Jayapura, Jubi TV– Sejumlah 581 anak usia sekolah jenjang SD, SMP, dan SMA/SMK di Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat Daya, putus bersekolah. Temuan ini merupakan hasil penelitian Universitas Papua yang didukung Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan.
Akademisi Universitas Papua (UNIPA), Agus Sumule mengatakan penelitian itu dilangsungkan di 15 distrik atau kecamatan yang terdiri dari 120 kampung dan 2 kelurahan. Agus mengatakan penelitian tentang partisipasi sekolah itu dilakukan 20 dosen Universitas Papua dan 45 mahasiswa Universitas Werisar, dan berlangsung dari Juni hingga Agustus 2023.
“[Persiapan] penelitian dimulai dari Juni, [dan turun] penelitian di lapangan satu bulan [hingga Agustus] 2023 dan [hasil] sudah dipresentasikan pada 20 September 2023,” kata Agus kepada Jubi melalui panggilan telepon, pada Jumat (22/9/2023).
Ia mengatakan penelitian itu hanya mengambil sampel 20 persen dari jumlah keluarga di 15 distrik tersebut, yakni 3.652 responden. Hasilnya, sejumlah 381 orang dari 1.517 penduduk usia sekolah jenjang SD tidak menyelesaikan pendidikannya.
Menurut, 126 orang dari 757 penduduk usia sekolah jenjang SMP juga tidak selesai menyelesaikan sekolahnya. Selain itu, 74 orang dari 594 penduduk usia sekolah jenjang SMA/SMK juga tidak menuntaskan pendidikannya. “Memang [hasilnya] angka partisipasi usia sekolah rendah,” ujarnya.
Agus mengatakan penelitian Universitas Papua itu merupakan permintaan Bupati Kabupaten Sorong Selatan. Menurutnya, penelitian itu bertujuan melihat kondisi pendidikan di Kabupaten Sorong Selatan.
“Beliau ingin tahu bagaimana kondisi partisipasi penduduk usia sekolah di pendidikan. Apakah mereka usia SD, SMP, SMA dan SMK, masuk bersekolah atau tidak? Beliau sampaikan ingin melakukan hal itu karena ingin ada perubahan di masyarakat Sorong Selatan,” katanya.
Agus mengatakan beberapa penyebab angka partisipasi usia sekolah di Kabupaten Sorong Selatan rendah. Diantaranya angka kemangkiran guru masih tinggi. Selain itu, kurangnya dukungan dari orangtua terhadap anak mereka untuk bersekolah.
“Faktor lain, ada saat-saat kegiatan orangtua. Anak tidak pergi ke sekolah, ikut kegiatan orangtua di lapangan, panen, dan tangkap udang. Tentu bukan sepanjang tahun, tapi itu ada saat anak-anak tidak ke sekolah,” ujarnya.
Ia mengatakan ada beberapa rekomendasi untuk meningkatkan partisipasi usia sekolah. Rekomendasi itu termasuk penetapan regulasi program wajib belajar oleh kepala daerah, penggunaan metode sekolah sepanjang hari, dan menyelenggarakan pendidikan anak usia dini di setiap kampung. Pemerintah daerah juga diimbau meningkatkan rasio siswa, dan melengkapi setiap sekolah dengan guru yang jumlahnya cukup serta profesional.
Menurut Agus, Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan akan menjalankan rekomendasi itu. “Sekolah sepanjang hari rencananya diuji coba pada Oktober hingga Desember tahun ini,” katanya. (*)
Artikel ini sudah terbit di Jubi.Id dengan judul: Ratusan anak usia sekolah di Kabupaten Sorong Selatan tidak bersekolah