Jayapura , Jubi TV– DPR Papua mendorong enam prajurit Brigade Infantri Raider 20/Ima Jaya Keramo yang menjadi tersangka pembunuhan dan mutilasi empat warga Nduga di Mimika diadili melalui pengadilan koneksitas di Pengadilan Negeri Kota Timika .
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Panitia Khusus Kemanusiaan DPR Papua, Namantus Gwijangge kepada mahasiswa asal Nduga yang berunjuk rasa di Abepura, Kota Jayapura, Selasa (4/10/2022).
“DPR Papua secara tegas meminta dan akan mendorong agar proses hukum melalui mekanisme pengadilan koneksitas di Pengadilan Negeri Kota Timika,” kata Anggota Komisi V Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Sosial Budaya DPR Papua tersebut.
Pembunuhan dan mutilasi empat warga sipil asal Kabupaten Nduga terjadi di Satuan Pemukiman 1, Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika pada 22 Agustus 2022 lalu. Keempat korban itu adalah Arnold Lokbere, Irian Nirigi, Lemaniel Nirigi, dan Atis Tini.
Polisi Militer Komando Daerah Militer (Kodam) XVII/Cenderawasih telah menetapkan enam prajurit Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo sebagai kasus kasus itu, yaitu Mayor Hf, Kapten Dk, Praka Pr, Pratu Ras, Pratu Pc, dan Pratu R. Sementaraan penyidikan Kepolisian Daerah (Polda) Papua telah menetapkan empat warga sipil sebagai tersangka kasus yang sama, yaitu APL alias Jeck, DU, R, dan RMH yang hingga saat ini masih menjadi buronan.
Gwijangge menyatakan kasus pembunuhan dan mutilasi di Mimika merupakan kasus luar biasa yang melibatkan prajurit TNI dan warga sipil. Ia menyatakan DPR Papua akan bertemu dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Panglima Komando Daerah Militer XVII/Cenderawasih, dan Kepala Kepolisian Daerah Papua agar proses hukum terhadap enam prajurit TNI itu dilakukan melalui pengadilan koneksitas.
“DPR Papua melalui Pansus yang ada akan terus kawal, agar mekanisme itu jalan sampai dengan selesai, [sehingga] keluarga korban puas dan seluruh rakyat Papua puas,” ujarnya.
Gwijangge menyatakan bahwa pengadilan koneksitas merupakan mekanisme yang tepat, karena dapat memberikan rasa keadilan bagi keluarga korban dan rakyat Papua. Keluarga korban, kata Gwijangge meminta agar enam prajurit TNI yang terlibat dalam pembunuhan dan mutilasi itu mendapatkan hukuman yang berat.
“Karena itu, kami akan mendorong apa maunya keluarga korban. Kami mau mengambil keputusan untuk tidak boleh ada masalah. Maka kami akan meminta pasal yang paling maksimal, yakni Pasal 340 KUHP [tentang pembunuhan berencana yang diancam] hukuman mati,” katanya.
Gwijangge menyatakan penerapan pengadilan koneksitas di Pengadilan Negeri Kota Timika dalam perkara pembunuhan dan mutilasi di Mimika itu sesuai dengan rekomendasi Komnas HAM RI . mekanisme koneksitas di Pengadilan Negeri Kota Timika juga akan menjamin pengadilan yang terbuka, tidak ada yang ditutup-tutup dan terbuka.
“DPR Papua terus mendorong kasus ini [diselesaikan] melalui mekanisme pengadilan koneksitas. Kami meminta [kasus itu] tidak [diselesaikan] melalui mekanisme peradilan militer, karena kami yakin seyakin-yakinnya peradilan militer tidak akan selesai dan tidak terbuka. Kami berpengalaman dengan beberapa kasus [yang diadili di pengadilan militer]. Kasusnya tuntas, tapi efek jeranya tidak ada, sebab pelakunya kadang-kadang masih simpan. [Dipenjara] enam sampai tujuh bulan, kemudian simpan kembali,” ujarnya.
Anggota DPR Papua , Yakoba Lokbere menyatakan pembunuhan dan mutilasi di Mimika merupakan peristiwa yang luar biasa. Lokbere menyatakan keluarga korban maupun masyarakat Papua meminta keadilan atas kasus ini.
“Kami mencari keadilan bagi orang Papua, karena manusia di potong-potong itu melanggar hukum Tuhan. Tuhan menciptakan manusia itu bukan di potong-potong seperti babi dan ayam,” katanya.
Lokbere menyatakan pembunuhan dan mutilasi terhadap empat warga Nduga di Kabupaten Mimika semakin membuat sakit hati orang Papua terhadap Negara. Ia menyatakan DRP Papua melalui pansus kemanusiaan akan mengawal dan memastikan kasus ini diselesaikan hingga tuntas.
“Kami dari pansus DPR Papua akan mengawal. Apakah akan ada keadilan bagi orang Papua? Terlalu banyak kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia belum selesai sampai dengan hari ini. Sakit hati orang Papua itu sudah terlalu menumpuk-numpuk,” ujarnya. (*)
Berita ini sudah terbit di Jubi.id dengan judul: DPR Papua mendorong kasus mutilasi Mimika diadili melalui pengadilan koneksitas di PN Kota Timika