Jayapura, Jubi TV– Mahasiswa asal Kabupaten Waropen di Kota Jayapura mengeluhkan kondisi asrama putra yang dibangun Pemkab Waropen, yang mulai terancam longsor. Hal itu dilihat dari jarak tanah longsor dan bangunan, yang hanya berjarak sekitar lima meter.
Salah satu mahasiswa asal Waropen, Krismon Woisiri mengatakan lokasi asrama awalnya merupakan sebuah bukit yang diratakan untuk pembangunan gedung. Menurutnya para tukang seharusnya menggali saluran air di sekitar lokasi pembangunan, agar ada jalur aliran air yang membuat lokasi pembangunan tetap kering.
“Karena tidak ada saluran air, saat hujan, semua air yang turun dari bukit di belakang bangunan itu mengendap di tanah bangunan. Ketika tanah itu basah pastinya mudah pecah [retak] dan longsor,” katanya, di lokasi pembangunan asrama di Distrik Heram, Kota Jayapura, Papua, pada Senin (28/10/2024).
Woisiri yang merupakan mahasiswa Fakultas Teknik Industri dan Teknologi Kebumian (FTIK), Jurusan Teknik Mesin, Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ) itu mengatakan, kekurangan dari pembangunan gedung asrama tersebut yakni tidak adanya pertimbangan mengenai keamanan bangunan. Selain pembangunan gedung, perlu dibuat pula tembok penahan tanah atau talud untuk mencegah longsor.
“Kalau dibiarkan seperti itu, pasti gedung [akan] kena longsor. Kami harap Pemkab Waropen ke depannya mengambil kebijakan pembangunan talud. Kalau bisa jangan terlalu lama, ini asrama belum diresmikan saja sudah terancam longsor, padahal kami mahasiswa sangat butuh tempat tinggal yang layak,” ujarnya.
Staf Ahli Pengurus Ikatan Mahasiswa Waropen (IMaWar), Godlif Woisiri menuturkan sebelum asrama dibangun, pada awal 2019 Pemkab Waropen menyampaikan akan melakukan penggusuran untuk pembangunan asrama. Tujuannya untuk menambah kapasitas jumlah ruang kamar yang akan ditempati mahasiswa, yang jumlahnya semakin bertambah setiap tahun.
“Waktu itu sebenarnya gedung masih layak huni, tapi kami disuruh pihak kontraktor dan salah satu senior untuk kosongkan asrama dalam waktu yang singkat, hanya beberapa hari [waktu yang ditentukan pemkab]. Alasannya mau dilakukan penambahan kapasitas kamar. Setelah kami kosongkan asrama, kemudian mulai dilakukan penggusuran oleh alat berat,” katanya.
Setelah penggusuran, Pemkab Waropen menyewa dua lokasi pemondokan sementara di Kota Jayapura, untuk menampung para mahasiswa. Pada akhir 2019, mahasiswa sempat berdemo karena belum dilakukan pembangunan asrama.
“Empat tahun berturut-turut [pada 2019, 2020, 2021, dan 2022] kami melakukan demo, dan akhirnya aspirasi kami dikabulkan dengan adanya pembangunan gedung asrama yang baru, namun asrama ini belum diresmikan [sampai hari ini] entah kenapa. Kami juga menerima informasi bahwa anggaran pembangunan asrama sudah dicairkan 100 persen. Ini yang kami pertanyakan juga,” katanya.
Ia mengatakan Pemkab Waropen harus lebih memperhatikan kondisi mahasiswa. Apalagi kondisi para mahasiswa Waropen yang ditempatkan di dua pemondokan di Kota Jayapura, cukup memprihatinkan.
“Harapan kami, Pemkab Waropen tolong perhatikan bagian ini. Karena ini generasi muda penerus tongkat estafet pemerintahan di Kabupaten Waropen. Tolong pemkab dengan bijak melihat adik-adik mahasiswa di Kota Studi Jayapura,” katanya. (*)
Artikel ini sudah terbit di Jubi.id