Nabire, Jubi TV– Teflius, salah seorang anak di kabupaten Asmat, Papua Selatan yang kesulitan membaca dan tidak mengetahui usianya sendiri. Ia tumbuh dalam kesunyian dan tidak mempunyai mimpi dan cita-cita.
Selain Asmat, area rentan lainnya di Tanah Papua adalah Wamena, kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan. Menurut observasi tim WVI di Wamena, permasalahan anak-anak yang utama di sana ada di sektor kesehatan, pendidikan, dan perlindungan anak.
Terdapat 25.4 persen kasus tengkes (Dinkes, 2022) dan 47 persen kasus ibu hamil kurang energi kronis. Pada sektor pendidikan, sebanyak 50.4 persen sekolah tidak punya sumber air yang layak dan cukup, serta 95.96 persen anak tidak pernah mengikuti PAUD. Pada isu perlindungan anak, 89 persen anak di Jayawijaya tidak mempunyai akta lahir dan 18.23 persen sudah menikah di bawah umur. WVI meluncurkan program Childhood HOPE untuk memberikan harapan masa depan yang lebih baik bagi anak-anak di Tanah Papua.
Asteria Aritonang, Resource Development and Communications Director WVI, menjelaskan, Childhood HOPE merupakan program baru milik pihaknya yang ditujukan untuk mendukung anak-anak yang tinggal di tempat terjauh dan tertinggal di Indonesia. Anak-anak ini begitu rentan karena menghadapi kerawanan pangan yang tinggi, kurangnya akses terhadap kebutuhan pokok, dan kesenjangan pendidikan.
“Mereka terpapar dengan kemiskinan, penyakit, kekerasan, pelecehan, dan eksploitasi, serta sering diguncang bencana alam dan ketidakstabilan. Mereka hidup dalam ketidakpastian yang permanen dan tidak memiliki perspektif jangka panjang tentang masa depan yang lebih baik. Saat ini program Childhood HOPE fokus pada Tanah Papua, tapi tidak menutup kemungkinan untuk diperluas ke wilayah lain yang terjauh dan tertinggal di Indonesia,” kata Asteria Aritonang pada konfrensi pers program Childhood HOPE, Kamis (4/11/2023).
Program ini berbeda dengan program sponsor anak yang telah ada di WVI, karena dalam program Childhood HOPE ini mempunyai pilihan untuk tidak berinteraksi langsung dengan anak-anak yang dibantu. Program baru ini dapat menjadi jawaban bagi para donatur yang merasa lebih nyaman memberikan donasi tanpa harus berinteraksi langsung dengan anak-anak, baik dengan donasi satu kali atau bulanan untuk dampak yang lebih besar dan berkelanjutan.
Maggie, seorang perwakilan anak dari Wamena yang bercita-cita menjadi dokter anak menyampaikan bahwa banyak sekolah di Wamena memiliki bangunan yang kurang layak. Selain itu, aa dan teman-temannya di sekolah tidak jarang diliburkan karena alasan keamanan.
“Saya harap semua anak Papua bisa sekolah dan belajar dengan baik agar mereka semua bisa membangun tanah dan daerahnya sendiri,” kata Magie.
Donasi yang masuk ke program Childhood HOPE akan digunakan untuk mendukung tidak hanya infrastruktur atau sumber daya seperti peralatan atau makanan, tetapi juga mendukung mendukung peningkatan pendidikan, kesehatan, dan lingkungan yang aman bagi anak-anak melalui kegiatan keterampilan dan program perubahan perilaku seperti pelatihan bagi orang tua, guru dan lain-lain. Program ini ingin memastikan anak-anak yang berada di wilayah rentan ini menemukan stabilitas dan keamanan untuk masa depan mereka.
Jeni Karay, seorang dosen dan juga influencer di Papua mengatakan, meski ia telah mendapat kesempatan mengenyam pendidikan hingga S2 di pulau Jawa, namun dirinya memutuskan kembali ke daerah untuk berkontribusi di tanah Papua.
“Karena itu saya mau bergabung dalam program Childhood HOPE ini untuk membantu adik-adik di area rentan. Kami di timur Indonesia ini membutuhkan dukungan bantuan dan semangat untuk bisa membangun tanah ini. Program ini strategis dan menarik karena masyarakat bisa membantu dengan cara sederhana, tapi cara yang sederhana itu sangat berarti bagi anak-anak di Tanah Papua,” katanya.
Sementara Albert Fakdawer, musisi berdarah Papua menyampaikan membangun Papua bisa dilakukan dengan berbagai cara. Isu-isu yang diangkat dan ingin diatasi dalam program Childhood HOPE ini bukan sesuatu yang bisa dicapai secara instan.
“Program ini mengetuk pintu nurani kita untuk berpikir apa yang bisa kita beri dan lakukan untuk pekerjaan panjang ini. Karena itu harus terus didukung agar gambaran besar masyarakat Papua yang sejahtera dan setara dengan masyarakat Indonesia pada umumnya bisa terwujud,” kata Fakdawer.
WVI mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk ikut menjadi perwujudan harapan bagi anak-anak yang hidup di area terjauh dan tertinggal melalui program ini. (*)
Artikel ini sudah terbit di jubi.id dengan judul Melalui Childhood HOPE, wujud harapan anak-Anak Papua di wilayah terjauh dan tertinggal.