Jubi TV – Sekitar 20an perwakilan dari Posko Umum Exodus Pelajar dan Mahasiswa Papua Se-Indonesia melakukan aksi protes kepada negara atas sistem proses hukum terhadap 7 Tahanan Politik [Tapol] Papua di Balikpapan, Kalimantan Timur, yang dinilai sangat diskriminatif.
Mereka juga memprotes kinerja Jaksa Penuntut Umum [JPU] dalam kasus Buktar dkk, yang dikatakan sarat kejanggalan.
Tiga kejanggalan yang dikaji para mahasiswa ini adalah:
1. Jaksa Penuntut Umum [JPU] dalam merumuskan uraian dasar tuntutannya tidak menggunakan fakta hukum keterangan saksi, keterangan surat, keterangan ahli, petunjuk dan keterangan terdakwa yang terungkap dalam ruang sidang;
2. JPU dalam merumuskan uraian dasar tuntannya dengan menyebutkan keerangan ahli pidana PADAHAL dalam persidangan 7 Tapol Papua, JPU TIDAK PERNAH menghadirkan AHLI PIDANA dalam ruang sidang untuk didengar keterangannya. JPU, bahkan tidak pernah sama sekali menyampaikan kepada hakim yang mulia perihal keterangan ahli pidana akan dibacakan dalam ruang sidang yang mulai sebagaimana terlihat dalam kasus Agus Kossay, Stevanus Itlay, Alexander Gobay, Ferry Kombo, dan Hengky Hilapok.
3. JPU hanya mengandalkan keterangan ahli Bahasa, ahli psikologi politik dan ahli hukum tata negara dalam membedah unsur-unsur tindak pidana sesuai pasal yang didakwakan kepada 7 tapol Papua padahal jelas-jelas secara keilmuan ahli Bahsa, ahli psikologi politik dan ahli hukum tata negara tidak memiliki kwalifikasi untuk membedah unsur-unsur tindak pidana makar sebagaimana terlihat dalam tuntutan Buchtar Tabuni dan Irwanus Uropmabin. (*)