Jayapura, Jubi TV– Divisi Demokrasi di Aliansi Demokrasi untuk Papua atau AlDP, Muhammad Pieter Alhamid mengatakan, terdapat empat jaringan yang digunakan dalam perdagangan senjata api dan amunisi ilegal di Tanah Papua. Hal itu dinyatakan Alhamid dalam peluncuran laporan investigasi tentang perdagangan senjata ilegal di Tanah Papua yang berlangsung di Kota Jayapura pada Jumat (1/7/2022).
Laporan investigasi “ Perdagangan Senjata Api dan Amunisi Ilegal di Tanah Papua ” itu meneliti senjata api dan senjata ilegal di Tanah Papua pada periode 2011 – 2021. Laporan itu mengidentifikasi empat jaringan perdagangan senjata api dan senjata ilegal di Tanah Papua.
Alhamid menjelaskan jaringan pertama adalah perdagangan senjata api antara aparat TNI/Polri dan warga sipil. Jaringan kedua adalah jaringan perdagangan senjata api dan amunisi antara sesama warga sipil, tanpa melibatkan aparat TNI/Polri.
Jaringan ketiga adalah jaringan perdagangan antara aparat TNI/Polri dengan kelompok bersenjata Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB), tanpa melalui perantaraan. Jaringan keempat adalah jaringan perdagangan senjata api dan amunisi antara sesama anggota TPNPB. “[Jaringan keempat] itu terjadi di luar negeri, misalnya di Papua Nugini,” ujarnya.
Alhamid juga membeberkan jalur pengiriman senjata api dan amunisi ke Tanah Papua. Para pedagang senjata api atau amunisi di Papua itu mampu mengirimkan dagangannya menggunakan transportasi darat, laut, bahkan transportasi udara.
Menurut Alhamid, jalur pengiriman darat biasanya menggunakan jalur tertutup seperti di sekitar hutan, jalan setapak, atau rute mobil di pinggir kota, dan jalur itu diandalkan oleh TPNPB. Jalur laut dan sungai menggunakan perahu atau kapal kecil yang berlabuh di pelabuhan kecil yang cenderung digunakan oleh TPNPB. Sementara pengiriman senjata dan keamanan melalui pelabuhan besar ataupun bandar udara yang digunakan oleh aparat TNI/Polri, karena pemeriksaan ketatnya di pelabuhan besar atau bandar udara hanya bisa ditembus dengan orang dalam.
“Untuk jalur laut dan sungai, banyak sekali pelabuhan kecil. Pelabuhan itu biasanya digunakan masyarakat sipil dan TPNPB untuk melakukan transaksi karena minimnya pengawasan. Jika ada pengawasan, itu bisa dikendalikan oleh pihak yang melakukan transaksi [perdagangan senjata api dan amunisi] tersebut,” katanya.
Direktur AlDP, Latifah Anum Siregar mengatakan transaksi perdagangan senjata api dan amunisi ilegal di Tanah Papua memiliki motif yang beragam. Ada, motif ekonomi, karena harganya yang sangat tinggi. Ada pula motif untuk menaikan jenjang karir atau jenjang karir.
Ada pula motif Kepemilikan Sumber Daya Alam (SDA). “Ada indikasi bahwa konflik terjadi di suatu tempat yang digunakan untuk terus bergerak masyarakat setempat untuk menguasai sumber daya alam [di wilayah itu]. Kami mendapatkan dari beberapa informasi dari lapangan dan narasumber menjelaskan sangat detail indikasi [motif penguasaan SDA] itu,” katanya.
Laporan AlDP merekomendasikan evaluasi dan pengawasan internal TNI serta mekanisme distribusi senjata api dan produksi, termasuk pembawaan, tata cara penyimpanan, dan penggunaan di aparat organik maupun non. Pemerintah dari instansi terkait perlu melakukan pengawasan terhadap wilayah potensial di Tanah Papua.
Aparat penegak hukum diharapkan tidak memproses hukum pelaku perdagangan senjata di lapangan, tetapi mengungkapkan pemilik atau penyedia utama senjata api dan senjata ilegal. “Perdagangan senjata api dan amunisi ilegal itu menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan dan mengancam proses perdamaian di Tanah Papua,” kata Siregar. (*)
Berita ini sudah terbit di Jubi.id dengan Judul: Ada 4 jaringan perdagangan senjata api dan amunisi ilegal di Tanah Papua.