Jayapura, Jubi TV – Keluarga korban pembunuhan dan mutilasi di Timika mengaku melakukan pencarian jenazah korban tanpa bantuan pihak kepolisian, TNI maupun Badan SAR Mimika. Keluarga mencari jenazah korban dengan peralatan seadanya sejak keempat korban tidak kembali ke rumah mereka.
“Kami cari korban itu sendiri. Karena itu keluarga kami. Kami sudah lapor ke Badan SAR pada tanggal 22, tapi tidak ada gerakan dari polisi maupun tim SAR. Jadi kami cari sendiri,” kata Gwijange.
Pale menyesalkan pemberitaan media massa yang seolah-olah menunjukan inisiatif pihak kepolisian dalam pencarian korban pembunuhan tersebut. Sementara pada kenyataannya pihak-pihak yang berkewajiban ini tidak melakukan pencarian hingga Senin ini.
“Dari mana pihak polisi dan SAR ikut cari korban? Sampai hari ini (Senin, 29/8/2022) , tidak ada itu. Dua jenasah yang sudah ditemukan itu ditemukan oleh masyarakat dan keluarga. Kami menyesalkan narasi yang dibangun pihak kepolisian seolah-olah mereka melakukan pencarian bersama keluarga,” lanjut Gwijange.
Keluarga korban mutilasi di Timika (diduga bbrp pelakunya anggota TNI) melakukan protes karena pihak TNI dan Polri mengaku bersama Keluarga korban mencari 4 orang korban. Pdhl hanya keluarga korban sendiri yang mencari. 2 orang mayat sudah temukan dan 2 mayat belum temukan. pic.twitter.com/Cii1hyy8Tm
— Victor Mambor (@VictorcMambor) August 29, 2022
Gwijange, menyebutkan empat keluarga mereka, yakni Arnold Lokbere, Rian Nirigi, Leman Nirigi dan Atis Tini sudah hilang sejak tanggal 22 Agustus lalu. Mereka mencoba mencari keluarga mereka ini. Empat hari kemudian, masyarakat Kampung Tipagu, di Timika menemukan jasad Arnold Lokbere di sungai sekitar kampung Tipagu. Jasad almarhum ditemukan dalam keadaan tanpa kepala dan tanpa kaki. Sehari setelah jasad Arnold Lokbere ditemukan, Pale bersama keluarga korban lainnya menemukan jasad Elemaniel Nirigi di sekitar lokasi penemuan jasad Arnold Nirigi. Elemaniel juga ditemukan tanpa kepala dan kaki.
“Dua lainnya, yakni Irian Nirigi dan Atis Tini belum ditemukan hingga saat ini,” ungkap Pale.
Keluarga sebut pembunuhan Arnold Lokbere cs sebagai pelanggaran HAM
Pembunuhan sadis terhadap empat warga Nduga yang terjadi di Timika pada 22 Agustus 2022 disebutkan oleh keluarga korban sebagai pelanggaran HAM berat. Keluarga korban menuntut Presiden Jokowi, Panglima TNI dan Kapolri bertanggungjawab atas pembunuhan tersebut.
“Pembunuhan yang dilakukan ini terencana, terukur dan terstruktur. Kami keluarga tidak menerima kematian empat keluarga kami ini. Mereka semua adalah warga sipil. Tidak ada hubungannya dengan kelompok bersenjata,” kata Pale Gwijange, sepupu almarhum Arnold Lokbere, salah satu korban pembunuhan, saat melakukan aksi protes bersama keluarga korban lainnya di KM 11, Distrik Wania, Kabupaten Mimika, Senin (29/8/2022).
Gwijange menambahkan adanya upaya menghilangkan barang bukti dengan membakar mobil yang digunakan korban selain memutilasi tubuh korban lalu menenggelamkan di sungai.
Dikutip Benar News, Kepala Bidang Humas Polda Papua Kombes Polisi Ahmad Musthofa Kamal mengatakan pembunuhan tersebut mungkin terkait dengan jual beli senjata. Kamal mengatakan dari keempat korban, salah satunya terkait kelompok separatis bersenjata.
“Dari hasil penyelidikan diketahui salah satu korban atas nama Leman (Elemaniel) Nirigi adalah jaringan dari simpatisan KKB Nduga pimpinan Egianus Kogoya yang aktif mencari senjata dan amunisi di Kabupaten Mimika,” ungkap Kamal, mengacu pada kelompok separatis yang oleh aparat keamanan sering disebut sebagai kelompok kriminal bersenjata (KKB).
Namun menurut Gwijange, empat korban adalah murni warga sipil yang dbisa dibuktikan dengan pengakuan dari Bupati Kabupaten Nduga yang menyebut empat korban adalah warga sipil. Tiga korban adalah warga Kabupaten Nduga sedangkan Atis Tini berdomisili di Timika.
“Jadi kami pihak keluarga menuntut Presiden Jokowi, Panglima TNI dan Kapolri, Kapolda Papua, Pangdan Cenderawasih bertanggungjawab atas pembunuhan ini,” ujar Pale.
