Jayapura, Jubi TV– Koalisi Advokasi Keadilan dan Keselamatan Jurnalis di Tanah Papua menggelar konferensi pers di Kota Jayapura, Papua, Senin (21/10/2024). Koalisi yang terbentuk sebagai respons atas pelemparan molotov di Kantor Redaksi Jubi pada 16 Oktober 2024 itu mendesak Kepolisian Daerah Papua segera mengungkap kasus tersebut.
Juru Bicara Koalisi Advokasi Keadilan dan Keselamatan Jurnalis di Tanah Papua, Chanry Suripatty menyatakan Kepolisian Daerah (Polda) Papua harus segera menangkap para pelaku pelemparan molotov di Kantor Redaksi Jubi itu. Chanry juga menegaskan Koalisi Advokasi Keadilan dan Keselamatan Jurnalis di Tanah Papua meminta polisi memastikan teror serupa tidak terulang.
“Kami mendesak Kepolisian Daerah Papua dan Polri untuk segera mengungkap kasus teror bom yang menargetkan Kantor Redaksi Jubi. Kami minta perhatian serius dari negara, dalam hal ini pihak kepolisian, terutama Kapolri untuk mengungkap kasus ini. Kasus teror itu sudah berulang-ulang, terjadi beberapa kali, dan tidak pernah terungkap pelaku maupun dalang dari peristiwa ini,” katanya.
Koalisi Advokasi Keadilan dan Keselamatan Jurnalis di Tanah Papua terdiri atas Jubi, Asosiasi Wartawan Papua (AWP), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) se-Tanah Papua, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jayapura, Komite Keselamatan Jurnalis di Tanah Papua, Koordinator Wilayah Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Papua-Maluku, dan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Papua.
Sejumlah lembaga pembela Hak Asasi Manusia (HAM) juga tergabung dalam koalisi itu, seperti Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua, PBHKP Papua Barat Daya, LBH Kaki Abu, ESLHAM Papua, PAHAM Papua, ALDP, KontraS Papua, KPKC GKI Tanah Papua, SKPKC Fransiskan Papua, dan Dewan Gereja Papua. Sejumlah organisasi intra maupun ekstra kampus juga bergabung, seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Cenderawasih, BEM Universitas Sains dan Teknologi Jayapura, GMKI, dan PMKRI Papua.
Chanry mengatakan koalisi itu menilai pelemparan molotov ke Kantor Redaksi Jubi sebagai ancaman serius terhadap kebebasan pers dan demokrasi di Papua. Ia menyatakan serangan terhadap media seperti Jubi bukan hanya ancaman fisik terhadap Jubi, namun juga ancaman terhadap kebebasan pers dan hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang akurat.
Chanry menyatakan Polda Papua telah membentuk tim untuk menyelidiki kasus pelemparan molotov ke Kantor Redaksi Jubi itu. Ia berharap tim itu dapat bekerja cepat dan transparan untuk memastikan kasus itu terungkap, dan kekerasan terhadap media di Papua tidak terulang.
“Kami berterima kasih kepada pihak kepolisian yang sudah bergerak cepat melakukan penyelidikan guna pengungkapan [kasus itu]. Kami berharap pelaku maupun motif dapat terungkap, dan hal itu tidak terjadi berulang kali kepada jurnalis, media, maupun pegiat HAM di Tanah Papua,” katanya.
Bukti rekaman CCTV banyak
Ketua Perkumpulan Bantuan Hukum Pers di Tanah Papua, Simon Pattiradjawane mengatakan kasus itu telah dilaporkan ke Kepolisian Daerah (Polda) Papua pada 16 Oktober 2024. Simon menyatakan pengaduan itu dicatat sebagai pelaporan dugaan tindak pidana secara bersama-sama dan dengan sengaja menimbulkan kebakaran sebagaimana dimaksud Pasal 187 jo Pasal 55 KUHP.
“Setelah kejadian, [kami] memutuskan menempuh jalur hukum [dengan] membuat laporan ke Polda Papua,” kata Simon kepada wartawan di Kota Jayapura pada Senin.
Simon mengatakan dalam kasus pelemparan molotov itu terhadap alat bukti berupa rekaman CCTV, sehingga polisi seharusnya bisa lebih cepat mengungkap dan menangkap pelaku.
Simon mengatakan pihaknya akan menyurati Polda Papua meminta informasi terkait perkembangan proses penyelidikan kasus itu. “Kami percaya polisi dapat mengungkap [kasus itu], karena dari CCTV itu jelas. Orangnya, apa yang dia pakai, itu jelas terekam. Karena kami hitung [ada] lebih dari 12 CCTV yang ada di sepanjang jalan. Polisi harus mengungkap siapa pelakunya? Apa orang yang sama [dalam rangkaian teror sebelumnya], atau orang lain? Karena ada rentetan kasus [sebelumnya terhadap pimpinan Jubi] tidak ditemukan siapa pelakunya,” ujarnya.
