Jayapura, Jubi TV – Mahasiswa Papua di Selandia Baru yang beasiswanya tiba-tiba dihentikan oleh Pemerintah Indonesia semakin terdesak. Penghentian tiba-tiba dana Pemerintah untuk mahasiswa Papua di Selandia Baru telah membuat banyak dari mereka dalam kesulitan keuangan karena visa yang hampir habis.
42 siswa mengetahui penghentian beasiswa mereka pada awal tahun ini. Dengan tenggat waktu yang semakin dekat, mereka telah meminta kepada Pemerintah Indonesia dan anggota parlemen Selandia Baru untuk melihat apakah mereka dapat melanjutkan harapan mereka untuk menyelesaikan pendidikan.
Anggota parlemen Partai Hijau Ricardo Menendez March, Golriz Ghahraman dan Teanau Tuiono telah menulis surat kepada Menteri Luar Negeri Nanaia Mahuta meminta dukungan Pemerintah untuk para mahasiswa Papua sebelum mereka dideportasi. Mereka menyerukan dana beasiswa untuk mendukung siswa yang terkena dampak, jalur residensi bagi mahasiswa Papua yang kesejahteraannya telah terpengaruh, dan jaminan bahwa siswa akan memiliki akses ke perumahan yang aman di akomodasi yang terjangkau.
Tetapi menurut Menendez March, masalah yang paling mendesak adalah visa pelajar – dia meminta Pemerintah untuk memperpanjangnya karena keadaan khusus, seperti untuk warga negara Ukraina.
“Apa yang diajarkan situasi di Ukraina kepada kami adalah bahwa ketika ada kemauan politik, sistem imigrasi kami dapat bergerak relatif cepat untuk memberikan solusi bagi orang-orang yang menghadapi ketidakpastian. Visa khusus yang dibuat untuk mendukung keluarga Ukraina menunjukkan bahwa kami dapat melakukan intervensi untuk mendukung para siswa ini.” kata Menendez.
Imigrasi bergerak cepat untuk memastikan warga Ukraina dengan keluarga di Selandia Baru memiliki jalan yang lebih mudah untuk mendapatkan visa kerja dua tahun sebagai bagian dari dukungan kemanusiaan yang dikembangkan dalam menanggapi krisis pengungsi.
Kebijakan untuk warga negara Ukraina diharapkan memberi manfaat bagi sekitar 4.000 orang, dengan proses penyederhanaan Imigrasi untuk memastikan mereka didukung lebih cepat.
Dengan hanya 42 siswa Papua sekarang dalam krisis visa ini, Menendez March mengatakan akan cukup mudah bagi Pemerintah untuk membuat kategori khusus. Dan lebih dari itu, ini akan menjadi kesempatan bagi Selandia Baru untuk membela tetangga Pasifik.
“Sebagai negara Pasifik, kami memiliki tanggung jawab untuk mendukung orang Papua. Saya pikir ini adalah cara kecil tapi sangat nyata bahwa kami dapat mendukung komunitas Papua,” lanjut Menendez.
Surat yang ditandatangani oleh anggota parlemen Hijau dikirim ke Mahuta pada awal bulan ini, tetapi belum ada respon yang berarti. Sementara itu, beberapa siswa berpotensi dideportasi dalam beberapa minggu ke depan.
Keputusan untuk menghentikan dana beasiswa ini mengejutkan mahasiswa Papua di Selandia Baru seperti Laurens Ikinia, yang sedang menempuh tahun terakhir Magister Komunikasi di AUT. Dia berharap dia akan diizinkan di negara itu sampai kelulusannya.
“Sungguh menyedihkan bagi kami karena pemerintah pusat dan pemerintah provinsi belum memberikan tanggapan positif kepada kami. Pemerintah tetap berpegang pada keputusan mereka,” ujar Ikinia.
Pada saat ini situasi yang dialami oleh mahasiswa Papua di Selandia Baru menurut Ikinia kurang lebih sama dengan mahasiswa Papua di negara lain. Banyak mahasiswa yang tidak bisa kuliah semester ini karena pemda belum membayar biaya kuliah dan belum transfer biaya hidup.
“Dalam lobi ke pemerintah Selandia Baru untuk mahasiswa yang namanya dihentikan sebagai penerima beasiswa, saat ini masih dalam negosiasi antara Green Party dan kementrian imigrasi, Kementrian Pacific People, dan Kementrian Luar Negeri Selandia Baru,” lanjut Ikinia.
Disampakan juga oleh Ikinia secara umum anak-anak mengalami tingkat depresi dan frustrasi yang sangat tinggi karena berbagai tekanan, baik dari perguruan tinggi, akomodasi, imigrasi dan lainnya. (*)