Amnesty International Indonesia mengatakan penegak hukum harus menginvestigasi kasus pembunuhan ini secara menyeluruh dan transparan.
“Penegak hukum, harus memastikan semua pelaku diproses hukum secara adil,” kata Deputi Direktur Amnesty International Indonesia Wirya Adiwena melalui keterangan tertulis, Senin, 29 Agustus 2022.
Menurut Amnesty, anggota TNI yang disangka terlibat pembunuhan harus diadili melalui pengadilan umum. Bukan hanya pengadilan militer atau sanksi internal.
Amensty, kata Wirya mendesak aparat untuk memastikan tidak adanya impunitas hukum dengan memproses kasus ini hingga tuntas.
Secara terpisah, Gustaf Kawer, pengacara HAM Papua mengatakan pembunuhan ini memalukan Pemerintah Indonesia, yang sedang bicara tentang penyelesaian pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Presiden Joko Widodo mewacanakan penyelesaian pelanggaran kasus HAM melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), namun faktanya pembunuhan dan mutilasi sadis seperti itu terjadi.
“Kami meragukan komitmen negara untuk menyelesaikan pelanggaran HAM, sebab Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan serta Presiden Joko Widodo berniat menyelesaikan [kasus pelanggaran HAM], tapi aparat keamanan terus membunuh masyarakat Papua. Itu sangat dilematis bagi orang Papua [untuk] mempercayai Negara Indonesia menyelesaikan pelanggaran HAM di Tanah Papua,” kata Kawer.
Dua terduga pelaku mutilasi adalah perwira TNI
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Papua, Kombes Faisal Ramadhani mengatakan empat warga ini diduga dibunuh dan dimutilasi oleh sejumlah oknum anggota TNI bersama warga sipil. Motif pembunuhan ini disebutkan oleh polisi adalah perampokan dengan cara menipu empat warga ini untuk membeli senjata api.
Dari informasi yang didapatkan, enam anggota TNI yang diduga terlibat dalam pembunuhan tersebut adalah Mayor Inf HF, Kapten Inf DK, Praka PR, Pratu RAS, Pratu RPC dan Pratu R. Sementara warga sipil yang terlibat bernama Andre Pudjianto Lee alias Jeck, Dul Umam, dan Rafles. Tiga warga sipil sudah ditangkap dan telah ditetapkan sebagai tersangka.
“Keempat korban dipancing oleh para pelaku untuk membeli senjata jenis AK 47 dan FN seharga 250 juta,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Papua, Kombes Faisal Ramadhani.
Ramadhani mengatakan peristiwa pembunuhan ini terjadi pada 22 Agustus 2022 sekitar pukul 21.50 WIT, di SP 1 Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika.
“Setelah dibunuh semua korban di mutilasi (kepala dan kedua kaki dipotong), kemudian dimasukan ke dalam karung selanjutnya dibuang di Sungai Kampung Pigapu,” ujar Ramadhani.
Kasus pembunuhan ini melibatkan pelaku berjumlah sembilan orang, tiga warga sipil dan enam oknum anggota TNI. Hal ini disampaikan oleh Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) XVIII/Cenderawasih, Letkol Kav Herman Taryaman dalam keterangan tertulisnya.
Menurut Kapendam oknum prajurit TNI yang diduga terlibat dalam kasus pembunuhan empat warga di Timika kini dalam proses penyelidikan dan pendalaman oleh Subdenpom Timika.
“Yang diduga adanya keterlibatan prajurit TNI, masih dalam proses penyelidikan/pendalaman oleh Subdenpom Mimika,” kata Kapendam.
Pangdam XVII/Cenderawasih, Mayjen TNI Teguh Muji Angkasa mengatakan Pomdam XVII/Cenderawasih telah menahan enam prajurit TNI AD Brigif 20 Kostrad yang diduga terlibat dalam kasus pembunuhan ini.
“Panglima TNI, Jenderal Andika Perkasa, dan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Jenderal Dudung Abdurachman, telah memerintahkan Pusat Polisi Militer Angkatan Darat (Puspomad) untuk mengusut tuntas. Kami [TNI AD] berkomitmen, hukum harus ditegakkan dan apabila benar ada keterlibatan prajurit, maka kami akan berikan sanksi tegas sesuai hukum dan perundang-undangan yang berlaku,” kata Mayjen TNI Teguh Muji Angkasa.
Ia menambahkan saat ini tim dari Kodam XVII Cenderawasih bersama Polda Papua sedang melakukan investigasi mendalam, sebab kejadian tersebut terjadi di Mimika.
“Nanti hasilnya akan kami sampaikan setelah adanya pemeriksaan dan investigasi serta olah tempat kejadian perkara yang dilakukan pihak Polda [Papua]. Untuk kasus ini, Kodam akan benar-benar transparan. Silakan media ikuti terus,” ujarnya. (*)