Jayapura, Jubi TV– Beredar di media sosial video pemukulan seorang warga oleh polisi saat warga itu berorasi [Suarakan Judi dan Pencurian Minyak] di depan Kantor Kepolisian Resor Biak Numfor, Provinsi Papua. Kejadian itu menjadi atensi khusus Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Papua Irjen Mathius D Fakhiri.
Kapolda mengatakan sudah memerintahkan Kepala Bidang Profesi dan Pengamanan (Kabid Propam) Polda Papua untuk segera menelusuri kasus itu dan mengambil tindakan tegas.
“Saya sudah perintahkan Kabid Propam untuk tangani kasus itu,” kata Fakhiri melalui telepon seluler, Jumat (26/7/2024).
Selain meminta Kabid Propam untuk menangani kasus itu, Fakhiri juga meminta Komnas HAM Papua turun langsung ke Biak Numfor menyelidiki peristiwa itu agar mengetahui penyebab pasti orasi yang berujung pada pemukulan.
“Saya sudah minta ini diselesaikan secara baik agar tidak dipelintir oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab,” ujarnya.
Kapolres Biak Numfor AKBP Arie Trestiawan melalui Kepala Seksi Humas Polres Biak Ipda Joko Susilo mengatakan pihaknya telah melakukan pemeriksaan secara internal terhadap anggota [polisi] yang diduga melakukan kekerasan terhadap salah seorang warga yang melakukan orasi tunggal tersebut.
“Polres sudah mengambil langkah-langkah pemeriksaan internal kepada yang bersangkutan. Kapolres melalui Wakapolres telah memberikan hukuman tindakan indisipliner kepada oknum tersebut. Kami tidak ingin institusi ini mendapatkan citra yang buruk di hadapan masyarakat,” kata Joko.
Joko menjelaskan apabila pihak korban merasa tidak terima dengan perlakuan tersebut, Polres Biak Numfor memberikan kesempatan kepada korban untuk melaporkan secara tertulis dan bisa langsung ke Mapolres Biak untuk melaporkan kejadian yang dialaminya.
“Tentunya tindakan hukum selanjutnya akan dilakukan,” ujarnya.
Kejadian dua minggu lalu
Menurut Ipda Joko Susilo peristiwa itu terjadi pada Jumat, 12 Juli 2024 sekitar pukul 10.30 WIT. Saat itu anggota polisi Polres Biak Numfor melakukan persiapan pelaksanaan penjemputan dan pelepasan jabatan Kapolres Biak Numfor dengan jadwal latihan tradisi upacara pedang pora.
Ia menyatakan Polres Biak Numfor menerima semua jenis kritikan, masukan, dan juga saran dari masyarakat. Namun, menurutnya, tidak dengan melakukan aksi yang justru mengganggu ketertiban dan kenyamanan publik.
“Kritik bagus, tapi caranya kurang elegan. Kalau mau kita bisa menerima masukan dengan menyurat resmi untuk aturan menyampaikan pendapat di muka umum. Semua ada prosedurnya, orasi itu singel orasi, tidak ada pemberitahuan, dan orang lain menyaksikan, secara spontan anggota tidak menerima tindakan seperti itu, jika memang ingin menyampaikan bisa datang baik-baik akan kita terima masukannya,” katanya.
Ia menambahkan jika ada hal yang berkaitan dengan saran dan masukan, serta kritik, Polres Biak tidak anti kritik dan bisa menyampaikan secara langsung serta bermartabat.
Terkait adanya pelemparan, ia mengaku ada lemparan ke arah yang menyampaikan orasi oleh oknum anggota [polisi]. Namun, tidak ada batu yang berukuran besar.
“Itu spontanitas, hanya kerikil kecil, tidak ada batu besar di sini, itu juga spontan, karena dalam kondisi panas dan saat itu sedang latihan, mereka diganggu dengan orasi seperti itu,” katanya.
Dalam video tersebut, terlihat dua orang anggota [polisi Polres Biak Numfor] keluar berlarian menghampiri warga yang sedang melakukan orasi tunggal yang menggunakan pengeras suara. Satu orang di antaranya berupaya untuk melerai emosi berlebih dari seorang polisi tersebut.
Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM Papua Fritz Ramanday mengatakan telah dihubungi Kapolda Papua untuk menyelidiki kasus pemukulan seorang warga oleh anggota polisi di Biak Numfor tersebut.
“Iya benar, kami sudah diminta Pak Kapolda untuk menyelidiki kasus itu,” katanya.
Ia mengatakan pihaknya akan memonitor melalui Kabid Propam Polda Papua untuk perkembangan kasus itu.
“Kami memang belum memutuskan untuk turun ke Biak, tapi tugas yang paling terpenting adalah memonitoring perkembangan penyelidikan yang dilakukan Propam terhadap oknum anggota yang melakukan penyerangan,” ujarnya.
Menurut Ramandey sebenarnya apa yang dilakukan korban adalah hal yang baik karena ingin menyampaikan hal-hal buruk yang memang perlu keterlibatan polisi untuk menanganinya.
“Kenapa polisi harus melakukan kekerasan, itu kan tidak seharusnya dilakukan,” katanya. (*)
Artikel ini sudah terbit di jubi.id