Direktur PAHAM Papua, Gustaf Kawer mengatakan pelemparan bom molotov ke Kantor Redaksi Jubi merupakan perkara serius. Ia meminta polisi serius menangani kasus pelemparan molotov itu, dan meminta Jubi juga serius mendorong kasus itu.
“Itu bukan perkara remeh, itu perkara serius. Jadi penanganan dari polisi juga serius. Kita korban juga harus serius. Dari pengalaman [penanganan] kasus teror [seperti] itu, [biasanya] pengungkapan [berjalan] lambat, dan [akhirnya] pelakunya tidak ditemukan, baik [dalam kasus teror] yang menimpa jurnalis maupun aktivis HAM,” katanya.
Kawer mengatakan pengungkapan kasus itu seharusnya tidak sulit, lantaran perbuatan terduga pelaku terekam CCTV. Ia meminta semua pihak untuk ikut mendorong pengungkapan kasus itu.
“Pelaku melakukan teror sebenarnya dia mengungkap dirinya sendiri. Tanpa kita repot-repot ajukan bukti, sebenarnya gampang dapat pelakunya. Lihat [dan] cek CCTV [itu] lengkap, tinggal kita cek saja titik di mana dia masuk. Kepolisian harus serius,” ujarnya.
Pemimpin Redaksi Jubi, Jean Bisai mengatakan Jubi akan terus mendorong kasus hingga terungkap pelakunya. Bisai mengatakan pelemparan molotov itu menimbulkan kerugian senilai Rp300 juta bagi Redaksi Jubi.
“Saya akan kejar kasus ini sampai ketemu orangnya. Jadi saya tidak main-main sampai kapan pun. Terornya sudah luar biasa. Teror di saya pu rumah, saya pu anak-anak terganggu dengan kejadian ini,” katanya.
Bisai mengatakan pelemparan molotov itu merupakan teror yang sangat serius terhadap Jubi. Walaupun demikian, Bisai mengatakan Jubi akan tetap konsisten memberitakan persoalan-persoalan yang terjadi di Tanah Papua, khususnya terkait situasi Hak Asasi Manusia di Tanah Papua.
Polisi dedah bahan molotov
Di pihak lain, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat atau Kabid Humas Polda Papua, Kombes Ignatius Benny Adi Prabowo mengatakan polisi terus menyelidiki pelemparan molotov ke Kantor Redaksi Jubi itu. “Polisi telah meminta keterangan empat saksi,” kata Benny dalam keterangan tertulisnya pada Senin.
Benny mengatakan polisi telah mencari dan mengumpulkan bukti petunjuk, termasuk rekaman CCTV. “Pelakunya kami belum tahu,” ujarnya.
Menurut Benny, Tim Bidang Laboratorium Forensik Polda Papua telah mengambil sampel sisa molotov di Kantor Redaksi Jubi. Residu itu antara lain terdiri dari satu buah padatan berwarna hijau, satu buah gel berwarna abu-abu corak, dan dua swab abu. Sejumlah dua sampel sumbu juga telah diperiksa dengan instrumen gas chromatography–mass spectrometry (GC–MS) untuk melacak asal-usul bahan molotov itu.
“Dan hasil dari pemeriksaan tersebut, didapatkan sebuah padatan berwarna hijau merupakan Polystrene atau polimer yang berfungsi sebagai bahan tambahan untuk meningkatkan efek pembakaran dan suhu panas, sebuah gel berwarna abu-abu corak adalah bahan Polimer, serta dua swab abu yang merupakan jelaga hasil kebakaran dengan senyawa jenis karbon,” kata Benny.
Menurut Benny, bahan polimer yang dipakai dalam molotov itu merupakan bahan yang mudah ditemukan di pasaran. Polisi juga menemukan slime, gel mainan anak-anak, yang digunakan dalam molotov itu.
Benny meminta semua pihak menunggu proses penyelidikan yang dilakukan penyidik. Benny mengatakan pihaknya bekerja semaksimal mungkin untuk dapat mengungkap pelaku dan motif pelemparan molotov itu.
“Sampai saat ini, penyidik gabungan Polda Papua masih terus melakukan penyelidikan di lapangan guna mengungkap kejadian tersebut. Kami berupaya semaksimal mungkin untuk dapat mengungkap pelaku dan motif,” katanya. (*)
Artikel ini sudah terbit di Jubi.id