Enarotali, Jubi TV– Dinas Kesehatan Kabupaten Paniai terus meningkatkan cakupan imunisasi MR (Measles Rubella) melalui rekomendasi pelaksanaan Outbreak Response Immunization (ORI) sebagai salah satu upaya pencegahan penularan penyakit campak.
Menurut Plh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Paniai, dr. Laswan Siallagan, kepada Jubi di ruang kerjanya, Senin (6/3/2023), mengatakan pihaknya melakukan berbagai upaya pencegahan dan pengendalian penyakit campak secara rutin dan konsisten. Salah satu bukti konkret adalah menurunkan tim medis berkolaborasi dengan petugas puskesmas di seluruh Kabupaten Paniai.
“Dari 30 puskesmas di Paniai yang kami melakukan outbreak response immunzation (ORI) di masing-masing wilayah kerja, saat ini kami sudah imunisasi sebanyak 10.622 anak berusia 9 bulan sampai 59 bulan ke bawah. Kecuali enam puskesmas, karena jangkauan wilayah yang cukup jauh,” kata dr. Laswan Siallagan.
Dari jumlah itu, kata Laswan, sebenarnya 15.121 anak sesuai data yang diperoleh dari tim.
“Kami total kan ada sekitar 67 persen. Maunya kita 100 persen tapi PR [pekerjaan rumah] kami [Dinas Kesehatan] masih 33 persen. Ke depan masih sekitar 5.000 anak yang masih harus kami imunisasi,” ucapnya.
Dari 30 puskesmas, lanjut dia, enam puskesmas yang belum melaporkan yakni Puskesmas Youtadi, Nawipauwo, Baya Biru, Yagai, Siriwo, dan Duma-Dama.
“Terkait ini, kami butuh dukungan dari pemerintah daerah soal transportasi sambil kami ikuti perkembangan. Kalau Bogobaida walaupun cukup jauh jangkauanya sudah laksanakan dengan cepat, malah cakupan imunisasi campak cukup tinggi 87,3 persen dari 240 anak yang ditargetkan mereka sudah dapat 215 anak. Luar biasa dan terima kasih banyak Kepala Puskesmas Bogobaida,” katanya.
Selain memberikan imunisasi campak, ia mengaku, pihaknya juga melakukan pemberian vitamin A dan memberikan makanan tambahan untuk mengantisipasi kekurangan gizi maupun gizi buruk pada anak-anak.
“Karena anak akan terjadi komplikasi apabila gizi buruk. Jadi kami terus kerja keras supaya cakupan imunisasi campak semua anak dari 9 bulan sampai 59 bulan bisa mendapatkan imunisasi campak ini,” ujarnya.
Pihaknya bakal memeriksa setiap anak dari rumah ke rumah guna memutuskan mata rantai kematian terhadap generasi muda.
“Yang masih kurang akan kami melakukan rumah ke rumah,” ujarnya.
“Cakupan imunisasi campak dilakukan selama tiga minggu terakhir ini,” kata dia.
Ia menyampaikan terima kasih kepada rekan-rekannya di puskesmas karena bisa terlaksana dengan baik karena kerja tim.
“Tentu kami sendiri tidak bisa. Ini bukti gerak cepat dari Dinas Kesehatan dan puskesmas-puskesmas,” ujarnya.
Ditambahkan Laswan, dengan kejadian ini menjadi sebuah pelajaran bahwa semua pihak terutama para orangtua melakukan imunisasi kepada anak merupakan sebuah kewajiban.
“Jangan karena KLB berbondong-bondong melakukan imunisasi, setelahnya tidak. Jangan begitu. Ada atau tidak KLB, imunisasi harus rutin, promosi kesehatan harus jalan, pemberian vitamin A dua kali setahun, pemberian makanan tambahan, supaya hal-hal yang tidak kita inginkan terjadi lagi,” ungkapnya.
Koordinator penanganan kasus campak Kabupaten Paniai, Yohanes Kayame, mengatakan banyak masyarakat berdiam diri sehingga pihaknya melakukan pencarian terhadap anak di masing-masing layanan kesehatan.
“Itu yang bisa kami lakukan secara cepat. Kami sarankan kepada tim bahwa jika ada komplikasi ringan sudah bisa ditangani oleh masing-masing puskesmas saat pemberian imunisasi campak. Tapi kalau komplikasi berat bisa dirujuk ke rumah sakit Paniai di Madi. Tapi syukur semuanya aman-aman,” kata Kayame.
Sekalipun dirujuk ke RSUD Paniai, namun pihak Dinas Kesehatan akan menurunkan tim lagi untuk mengetahui di lapangan terutama rumah ke rumah. “Kami butuh dukungan dari pemda untuk menekan kasus suspek campak,” kata dia.
Ia menegaskan sekalipun di Paniai menekan kasus suspek campak tapi beberapa kabupaten tetangga tidak melakukan ini menjadi satu kendala bagi semua pihak.
“Itu agar tidak menular ke wilayah Meepago,” ucapnya. (*)
Artikel ini sudah terbit di jubi.id dengan judul: Dinkes Paniai tingkatkan cakupan imunisasi MR