Jayapura, Jubi TV–Komisi Penanggulangan AIDS atau KPA Provinsi Papua belum melakukan kampanye dan sosialisasi terkait pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di Provinsi itu secara maksimal.
Hal ini lantaran kekurangan dukungan dana dari Pemerintah Provinsi Papua. Apalagi sangat penting melakukan, kampanye dan sosialisasi ini penting ditengah kasus HIV/AIDS yang terus meningkat di Papua.
“KPA [Provinsi Papua] memang sangat terbatas sekali dengan fasilitas terutama dukungan dana dari pemerintah [Provinsi Papua] jadi untuk membuat program sampai menjangkau akar rumput di pelosok-pelosok, pesisir, gunung itu sangat susah karena, tidak ada dukungan dana yang serius dari pemerintah.”kata Plh. Wakil Ketua KPA Provinsi Papua, Meki Wetipo saat ditemui jubi.id di Kota Jayapura, Provinsi Papua, Sabtu (21/10/2023).
Wetipo mengatakan, sejak Januari hingga akhir Oktober 2023 KPA Provinsi Papua belum mendapatkan kejelasan dana dari Pemerintah Provinsi Papua. Meski demikian, dia mengatakan KPA Provinsi Papua telah melakukan beberapa kegiatan kampanye dan sosialisasi terkait pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS dengan menggunakan sumber daya sendiri.
Dia mengatakan ada sejumlah program KPA Provinsi Papua dalam upaya penanggulangan dan pencegahan HIV/AIDS yang belum berjalan. Salah satunya membangun kerjasama dengan Kampus atau perguruan tinggi untuk membangun Unit Kegiatan Mahasiswa atau UKM HIV/AIDS yang nantinya akan melakukan kampanye dan sosialisasi terkait dengan pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS.
Lebih lanjut Wetipo mengatakan tidak hanya Pemerintah Provinsi Papua namun, perintah di 29 kabupaten termasuk tiga provinsi baru juga dinilai tidak ada keseriusan dari pemerintah daerah terhadap pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS. Terutama lanjut dia dengan cara memberikan dukungan dana terhadap KPA Provinsi maupun kepada LSM-LSM dan klinik-klinik swasta yang turut melakukan pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS.
“Dari tilik program di tahun 2022 berdasarkan sampel yang diambil di 13 kabupaten di Provinsi Papua sebelum dimekarkan menjadi tiga provinsi baru mengindikasi bahwa, tidak ada keseriusan dari pemerintah daerah terhadap pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS. Hampir semua KPA itu tidak jalan normal,” katanya.
Menurut Wetipo kasus HIV/AIDS di Provinsi Papua telah merambah ke masyarakat luas sehingga, dapat dikategorikan sebagai epidemi sebab, tidak seperti di Provinsi lain di Indonesia persebaran HIV/AIDS masih terbatas di lingkungan Pekerja Seks Komersial (PSK) dan kelompok rentan lainnya yang secara rutin melakukan pemeriksaan dan pengobatan.
Dia mengatakan, berdasarkan data yang diperoleh KPA Provinsi Papua, per 31 Juni 2023 jumlah kasus HIV/AIDS mencapai 52.130 kasus, 42 ribu kasus diantaranya adalah usia 20 – 49 tahun. Dikatakan dari dari 29 Kabupaten/Kota di Provinsi Papua termasuk tiga provinsi yang baru dimekarkan, Kabupaten Nabire menjadi peringkat tertinggi dengan jumlah kasus 9.550.
Lebih lanjut dia mengatakan, dengan diberlakukan kembali otonomi khusus di Provinsi Papua dengan salah satu bidang prioritasnya yaitu bidang kesehatan sehingga, diharapkan pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS juga menjadi salah satu program prioritas bagi enam provinsi dan seluruh Kabupaten/Kota di Papua.
“Sudah tidak ada alasan lagi untuk tidak ada dana lagi untuk pencegahan HIV/AIDS,” katanya.
Selain itu, dia juga berharap bisa mendapatkan dukungan juga dari Badan Pengarah Percepatan Otonomi Khusus Papua atau PB3OKP. Selain itu termasuk PT. Freeport Indonesia, BP Tangguh dan perusahaan multinasional termasuk Bank Papua dan BUMD atau Badan Usaha Milik Daerah serta Badan Usaha Milik Negara untuk membantu dalam kegiatan-kegiatan pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di Papua.
“Kalau penganggarannya jelas, pasti akan ada kampanye-kampanye, sosialisasi sampai ke akar rumput dan orang Papua semakin tahu tentang bahaya HIV/AIDS ini.”katanya. (CR-9)
Artikel ini sudah terbit di jubi.id dengan judul: Kekurangan dana,KPA Provinsi Papua belum bisa bekerja maksimal