Jayapura, Jubi TV– Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Jayapura, Grace Linda Yoku, mengatakan gunung Srobu sebagai peradaban besar di Tanah Papua yang sudah terjadi sejak masa pra sejarah.
“Gunung Srobu harus dilakukan pelestarian dan pemanfaatan salah satunya dengan menetapkannya sebagai situs cagar budaya,” ujar Grace Yoku di Kantor Wali Kota Jayapura, Rabu (24/5/2023).
Gunung Srobu seluas dua hektar lebih berdiri megah di Teluk Youtefa, dengan ketinggian antara dua meter hingga 98 meter di atas permukaan air laut, yang dikelilingi oleh Kampung Nafri, Kampung Enggros, dan Kampung Tobati.
“Sudah saatnya Gunung Srobu ditetapkan sebagai situs cagar budaya supaya memberikan manfaat terutama sebagai daya tarik wisata dalam pengelolaannya tanpa harus mengorbankan kelestariannya,” ujarnya.
Grace Yoku yang juga menjabat sebagai sekretaris Tim Ahli Cagar Budaya atau TACB Kota Jayapura mengatakan proses menjadi cagar budaya, yaitu harus teregistrasi di pemerintah pusat.
“Sekarang sudah ada TACB untuk melakukan proses pendaftaran, pengkajian, rekomendasi, dan penetapan dan diberikan perlindungan hukum secara fisik melalui proses penyelamatan, pengamanan, zonasi, pemeliharaan, pemugaran, dan pengelolaan,” ujarnya.
TACB Kota Jayapura berupaya menetapkan Gunung Srobu sebagai situs cagar budaya melalui program kerja, yaitu diskusi dengan Ketua LMA Kota Jayapura, sidang penetapan pengusulan, dan pendaftaran untuk menjadi peringkat nasional.
“Jadi, betul-betul kegiatan ini sangat ditentukan oleh kerja-kerja dari TACB untuk bagaimana mengusulkan gunung Srobu sebagai situs cagar budaya sebagai warisan budaya bersifat kebendaan,” ujarnya.
Tugas TACB Kota Jayapura adalah pemberian status cagar budaya terhadap benda, bangunan, struktur, lokasi, atau satuan ruan geografis yang dilakukan oleh pemerintah kota/kabupaten berdasarkan rekomendasi TACB.
“TACB adalah kelompok ahli pelestarian dari berbagai bidang ilmu yang memiliki sertifikat kompetensi untuk memberikan rekomendasi penetapan, pemeringkatan, dan penghapusan cagar budaya,” ujarnya.
Grace Yoku menambahkan kriteria cagar budaya berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, yaitu berusia 50 tahun, memiliki gaya khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, kebudayaan, dan memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.
Peneliti Ahli Muda Badan Arkeologi Papua, Erlin Novita Ijejami, mengatakan sejak tahun 2014 fokus melakukan penelitian di gunung Srobu dan menemukan adanya area pemukiman yang dikelilingi makam manusia (bagian punggung gunung).
Lanjut Erlin, ada juga sisa-sisa kerang, tulang binatang sebagai bahan makanan, maupun artefak atau benda budaya yang dibuat untuk menyimpan, memasak, maupun peralatan sehari-hari.
“Selama 450 tahun atau sejak tahun 1730 mereka tinggal di situ (gunung Srobu) atau pada abad ke-4 yang saat itu masa peralihan dari prasejarah ke masa sejarah,” jelasnya.
Erlin berharap gunung Srobu segera ditetapkan sebagai situs cagar budaya agar tidak punah atau hilang seiring perkembangan zaman, sekaligus memberitahukan pada dunia tentang identitas Papua sehingga tidak lagi di pandang sebelah mata. (*)
Artikel ini sudah terbit di jubi.id dengan judul: Gunung Srobu menggambarkan peradaban besar di Tanah Papua