak mendukung persiapan dan penyelenggaraan FDS.
“Panitia pelaksana, dan mitra-mitra kerja, serta pimpinan perangkat daerah harus proaktif berkomunikasi [satu sama lain]. Itu untuk meningkatkan dukungan dan partisipasi yang lebih baik [dari semua pihak],” kata Triwarno, seusai apel pagi pegawai Pemkab Jayapura, Senin pekan lalu.
Ketua Panitia FDS 2024 Ted Yones Mokay mengaku mereka terus mengintensifkan komunikasi dan koordinasi dengan sejumlah pihak pendukung festival. Panitia juga telah menetapkan penugasan teknis untuk setiap perangkat daerah di Pemkab Jayapura.
“Soal kebersihan di lokasi kegiatan, [misalnya] ditugaskan kepada Bidang Kebersihan di Dinas Lingkungan Hidup. Untuk penyiapan infrastruktur, seperti penerangan, instalasi air bersih, dan toilet, hingga pembangunan stan ditugaskan kepada instansi teknis lain,” kata Mokay.
Mokay mengatakan salah satu tujuan utama penyelenggaraan FDS ialah menjadikan Kabupaten Jayapura sebagai destinasi wisata unggulan di Papua. Pemkab Jayapura tidak ingin daerah tersebut hanya menjadi lokasi persinggahan dan transit bagi wisatawan.
“Konsep besarnya [FDS] sudah kami bahas. Apa yang masih menjadi kendala di lapangan akan kami selesaikan secepatnya,” ujar Mokay, yang juga Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Jayapura.
Kehilangan makna
FDS digulirkan pertama kali pada 2008. Kegiatannya selalu dipusatkan di kawasan Pantai Wisata Khalkote, Kampung Harapan, Distrik Sentani Timur.
Menurut Mokay, panitia juga selalu melibatkan 138 kampung, dan lima kelurahan, serta 19 pemerintah distrik di Kabupaten Jayapura dalam setiap FDS. Mereka juga menggandeng pihak swasta, komunitas usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), serta usaha ekonomi kreatif.
Penyelenggaraan FDS sempat vakum selama tiga tahun akibat banjir bandang, serta pandemi Covid-19, dan baru menggulirkan kembali pada 2022. FDS pada tahun ini tetap dicatat sebagai penyelenggaraan yang ke 14 sejak 2008 walaupun FDS IX hingga FDS XI tidak digelar karena banjir bandang Sentani dan pandemi Covid-19.
FDS selalu mengusung tema khusus dalam setiap penyelenggaraan. Tema-tema tersebut menyiratkan pesan kebangkitan budaya di Kabupaten Jayapura. Pada tahun lalu, misalnya FDS bertema ‘Sagu adalah Hidupku’. Adapun FDS pada tahun ini mengusung tema, ‘Isosolo adalah Budayaku’.
Akan tetapi, banyak pihak menganggap penyelenggaraan FDS telah melenceng dari tujuan awal. Mereka menilai FDS saat ini tidak ubahnya pameran produk dagang atau pameran pembangunan. Stan hingga lapaknya malah memamerkan produk yang tidak ada sangkut pautnya dengan karya seni dan budaya khas Sentani. Begitu pula produk kuliner yang ditampilkan, banyak yang bukan produk lokal.
Menurut Budayawan Papua Theo Yepese, FDS 2024 juga mempersempit pemaknaan terhadap keragaman budaya di Kabupaten Jayapura. Dia menilai pihak panitia juga salah dalam menerjemahkan makna isosolo yang diangkat sebagai tema FDS 2024.
“Isosolo itu sebutan bagi karnaval atau konvoi perahu yang terbuat dari rakit [kayu], untuk mengantar sejumlah bahan makanan, dan hasil buruan dari satu ondofolo ke ondofolo lain. Jadi, isosolo itu bukan tarian di atas perahu,” kata Yepese.
Dia mengatakan tradisi isosolo juga sudah dikenal luas oleh masyarakat di luar Kabupaten Jayapura. Karena itu, panitia seharusnya menggali keunikan lain dari budaya orang Sentani sehingga FDS lebih berciri khas dan bernilai jual tinggi.
“FDS itu seharusnya sarat dengan nilai budaya dan penyelenggaraannya berdampak langsung terhadap perekonomian masyarakat [lokal]. Yang terjadi selama ini, FDS itu seperti pameran pembangunan,” kata Yepese, yang juga Ketua Sanggar Seni Honong Papua.
Berbagai kekurangan dalam penyelenggaraan FDS selama ini diakui Mokay. Karena itu, mereka mengharapkan dukungan semua pihak dalam menyukseskan FDS pada tahun ini.
“Pemkab Jayapura mengalokasikan Rp2 milyar untuk penyelenggaraan FDS setiap tahun. Namun, iven ini juga membutuhkan partisipasi semua pihak,” ujarnya.
Mokay juga menyadari masyarakat menuntut penyelenggaraan FDS berdampak luas terhadap perekonomian lokal. Namun, menurutnya, ada faktor lain yang turut memengaruhi keberhasilan festival.
“Faktor itu ialah kenyamanan dan keamanan penyelenggaraan. Warga lokal harus ramah dan santun kepada para pengunjung. Keramahtamahan itu menjadi roh dalam pengembangan pariwisata dan nilai-nilai budaya,” kata Mokay.
Menuai untung
Meskipun menuai kritik dari banyak kalangan, penyelenggaraan FDS juga mendatangkan keuntungan ekonomi bagi sejumlah warga. Salah satunya ialah Origenes Ohee.
Ohee mengelar aneka kriya atau suvenir khas Papua di Pantai Khalkote pada setiap FDS. Produk yang dijualnya tersebut, di antaranya tas, topi, dan baju dari kulit kayu. Dagangannya pun diserbu pengunjung festival.
“Pendapatan lebih meningkat saat FDS. Banyak pengunjung, termasuk pejabat membeli barang dagangan,” kata Ohee, yang juga Ketua Sanggar Seni Okina.
Pendapatan berlipat juga dialami pengelola lokasi wisata Bukit Tungkuwiri di Kampung Doyo Lama, Distrik Waibhu. Jumlah pengunjung mereka melonjak saat FDS.
“Pada FDS tahun lalu jumlah pengunjung mencapai 700–1.000 orang dalam lima hari. Kami bebankan biaya karcis masuk sebesar Rp10 ribu untuk kendaraan bermotor roda dua, dan Rp20 ribu untuk kendaraan bermotor roda empat,” kata Ricky Pangkata, salah seorang pengelola lokasi wisata Bukit Tungkuwiri.
Bukit Tungkuwiri menyajikan lansekap berupa hamparan savana di antara keheningan Danau Sentani. Para pengunjung mesti menapaki tangga menuju puncak bukit untuk menikamati panorama alam tersebut.
Jumlah pengunjung Bukit Tungkuwiri rata-rata 100-150 orang pada hari biasa. Kunjungan tersebut meningkat hingga dua kali lipat pada hari libur ataupun saat ada iven besar di Kabupaten Jayapura, seperti FDS.
Menurut Pangkata, para pedagang, terutama penjual makanan, dan minuman juga kecipratan rezeki saat pengunjung ramai di Tungkuwiri. Dagangan mereka bisa ludes dalam sekejap. (*)
Artikel ini sudah terbit di jubi.id