Jayapura, Jubi TV– Pelibatan Tentara Nasional Indonesia atau TNI dalam pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG), dinilai ganggu psikologis orang Papua yang belum final statusnya terhadap Indonesia.
Hal itu dikemukakan tokoh agama yang juga dosen Sekolah Tinggi Teknologi STT Baptis Papua, Pdt Stevanus Wenda.
” Kami gereja sangat khawatir karena pelaksanaan MBG dikawal anggota militer (TNI), sehingga di Papua beberapa daerah sejumlah pelajar menolak, karena pola penerapannya kurang respek, mereka meminta pendidikan gratis, maka polanya harus diubah,” ujarnya di Kota Jayapura, Senin (3/3/2025).
Wenda mencontohkan, BGN musti melibatkan sejumlah pihak, misalnya, yayasan, gereja dan sejumlah kelompok usaha di Papua. Sebab merekalah yang paham kondisi di masing-masing daerahnya.
” Di Papua, dalam berbagai aspek pembangunan libatkan aparat militer Indonesia. Program MBG dari pandangan tokoh agama terlihat positif untuk meningkatkan gizi buruk Ibu dan anak, tetapi caranya kurang efektif,” ujarnya.
Ketua Koordinator Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi atau (SPPG) Badan Gizi Nasional di Provinsi Papua, Rama Irjayanto Putra Sukoco Borotian, mengatakan TNI- Polri memang dilibatkan untuk uji coba program MBG karena sejumlah alasan.
”Banyak isu, TNI-Polri dilibatkan untuk uji coba bukan permanen, sebab mengapa? karena anggota militer memadai fasilitasnya untuk mengantarkan makanan di tempat berbagi pelosok Indonesia,” ujarnya.
Setelah pelaksanaan uji coba program MBG, beberapa waktu kemudian banyak isu, bahwa masyarakat tidak menyukai MBG dikawal anggota militer langsung. Rama mengatakan untuk ke depan pihaknya berjanji akan lebih libatkan masyarakat dan MBG harus benar -benar menggunakan sumber dan produk lokal.
” Untuk kedepannya kami berjanji, makanan bergizi dari kami, kami melibatkan produk lokal dan masyarakat, kami berani jamin kualitasnya dari tangan kami sampe ke penerima manfaat,” ujarnya.
Aktivis Papua, Nelius Wenda, menilai pelaksanaan MBG yang libatkan militer, masih ada kaitannya dengan sejarah kolonialisme Indonesia atas Papua.
” Jadi kami aktivis melihat program MBG sebuah seremonial, agar menarik hati orang Papua supaya dianggap pemerintah Indonesia baik dengan mereka. Kami sebagai aktivis tidak mengharapkan apa-apa dari program ini,” ujarnya.(*)
Artikel ini sudah terbit di Jubi.id