Jayapura, Jubi TV – Presiden Republik Indonesia Joko Widodo atau Jokowi didesak untuk segera menindaklanjuti rekomendasi Komnas HAM tahun 2017 dan 2018, terkait nasib 8.300 PT Freeport Indonesia yang mendapat PHK usai mogok kerja (moker) beberapa tahun lalu.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua, Emanuel Gobay mengatakan, 8.300 buruh PT Freeport Indonesia yang moker itu sah berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Maka dari itu, Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia didesak untuk segera memerintahkan manajemen PT Freeport Indonesia agar memberikan upah kepada 8.300 buruhnya yang di-PHK. Manajemen PT Freeport Indonesia juga diminta untuk menghargai perjuangan 8.300 buruh moker perjuangan 8.300 buruh moker, sesuai perintah Pasal 137 ayat (1) juncto Pasal 145 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Gobay mengatakan, 8.300 buruh PT Freeport Indonesia merupakan korban langsung atas penerapan PP Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Serikat buruh bahkan tiga kali mengirim surat kepada PT Freeport Indonesia, yakni 20 Februari 2017, 21 Maret 2017 dan melakukan perundingan pada 30 April 2017.
Namun, manajemen PT Freeport Indonesia tetap menerapkan kebijakan furlough dan mengabaikan permintaan serikat buruh, sehingga perundingan gagal. Serikat buruh kemudian melayangkan surat pemberitahuan moker yang dimulai 1 Mei 2017 hingga ada perundingan ke Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Mimika.
“Atas dasar itu mogok kerja 8.300 buruh PT Freeport Indonesia telah sesuai dengan ketentuan mogok kerja sebagai hak dasar pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan, sebagaimana diatur pada pasal 137 ayat (1), UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,” kata Gobay melalui keterangan tertulis yang diterima Jubi di Jayapura, Minggu (1/5/2022).
Di tengah perjuangan moker 8.300 buruhnya, manajemen PT Freeport Indonesia malah secara sepihak memutuskan gaji pokok dan BPJS buruh itu. Padahal sesuai Pasal 145 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, buruh yang mogok kerja berhak mendapat upah.
Tahun 2017 serikat pekerja mengadukan masalah ini ke Komnas HAM RI dan Komnas HAM RI kemudian mengeluarkan Surat Nomor: 1475/R-PMT/X/2017 perihal Rekomendasi terkait PHK PT Freeport Indonesia, yang ditujukan kepada Presiden RI, 23 Oktober 2017.
Pada tahun 2018 serikat pekerja mengadu lagi ke Komnas HAM RI. Selanjutnya Komnas HAM RI mengeluarkan Surat Nomor: 178/TUN/XI/2018 perihal tindak lanjut terkait PHK dan Pencabutan Layanan BPJS, yang ditujukan kepada Presiden RI, 2 November 2018. Namun presiden tidak tidak bergeming.
Pada tahun 2018 Pemerintah Indonesia justru berhasil mendapatkan hasil implementasi PP Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, melalui perundingan dengan PT Freeport Mc Morand dengan menghasilkan empat poin, seperti:
Pertama, mengharuskan Freeport untuk melakukan divestasi saham kepemilikan PT Freeport Indonesia 51 persen untuk pihak Indonesia- dimana 10 persen dimiliki oleh Pemerintah Daerah Papua dan kabupaten Mimika;
Kedua, Freeport harus membangun smelter di Indonesia dalam waktu 5 tahun;
Ketiga, Kepastian penerimaan negara (pajak pusat dan daerah dan penerimaan negara bukan pajak) harus lebih tinggi dibandingkan periode kontrak karya dan pemberian kepastian Investasi selama masa operasi;
Keempat, Perpanjangan masa operasi PT Freeport Indonesia selama 2×10 tahun hingga 2041 melalui penerbitan IUPK.
Menurut Gobay, tidak adanya respons pemerintah atas rekomendasi Komnas HAM RI, menunjukkan bahwa PT Freeport Indonesia merasa tidak bersalah.
Padahal, lanjutnya, pemberlakuan kebijakan furlough telah melanggar hak atas kesejahteraan keluarga 8.300 buruh PT Freeport Indonesia yang melakukan moker, melanggar hak atas pendidikan anak-anak buruh moker, meretakkan bahtera keluarga buruh akibat masalah ekonomi dan, bahkan merenggut hak hidup dari 100-an buruh, karena kesulitan membayar biaya pengobatan di rumah sakit.
Gobay mempertanyakan komitmen Presiden Republik Indonesia selaku kepada pemerintah dalam melakukan tugas perlindungan hak-hak buruh sesuai dengan perintah ketentuan Pasal 28 ayat (4), UUD 1945 juncto Pasal 8, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.
Anton Awom, buruh moker (mogok kerja) PT Freeport mengatakan, seharusnya pemerintah mengakomodasi hak-hak buruh yang mendapat PHK.
“Kami hanya korban kebijakan dari manajemen PT Freeport indonesia,” kata Awom.
Dia menilai pemerintah Indonesia dan PT Freeport Indonesia melakukan pelanggaran HAM. (*)